Dirut Terra Drone ditetapkan jadi tersangka – Bagaimana standar keselamatan gedung di Jakarta?

Photo of author

By AdminTekno

Direktur Utama PT Terra Drone Indonesia, Michael Wishnu Wardana, dijadikan tersangka usai kantor perusahaan terbakar, Selasa (9/12). Kebakaran itu memunculkan pertanyaan: seberapa aman berkegiatan di gedung bertingkat di Jakarta?

Kebakaran yang terjadi di gedung perusahaan teknologi drone itu terjadi saat jam istirahat siang dan menewaskan 22 orang —satu di antaranya perempuan yang tengah hamil tua.

Salah satu dugaan penyebab kebakaran adalah api yang berasal dari baterai drone yang berjenis litium, kata kepolisian.

Pakar keselamatan dan ledakan, Agung Hari Cahyono, menilai kasus kebakaran ini memperlihatkan lemahnya pemahaman terkait karakter dan jenis api. Dampaknya adalah sistem penanganan kebakaran yang lemah.

Menurut Agung, asap akibat ledakan baterai litium sangat berbahaya dan mampu merambat cepat, mencapai 3-10 meter per detik.

“Asapnya itu asap toksik. Nilai PPMCO (parts per million carbon monoxide) bisa mencapai 12.000 dan itu sangat berbahaya,” kata Agung.

Di Jakarta lebih dari 600 gedung bertingkat tidak memenuhi syarat proteksi kebakaran, merujuk data Pemda DKI per Januari 2025.

Jadi bagaimana mekanisme keselamatan gedung bertingkat di Jakarta? Serta, apa yang dapat diketahui dari baterai litium yang diduga penyebab kebakaran?

Mengapa kebakaran di gedung Terra Drone begitu masif?

Dalam pernyataan pada Rabu (10/12), Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, menyebut bangunan kantor Terra Drone itu tidak memenuhi standar keselamatan.

Pramono mencontohkan, konstruksi tangga kantor yang disebutnya “kecil banget” sehingga “orang enggak bisa turun ke bawah.”

“Ketika kebakar, karyawannya naik ke atas semua, kemudian asap dari bawah. Itulah yang menyebabkan kenapa kemudian yang meninggal cukup banyak,” kata Pramono.

Soal terbatasnya akses ini juga disampaikan Kepala Bidang Fiskomfor Puslabfor Bareskrim Polri, Komisaris Besar Romylus Tamtelahitu, yang menyebut hanya terdapat satu akses di gedung itu.

Terra Drone, dalam keterangan tertulis yang dilansir di situs perusahaan menyatakan siap “bekerja sama sepenuhnya dengan pihak berwenang” untuk mengetahui penyebab kebakaran.

Mereka pun mengklaim “keselamatan dan kesejahteraan karyawan selalu menjadi prioritas utama kami.”

“Fokus kami saat ini adalah memberikan dukungan kepada para karyawan serta keluarga yang terdampak, termasuk penyediaan akomodasi dan bantuan kemanusiaan yang diperlukan,” demikian pernyataan tertulis perusahaan.

Bagaimana mekanisme pencegahan dan pengawasan kebakaran bangunan tinggi di Jakarta?

Pakar Keselamatan dan Ledakan, Agung Hari Cahyono, menyebut aturan soal pencegahan dan penanggulangan kebakaran untuk bangunan gedung sejatinya berlapis —baik yang diterbitkan pemerintah pusat maupun Pemda DKI Jakarta.

Regulasi itu, antara lain, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 Tahun 2008 dan Nomor 20 Tahun 2009.

Agung menyebut pula Perda Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bencana yang dikeluarkan di Jakarta.

Merujuk ketentuan Menteri Pekerjaan Umum, tanggung jawab sistem proteksi kebakaran pada gedung berada di tangan pemilik, pengelola, atau penghuni.

Beleid itu mengharuskan gedung memiliki beragam perlengkapan, mulai dari alat pemadam api ringan (APAR), alat pendeteksi asap, pipa hingga selang pemadam kebakaran, dan sistem pemancar air otomatis.

Beragam alat ini yang dikategorikan sebagai “sistem proteksi kebakaran aktif” ini bahkan diatur mendetail.

Sistem pemancar air, misalnya, diatur terperinci sampai radius semprotan dan jarak dari lantai Ada pula prasyarat jenis konstruksi bangunan yang tahan api, yang diistilahkan “sistem proteksi kebakaran pasif.”

Aturan itu juga mewajibkan latihan kebakaran dengan frekuensi yang disebut “cukup untuk membiasakan penghuni dengan prosedur”.

Simulasi ini dapat dilakukan pada waktu yang telah ditentukan atau dadakan.

Untuk beragam ketentuan itu, pemilik atau pengelola bangunan gedung diwajibkan melakukan pemeliharaan berkala dan harus menyimpan catatan hingga umur pemakaian gedung berakhir.

Sejumlah hal lain kemudian ditambahkan pada Permen PU Nomor 20 Tahun 2009 yang mengatur tentang manajemen proteksi kebakaran.

Salah satu penambahan adalah kewajiban memiliki Fire Safety Manager untuk bangunan gedung yang digunakanan untuk rumah sakit lebih dri 40 tempat tidur dan bangunan industri yang menyimpan atau memproses bahan cair dan gas yang mudah terbakar.

Perda Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bencana secara umum tak jauh berbeda dengan Permen PU Nomor 26 Tahun 2008.

Perda Nomor 8 Tahun 2008 juga mensyaratkan ihwal sistem proteksi kebakaran aktif dan pasif. Beban tanggung jawab pun ada di tangan pemilik atau pengelola bangunan gedung.

Salah satu yang berbeda di Perda Nomor 8 Tahun 2008 adalah ketentuan mendapat sertifikat laik fungsi (SLF) bagi bangunan gedung di Jakarta —Perda mengatur teknisnya.

Untuk bangunan baru, SLF diterbitkan setelah Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta memberikan persetujuannya.

Persetujuan didapat jika bangunan baru itu dinilai telah standar pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Hal ini termaktub pada Pasal 47.

Sementara untuk bangunan yang telah ada —seperti kantor Terra Drone, bangunan gedung harus terlebih dahulu mendapat sertifikat kelayakan kebakaran sebelum menerima SLF.

Sertifikat kelayakan bisa didapat jika bangunan telah melewati pemeriksaan berkala oleh tim pengkaji teknis yang ditunjuk oleh pengelola, pengguna, atau badan pengelola gedung.

“Sertifikat kelayakan kebakaran itu menjadi prasyarat untuk mendapatkan SLF,” kata Agung.

Mengutip dalil lain di Perda DKI, hasil kajian tim teknis itu pun harus dilaporkan kepada Dinas Gulkarmat DKI Jakarta setiap tahunnya

Aturan itu juga menyatakan bahwa Dinas Gulkarmat “dapat melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu dengan atau tanpa pemberitahuan.”

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dalam pernyataan 10 Desember menyebut bangunan kantor Terra Drone sebagai “bangunan tumbuh.”

Istilah “gedung tumbuh” digunakan Pramono karena bentuk kantor Terra Drone sudah diubah dari rupa awal —sehingga berbeda dengan bangunan di kanan-kirinya

“Gedung kemarin [Terra Drone] itu gedung tumbuh. Kiri-kanannya gedung lama, tumbuh satu-satunya gedung itu. Sehingga pasti secara kelengkapan persyaratannya tidak terpenuhi,” ujar Pramono.

Perihal perubahan bentuk bangunan seperti yang terjadi di Terra Drone ini juga diatur dalam Perda Nomor 8 Tahun 2008 DKI Jakarta.

Bangunan gedung, seperti termaktub di beleid itu, disebut harus tetap memperhatikan “standar pencegahan dan penanggulangan kebakaran.”

BBC News Indonesia menghubungi Kepala Dinas Gulkarmat DKI Jakarta Bayu Meghantara untuk mengonfirmasi apakah perubahan bentuk bangunan kantor Terra Drone telah mengantongi sertifikat kelayakan kebakaran, tapi belum beroleh jawaban.

Berapa gedung di Jakarta yang tak sesuai standar?

Pemda DKI Jakarta mencantumkan beragam sanksi dalam Perda Nomor 8 Tahun 2008. Merujuk Pasal 59, sanksi pertama adalah peringatan tertulis.

Kedua, Dinas Gulkarmat DKI Jakarta dapat menunda atau tidak mengeluarkan persetujuan.

Terakhir, mereka bisa “memerintahkan menutup atau melarang penggunaan bangunan gedung seluruhnya atau sebagian.”

Apakah pernah ada bangunan dan gedung yang pernah disanksi akibat tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran?



Sepanjang ingatan Agung Hari Cahyono, ia menyebut salah satu gedung di daerah Kemayoran sempat dipasangi stiker pemberitahuan belum memenuhi standar keselamatan kebakaran oleh Dinas Gulkarmat.

“Gedung itu tidak mengurus sertifikat kelayakan kebakaran, jadi kemudian dipasangin stiker,” ujar Agung.

Berapa jumlah bangunan dan gedung di Jakarta yang tidak memenuhi standar pencegahan dan penanggulangan kebakaran?

Dari 1.381 gedung di bawah 8 lantai yang ada di Jakarta, sebanyak 333 gedung di antaranya belum memenuhi syarat proteksi kebakaran. Informasi ini dikatakan Satriadi Gunawan, yang menjabat Kepala Dinas Gulkarmat DKI Jakarta pada Januari 2025.

Sementara untuk gedung di atas 8 lantai yang berjumlah 1.228, terdampat 361 gedung yang belum menenuhi standar.

Apakah bangunan 6 lantai milik Terra Drone yang terbakar pada 9 Desember tergolong ke dalam kelompok 333 gedung yang belum memenuhi syarat?

BBC News Indonesia menghubungi Kepala Dinas Gulkarmat, Bayu Meghantara, tapi lagi-lagi tak kunjung mendapat respons.

Bagaimana penerapan sistem antikebakaran di lapangan?

BBC News Indonesia mewawancarai sejumlah pekerja guna menanyakan perihal kesiapan dan penanganan kebakaran di kantor mereka masing-masing.

Pekerja yang berkantor di gedung perkantoran di area pusat bisnis mengaku sistem penanganan bencana berjalan baik, sebaliknya pengakuan mereka yang berkantor di ruko—serupa Terra Drone.

Salah seorang pegawai perempuan yang berkantor di Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, mengaku rutin mendapat simulasi kebakaran. Di luar itu, beragam peralatan antisipasi kebakaran disebutnya telah tersedia.

Mungkin Anda tertarik:

  • ‘Alam merancangnya untuk lentur’ – Bangunan dari bambu yang tahan gempa
  • Sugianto, ‘pahlawan’ dari Indramayu yang selamatkan warga Korea Selatan dari bencana kebakaran hutan – ‘Saya menorehkan sejarah untuk bangsa Indonesia’
  • Apa penyebab kebakaran di Museum Nasional dan bagaimana pengamanan benda bersejarah yang tersisa?

Sepanjang tiga tahun berkantor di gedung itu, perempuan yang meminta diidentifikasi sebagai Desi tersebut mengaku sudah dua kali menjalani simulasi kebakaran.

“Simulasinya tanpa pemberitahuan. Cukup serius, sampai ada damkar segala,” katanya.

Dalam simulasi, Desi dan pegawai lain diminta bergegas meninggalkan ruangan dan berlari menuju tangga darurat.

Akibat latihan itu, ia pun mengaku “cukup hafal apa yang harus dilakukan jika ada bencana seperti kebakaran.”

“Langsung lari keluar lewat tangga darurat,” pungkasnya, menuturkan tahapan yang harus dilakukan jika nanti sewaktu-waktu menghadapi kebakaran.

Berbeda dengan Desi, dua orang pegawai perempuan yang berkantor di sebuah ruko tiga lantai di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, mengaku belum pernah menerima simulasi kebakaran sepanjang masa kerja mereka di perusahaan tersebut.

Salah satu pegawai perempuan meminta diidentifikasi sebagai Ayu dan bekerja lebih dari setahun, sementara pegawai perempuan lain hendak diidentifikasi sebagai Dewi.

“Belum pernah [simulasi kebakaran], tapi sprinkle atau APAR, sih, ada,” ujar Ayu.

Sepanjang pengetahuan Ayu maupun Dewi, mereka mengaku belum pernah pula menyaksikan petugas Gulkarmat mendatangi kantor mereka untuk melakukan pengecekan.

Saat ditanya apa yang akan mereka lakukan jika kebakaran atau bencana lain tiba-tiba datang? Ke mana mereka akan menyelematkan diri?

Ayu mengatakan: “Pas masuk pernah dikasih tahu jalur evakuasi, sih. Saat itu dikasih tahu langsung lari ke luar,” ujarnya, yang kemudian ditukasi Dewi, “Saya kok enggak dikasih tahu?”

Seperti apa jalur evakuasi dan akses tangga di ruko tiga lantai yang menjadi kantor keduanya?

Ayu membalas sembari tertawa, “Ya, standar ruko. Cukup dua orang kalau papasan.”

Dengan kondisi itu, apakah mereka khawatir jika sewaktu-waktu ada bencana seperti kebakaran?

“Khawatir, sih. Tapi, semoga saja tidak pernah kejadian. Kalau terjadi sesuatu, ya, langsung lari ke luar saja,” pungkas Ayu.

Apa itu baterai litium?

Litium termasuk ke dalam logal alkali yang tergolong ringan dibandingkan logam-logam lain. Selain untuk bahan baterai, litium juga digunakan di industri kaca dan keramik sebagai zat fluks untuk melarukan atau menurunkan titik leleh.

Penggunaan litium untuk bahan baterai karena ia memiliki kepadatan energi tinggi, tapi ringan dan punya daya besar.

Litium juga dapat diisi ulang dengan cepat dan berumur panjang—sebelum kapasitasnya turun signifikan.

Pakar Keselamatan dan Ledakan, Agung Hari Cahyono, mengatakan penggunaan litium saat ini adalah keniscayaan.

“Kita enggak bisa menampik ini sebagai kemajuan teknologi. Yang salah adalah ketika kita tidak bisa memetakannya,” ujar Agung.

Menurut Agung, litium sejatinya memiliki beragam jenis dan karakter: tergantung kepadatan energinya.

Pertama, baterai jenis LFP (lithium ferro phospate). Jenis ini dikategorikan Agung “tergolong paling aman.”

Namun, jenis baterai yang biasa digunakan untuk kendaraan listrik asal China ini disebutnya memiliki kekurangan dalam daya tahan yang singkat.

Baca juga:

  • Mengapa baterei litium mudah meledak?
  • Kebakaran pesawat Korsel amat mungkin disebabkan power bank, kata penyelidik
  • Sulit didaur ulang dan menguras banyak air – Mungkinkah mencari alternatif baterai litium yang murah dan ramah lingkungan?

Jenis kedua adalah baterai jenis NMC (nickel manganese cobalt) yang disebut Agung punya potensi bahaya “50-50.” Baterai jenis ini kerap digunakan dalam kendaraan listrik Eropa, Jepang, atau Korea Selatan.

Ketiga adalah jenis NCA (nickel cobalt alumunium oxides). Baterai ini punya kepadatan yang lebih tinggi dari dua varian sebelumnya. Jenis ini biasanya digunakan kendaraan listrik asal Amerika Serikat.

Terakhir adalah baterai jenis lithium polymer yang punya tingkat kepadatan energi paling tinggi. Kedua jenis ini dipakai dalam perangkat elektronik, seperti ponsel pintar, laptop, dan drone.

Menilik pernyataan kepolisian yang salah satu dugaan bahwa api berasal dari baterai drone, Agung menduga kebakaran di Kemayoran melibatkan baterai berjenis lithium polymer.

Dugaan itu pun sejalan dengan karakter baterai yang dibutuhkan drone.

“Drone itu butuh putaran motor, jadi logikanya dia buruh baterai yang kepadatan energi tinggi. Kemungkinan besar dia pakai lithium polymer,” terang Agung.

Namun, dengan kepadatan energi yang tinggi itu, Agung menyebut lithium polymer justru “paling berbahaya.”

“Ketika overcharge, itu mudah sekali terbakar,” lanjut Agung.

Namun, bahaya tak berhenti di sana.

Agung menyebut, saat terbakar, baterai jenis ini akan menimbulkan asap yang dapat merambat dengan cepat, mencapai 3-10 meter/detik.

Dengan contoh perhitungan kecepatan 3 meter/detik untuk ketinggian normal sebuah ruko yang biasanya 10 meter, Agung menyebut asap dapat mencapai titik tertinggi dalam kisaran 3 detik.

“Hanya dalam hitungan detik, asapnya sudah naik,” terangnya.

Tak cuma soal kecepatan rambat, Agung menambahkan asap yang dihasilkan dari bateri jenis ini juga sangat beracun, dengan nilai PPMCO (parts per million carbon monoxide) bisa mencapai 12.000.

“Ini yang menyebabkan kematian. Tiba-tiba menghirup, orang kehilangan kesadaran,” ujarnya.

“Ini kan bukan asap dari pembakaran sate. Itu wangi.”

Oleh karena itu, selain keseriusan dalam pencegahan dan penanganan kebakaran, ia pun mendesak peningkatan kesadaran soal jenis sumber api.

Ia mengistilahkan itu sebagai fire dynamic.

“Bagaimana sih api itu tumbuh? Dalam dugaan kejadian baerai kemarin, akar persoalannya kita jadi tahu. Dari sana baru kita berlanjut ke simulasi dan proteksi,” pungkas Agung.

“Sehingga, setelah kita tahu dinamika api seperti apa, kita bisa tahu apa yang cocok alat pemadam dipasang.”

Leave a Comment