
Di tengah penanganan bencana di tiga provinsi di Sumatra, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengumumkan akan membagikan izin kelola tambang bagi koperasi, serta usaha mikro kecil dan menengah pada Desember ini.
Warga sekitar tambang, aktivis, dan ahli menilai kebijakan ini berisiko tinggi terhadap masyarakat dan keberlangsungan lingkungan.
Dalam acara BIG Conference di Jakarta, Senin (08/12), Menteri ESDM Bahlil Lahadalia berkata pemberian izin kelola tambang untuk koperasi dan UMKM ini direstui Presiden Prabowo Subianto karena dianggap baik bagi rakyat.
“Berapa orang Papua yang punya tambang di Republik ini? Orang NTB berapa yang punya tambang emas di NTB? Berapa orang Kalimantan yang punya tambang batu bara? Orang Sulawesi, orang Maluku yang punya tambang nikel, berapa yang punya itu? Yang punya itu hampir semua kantornya ada di Jakarta,” ujarnya.
Berlandaskan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Bahlil bahkan membuka kran melalui izin prioritas, tidak hanya lewat lelang.
Hal ini kini tengah diuji di Mahkamah Konstitusi dengan agenda sidang sampai tahapan mendengar keterangan ahli dan saksi presiden pada Kamis (11/12). Namun, MK menerima surat dari Pemerintah yang pada intinya memohon penundaan persidangan.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai pemberian izin kelola tambang untuk koperasi dan UMKM merupakan modus baru pemerintah.
“Sebetulnya ini kan modus dalam rangka bagaimana pemberian konsesi tetap baliknya ke pengusaha-pengusaha juga. Bajunya doang namanya kooperasi dan UMKM,” ujar Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna.
Asisten Profesor dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Fadhila Achmad Rosyid, berkata pertambangan merupakan kegiatan sulit yang harus dijalankan sesuai dengan tata kelola pertambangan yang baik atau memenuhi good mining practices.
Salah satunya juga terkait persoalan lingkungan.
“Butuh biaya yang tidak sedikit. Manakala tidak memiliki kemampuan keuangan yang mencukupi justru membuat kegiatan pertambangan bisa jadi tidak mengikuti kaidah yang benar. Impactnya jadi lebih besar, baik perusahaan dan lingkungan, reklamasi tidak berjalan, bahkan hubungan dengan masyarakat sekitar yang tidak baik, juga keselamatan pekerja,” kata Fadhila.

Aktivis dan akademisi pesimistis UMKM dan kooperasi bisa melaksanakan tata kelola pertambangan yang baik. Apalagi, ketika perusahaan besar pun belum tentu mampu melaksanakannya.
Mando, warga Pulau Wawonii di Sulawesi Tenggara yang mengalami dampak buruk pertambangan, menilai rencana pemberian izin ini harus dikaji khusus.
“Ini bisa sangat merugikan warga. Sumber pendapatan terganggu dan cara kerja di lapangan sangat merusak lingkungan sehingga berdampak sosial ekologis untuk masyarakat sekitar lingkar tambang selama ini.”
Mando berkaca dari pengalaman ketika perusahaan tambang nikel menyebabkan sumber mata air warga tercemar dan produktivitas pertanian warga menurun.
Lalu, bagaimana jika pengelolaan tambang dilakukan oleh koperasi atau UMKM yang secara finansial tidak sebesar perusahaan?
Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara
Mando, warga Pulau Wawonii mengingat sekitar tujuh tahun lalu konflik sosial merebak di lingkungan warga lingkar tambang. Tidak hanya dengan perusahaan, warga yang berbeda pendapat pun kemudian tidak saling bicara dan tegur sapa.
“Kalau ada yang meninggal, mereka yang pro dan kontra itu tidak saling datang ke tempat dukanya. Konflik sosial secara horizontal itu sangat terasa. Bahkan ada yang sampai bercerai. Keluarga tidak saling ngomong,” ujar Mando.
Selain itu, dampak signifikan yang dirasakan adalah beberapa titik sumber air mata warga itu tercemar.
Menurut Mando, tiga sumber air mata air warga itu tidak tercemar sebelum PT Gema Kreasi Perdana (GKP) masuk ke wilayah dan beroperasi. Apalagi ketika hujan, air akan keruh karena area hulunya itu dilalui jalur hauling perusahaan.
“Belum ke arah pertanian. Warga punya jambu mete, kelapa, dan cengkeh di dekat hauling itu kan banyak debu. Ini mengakibatkan turunnya produktivitas pertanian warga. Belum lagi lau tercemar,” kata Mando.
Namun sejak putusan pengadilan keluar, perusahaan ini tidak lagi beroperasi.
Perubahan perlahan terjadi, terutama terkait pertanian. Produktivitasnya mulai meningkat. Hanya saja untuk sumber mata air yang kadung tercemar bahkan kini, disebut Mando, tidak mengalir lagi.
“Untuk menggantikan warga cari sumber mata air lain, tapi rupanya tercemar juga. Akhirnya digunakan bukan untuk minum. Tapi hanya untuk mandi dan mencuci saja,” tutur Mando.
Belum lagi dengan laut yang tercemar, sebanyak 2.136 orang nelayan yang setiap hari bergantung pada sektor perikanan harus melaut lebih jauh dan lebih lama karena perairannya rusak.
Mengutip isi putusan kasasi nomor 403 K/TUN/TF/2024 yang dikeluarkan Mahkamah Agung, tercantum kegiatan penambangan oleh PT GKP telah mengakibatkan pencemaran sungai yang sebelumnya menjadi sumber air bagi penggugat dan masyarakat Wawonii.
Tidak hanya itu, keberadaannya juga menimbulkan rasa ketakutan bagi masyarakat akan tempat tinggal, tanah garapan, dan kampung halaman mereka akan menjadi lubang-Iubang tambang PT GKP. Perusahaan ini juga telah beberapa kali melakukan penyerobotan lahan milik masyarakat.
Dari data yang dimiliki Jaringan Advokasi Tambang, terdapat empat blok konsesi tambang di Pulau Wawonii yang dikategorikan sebagai pulau kecil dan semestinya dilarang melakukan aktivitas tambang. Salah satunya adalah PT GKP.
Penyerobotan lahan yang mengakibatkan kerusakan pada tanaman perkebunan warga pernah terjadi. Warga juga harus berhadapan dengan tindakan represif aparat yang berujung kekerasan dan kriminalisasi.
Hingga 2025, JATAM mencatat, ada 44 warga Wawonii yang dikriminalisasi dan mendapat tindakan kekerasan dari aparat.
Dalam berkas persidangan, pihak PT GKP menyatakan telah mengantongi izin.
Perusahaan juga merujuk pada Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014-2034 bahwa di dalam Lampiran XIX angka 5 disebutkan Kawasan Peruntukan Pertambangan Wilayah usaha Pertambangan (WUP) ada di setiap kabupaten/kota kecuali Wakatobi. Amdal yang dipermasalahkan juga disebut sudah dimiliki.
Perusahaan juga mendatangkan sejumlah saksi yang berasal dari warga dan kepala desa. Menurut para saksi, sepanjang perusahaan beroperasi tak ada dampak kerusakan lingkungan yang terjadi.
Kegiatan ekonomi disebut meningkat dan anak-anak memperoleh bantuan untuk sekolah, akses internet, dan juga kesempatan belajar komputer.
Nabire, Papua
Di Papua, terdapat 52 izin tambang yang berada di sejumlah kabupaten. Salah satunya, di Nabire.
Menurut Walhi Papua, penambangan di Nabire mengakibatkan dampak lingkungan dan sosial
Wartawan Edwin Rumanasen untuk BBC News Indonesia melaporkan dari Kampung Lagari Jaya, Distrik Makimi, wilayah yang berdekatan langsung dengan area operasi penambangan PT Kristalin Ekalestari (KEL)
Daerah ini dihuni oleh populasi transmigrasi, bersama dengan suku Wate yang merupakan pemilik hak ulayat dan beberapa suku lain yang mendiami di daerah pegunungan sekitar Distrik Makimi.
Sejak PT KEL memulai aktivitas penambangannya pada tahun 2001, masyarakat setempat kehilangan sumber kehidupan mereka. Luther, warga Kampung Legari Jaya, mengungkapkan kesedihannya atas kondisi sungai yang dulunya menjadi lumbung pangan masyarakat.
“Sejak penambangan Kristalin, kita sulit sekali mendapatkan ikan dari hasil pancing maupun menjaring di sungai ketika mereka buang bahan kimia ke sungai,” ujarnya.
“Itu berbeda dengan keadaan sebelum PT Kristalin mulai beroperasi, yang mana sungai ini sangat berlimpah hasil ikan dengan berbagai jenis. Kami mudah mendapatkan hasil dengan memancing maupun menjala saat itu.”
Selain pencemaran, perubahan lokasi operasi penambangan PT KEL belakangan ini telah memicu bencana banjir, terutama di wilayah Legari bagian timur.
Menurut kesaksian warga, banjir dipicu juga karena PT KEL telah memindahkan area operasinya dari bagian selatan ke arah timur sekitar lima bulan yang lalu dengan alasan cadangan mineral berharga yang sudah habis di tempat sebelumnya dan mereka mendapat lokasi baru yang punya banyak kandungan emas.
“Sejak dong [mereka] mulai beroperasi di lokasi baru, banjir selalu terjadi, dalam sebulan bisa lebih dari 2-3 kali dan sangat besar. Ini beda dengan sebelum mereka datang gali di hulu sungai, kita aman sekali, bahkan dalam setahun itu banjir bisa dihitung, paling hanya 2 kali di daerah sini. Tapi saat dong mulai tambang ini, hampir tiap bulan kalau hujan sedikit, pasti banjir terus.” ujar Luther.
Pemindahan lokasi penambangan juga berbuntut pada konflik yang terjadi antara warga pemilik hak Ulayat dengan pihak perusahaan, Sebab, dari informasi warga, lokasi baru yang digali masih milik tanah adat yang di luar perjanjian kerja batasan lokasi penambangan sebelumnya.

PT KEL pun menggunakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk rutin memberi bantuan pada masyarakat di tengah dampak lingkungan yang kian parah.
Serly, warga setempat mengakui banyak bantuan yang diberikan perusahaan untuk warga. Dari sumbangan duka, sumbangan rumah, bantuan gereja, dan sembako rutin. Namun, ia menegaskan bahwa bantuan material tersebut tidak mampu menggantikan kerugian lingkungan yang tak ternilai harganya.
“Mereka banyak bantu masyarakat di sini, tapi kitong [kita] lihat sendiri kita punya sungai ini, tanah juga tidak subur seperti dulu lagi, banjir terus-menerus ini. Semua tidak bisa kitong ubah kembali seperti dulu, mereka datang gali sini sana, terus begitu pindah mereka kasih begitu saja,” tutur Serly.
Tanah yang tidak lagi subur ini merupakan akibat lubang-lubang bekas galian yanga tak ditangani tanpa proses reklamasi yang memadai. Kerusakan lingkungan pun bersifat permanen.
Operasi penambangan PT KEL juga diselimuti dengan masalah sosial dan keamanan yang serius akibat konflik di sekitar area tambang.
Paling terbaru, ada kasus dua pekerja dari Suku Mamberamo tewas tertimbun longsor dari galian tambang.
Konflik karena kepemilikan lahan dan pertikaian dengan aparat juga sering terjadi.
Dihubungi dari Jakarta, Humas PT Kristalin Ekalestari, Maria Erari, berkata pemilik hak ulayat telah memberikan izin pada perusahaan untuk bekerja sampai saat ini sehingga menampik adanya konflik. Maria juga menerangkan ada perjanjian mengenai pembersihan lingkungan, pembersihan saluran irigasi, dan pembersihan bendungan tiap enam bulan sekali.
Mengenai lubang tambang, Maria juga menjelaskan perusahaan melakukan kewajibannya. “Memang setiap lubang yang digali itu dikembalikan. Jadi dia punya limbah itu dikembalikan tutup. Ketika ada yang masih terbuka, itu masih mau diproduksi,” ujar Maria.
Misal volume air meningkat dan dia punya mesin tidak memadai, berarti dia harus kasih biar, tinggal dulu, nanti lanjut lagi. Kalau sudah tidak produksi lagi, tutup dikembalikan.”
Ia pun menyanggah mengenai banjir. Menurut dia, sudah hampir lima tahun lebih tidak mengalami lagi banjir tahunan. Selain itu, bantuan pada warga sekitar juga selalu rutin diberikan. “Besok, kami sudah turunkan sembako lagi karena menyangkut hari raya dan uang-uang Natal untuk masyarakat. Kami selalu bantu.”
Banyuwangi, Jawa Timur
Secara terpisah, di Banyuwangi, Jawa Timur, lubang tambang yang tidak ditutup lagi memakan korban jiwa. Ini pernah terjadi pada 2023, tiga anak perempuan tewas masuk ke dalam lubang tambang yang jaraknya sekitar 100 meter dari areal rumahnya.
Sutikno dan Listin, orang tua salah satu korban tenggelam di kolam galian C yang berada di Dusun Tegalyasan, Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, harus kehilangan lagi. Sebelum SF (6) berpulang, Mad Dahlan, Ketua RW setempat bercerita pada wartawan Eko Purwanto untuk BBC News Indonesia bahwa adik SF baru saja meninggal
“Yang bungsu meninggal saat menjalani perawatan di rumah sakit di Dr. Soetomo, Surabaya. Katanya sakit jantung bocor. Belum ada 100 hari,” ujar Dahlan.
Menurut Kepala Desa Tegalarum, Achmad Turmudzi, jalanan di desanya kerap diselimuti debu akibat tambang tersebut. Warga pun terganggu dan melakukan protes hingga tuntutan penghentian operasi sementara.
Turmudzi juga menambahkan keberadaan tambang tidak memberikan manfaat kepada masyarakat di desanya. Malah yang terjadi selain debu juga banyaknya kubangan di area tambang yang salah satunya menewaskan tiga korban.
Hal itu justru menimbulkan tanya mengapa ada kubangan besar dan memiliki kedalaman yang membahayakan. Padahal perusahaan tersebut punya izin hingga tingkatan provinsi yang semestinya mengatur untuk penutupan lubang tambang setelah operasi.
Pada 2024, tewasnya anak di lubang tambang yang tidak direklamasi juga terjadi Samarinda, Kalimantan Timur. November 2025, seorang anak juga kembali menjadi korban lubang tambang di Gresik, Jawa Timur.
Dalam catatan WALHI, pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) telah menguasai lahan seluas 11,19 juta hektare yang mengancam wilayah tutupan hutan seluas 4,59 juta hektar. Pertambangan batubara dan emas menjadi penyumbang terluas Izin Usaha Pertambangan dalam tutupan lahan hutan.
Saat ini, seluas 343.000 kawasan hutan telah dibebani IPPKH. Sementara pada kawasan pesisir dan laut, luasan pertambangan telah memakan setidaknya 2,91 juta hektar di wilayah pesisir dan 687.000 hektare wilayah laut Indonesia.
Selain itu terdapat 55 pulau kecil yang kini dikapling oleh pertambangan mineral dan batubara. Pada 55 pulau kecil itu, terdapat 165 konsesi tambang dengan total luasnya mencapai 734 ribu hektare. Komoditas terbanyak yang ditambang dari pulau-pulau kecil adalah komoditas nikel yang berada di 22 pulau kecil.
Akibat pertambangan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil ini, lebih dari 35.000 keluarga nelayan terdampak dan terancam ruang hidupnya. Selain itu, 3.197 desa pesisir harus menghadapi limbah pertambangan.
Siapa yang diuntungkan dari izin prioritas koperasi dan UMKM?
Dalam pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan terdapat 1.063 titik aktivitas tambang ilegal yang berpotensi merugikan negara minimal Rp300 triliun.
Alih-alih menindak, izin prioritas bagi koperasi dan UMKM untuk mengelola tambang terus dijalankan dengan berlandaskan perubahan undang-undang yang baru disahkan pada Maret 2025. Dalihnya untuk masyarakat.
Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Bambang Hariyadi menyampaikan koperasi sendiri tujuannya untuk menyejahterakan masyarakat dan membangun ekonomi masyarakat sehingga dengan adanya kesempatan ini akan membuka peluang pemerataan.
Karena itu, ia meyakini masyarakat sekitar menjadi pihak yang paling diuntungkan. Bambang menambahkan aturan koperasi diperbolehkan mengelola tambang sebenarnya sudah ada pada undang-undang Minerba sebelumnya. Namun kali ini, muncul izin prioritas yang akan lebih membantu masyarakat.
Bambang juga berkata sudah banyak koperasi yang menjalankan tambang rakyat ini. Meski ketika dikonfirmasi jumlah dan lokasinya, ia tidak menjawab.
Sementara itu, sebanyak 16 blok pertambangan rakyat tersebar di Lombok Barat, Sumbawa Barat, Sumbawa, Bima, dan Dompu, Nusa Tenggara Barat. Dari jumlah tersebut, empat blok di Lombok Barat dan Dompu yang akan dikelola Koperasi Desa Merah Putih masuk dalam kawasan hutan lindung. Saat ini, pihak koperasi tengah menunggu izin dikeluarkan.
Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna menyebut izin ini hanya modus ‘ganti baju’ para pemodal melalui koperasi dan UMKM dalam pengelolaan tambang. Bahkan bisa jadi legalisasi juga bagi tambang ilegal yang beroperasi di banyak wilayah di Indonesia.
Mukri berkata praktik tambang umumnya minim keuntungan bagi masyarakat. Apalagi setelah undang-undang baru menarik semua pengaturan dan perizinan melalui pemerintah pusat, maka yang diuntungkan bukan lagi masyarakat atau daerah setempat.
“Kalau dibilang paling diuntungkan ya dari pemerintah pusat, keamanan, dan sudah barang tentu pemilik modal. Karena selama ini republik hancur kan karena mereka-mereka ini.”
Apalagi kini semua kendali ada di pemerintah pusat. Dari Enviromental Outlook 2025 yang dikeluarkan Walhi, pengalihan kewenangan izin dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, menurunkan level partisipasi masyarakat.
Misal, pada kasus pertambangan tanpa izin yang terjadi di sekitar 151 lokasi di Kalimantan Timur, dari Kutai Kartanegara, Samarinda, Berau, dan Penajam Paser Utara.
Pelaporan dan pencegahan tidak bisa dilakukan karena pemerintah daerah berdalih tidak memiliki kewenangan pada sektor pertambangan. Meski janggal, tapi pemerintah daerah memang tidak berdaya dalam penegakan hukum karena tidak memiliki kewenangan di wilayahnya sendiri.
Mengacu data Kementerian ESDM melaporkan terdapat 4.252 izin usaha pertambangan (IUP) mineral dan batu bara aktif per November 2025.
Jumlah itu terbagi menjadi beberapa jenis izin pertambangan, antara lain; 31 kontrak karya (KK), 59 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B), 4.015 IUP, 25 IUP khusus (IUPK), 15 izin pertambangan rakyat (IPR), serta 107 surat izin penambangan batuan (SIPB).
Pada Maret 2024, pemerintah pernah mencabut 2.051 IUP. Izin pencabutan dilakukan karena tidak produktif, terbengkalai, tidak sesuai peruntukan, atau berada di kawasan konservasi. Namun belakangan, ada 585 IUP yang dibatalkan pencabutannya.
Dari penertiban ini, perusahaan milik Bahlil yang tidak aktif justru tidak ikut dicabut. Dari dokumen Jatam, Bahlil bahkan disebut meminta upeti pada para pengusaha yang IUPnya dicabut agar bisa diaktifkan kembali.
“Maka ini seperti motif terselubung dalam bentuk pemberian izin koperasi, inilah makanya pemberian buat yang ilegal-ilegal lainnya,” ujar Mukri.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia menyampaikan lahan yang diberikan pada koperasi dan UMKM ini merupakan lahan bekas PKP2B yang sudah diserahkan pada negara oleh perusahaan pemegang sehingga tidak ada lagi hubungan dengan perusahaan.
“Jadi, kewenangannya ada pada negara. Bahwa benar-benar pemegang izin itu adalah koperasi yang harusnya berhak juga urusan regulator. Pemerintah harus pastikan regulasinya sesuai tujuan dan menjalankan kewajiban sesuai dengan aturan,” kata Hendra.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2025, koperasi dan UMKM memperoleh wilayah kelola tambang hingga 2.500 hektare.
Sementara itu, Asisten Profesor dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Fadhila Achmad Rosyid berkata keluarnya izin kelola tambang pada UMKM dan koperasi ini secara ideal semestinya menguntungkan pihak yang memperoleh prioritas yang bisa jadi adalah warga setempat.
“Namun, ini juga jadi backfire saat pihak yang diberikan prioritas berupa skala kecil seperti koperasi dan UMKM yang perlu memenuhi kewajiban good mining practice. Dikhawatirkan aspek-aspek itu tidak bisa ditangani dengan sebagaimana mestinya,” kata Fadhila.
“Lalu, karena kemampuan finansialnya tidak besar, ini kan bisa saja tidak mendapatkan pangsa pasar. Kalau tidak bisa jualan di dalam negeri dan juga tidak diizinkan jualan ekspor, kan ya sudah mati dengan sendiri jangan-jangan.”
Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menyoroti penghentian sementara bagi sekitar 190 pemegang IUP karena tidak memenuhi kewajiban penempatan dana jaminan reklamasi dan jaminan pasca-tambang. Dari jumlah itu, diduga tidak sedikit di antaranya adalah pemegang IUP yang merupakan koperasi atau UMKM.
Asosiasi UMKM Indonesia juga menyinggung untuk menjalankan usaha tambang perlu finansial yang kuat dan memiliki tenaga terampil di bidang tersebut. Ketimbang memberi konsesi tambang, modal kerja menjadi lebih realistis bagi para pelaku UMKM.
Bagaimana dengan pengawasannya?
Ketua Dewan Penasehat Perhapi, Rizal Kasli menyampaikan khawatir dengan semakin banyaknya izin yang diberikan secara prioritas oleh pemerintah.
“Dengan semakin banyaknya izin diberikan, sedangkan kemampuan pembinaan, pengawasan dan jumlah personel di Kementerian ESDM terbatas. Ini akan mempengaruhi penerapan good mining practice,” ujar Rizal.
Penerapan good mining practice ini disebutnya dimulai dari tahapan riset kajian-kajian seperti studi kelaikan dan Analisis lingkungan atau Amdal, tahapan eksplorasi hingga selama penambangan, reklamasi dan pada penutupan tambang.
Mengingat potensi kerusakan lingkungan terjadi sejak tahapan eksplorasi. “Ada seperti area pemboran yang tidak direklamasi atau penyimpanan limbah B3 tidak sesuai tempat yang telah ditentukan. Potensi besarnya saat konstruksi dan penambangan serta pengolahan mineral tersebut,” kata Rizal.
Hal ini disepakati oleh Asisten Profesor dari ITB, Fadhila Achmad Rosyid. Tahapan eksplorasi ini memang tidak selalu berhasil. Sebab, keberhasilan eksplorasi bukan semata-mata hanya ada barangnya, melainkan juga mempertimbangkan jumlah dan kualitasnya. Sedangkan dalam proses eksplorasi sudah ada kawasan yang digali.
Pengawasan pun sepatutnya sudah dijalankan sejak tahapan ini. Persoalannya, pengawasan kerap dituding lemah. Fadhila tidak serta merta menyebut lemah. Ia justru memaparkan jumlah pengawas atau inspektur tambang dengan jumlah IUP yang ada tidak seimbang.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq pernah berkata jumlah pengawas tambang hanya sekitar 1.100 orang. Sedangkan, jumlah usaha mengacu pada IUP mencapai lebih dari 4.000.
“Saya tidak berani berkomentar, tapi bisa disimpulkan dari perbandingan jumlah IUP yang harus ditangani dengan jumlah inspektur tambangnya. Secara rasio, memenuhi dan wajar atau tidak,” kata Fadhila.
Selain itu, rendahnya pengawasan ini mengakibatkan juga perusahaan tambang masih bisa beroperasi meskipun terbukti merusak lingkungan. Perusahaan yang terbukti abai dan tidak melaksanakan reklamasi ataupun kegiatan pasca tambang tetap bisa memperpanjang izin kontraknya.
Dengan dalih meningkatkan penerimaan negara, pemerintah memberi peluang perpanjangan kontrak berupa KK dan PKP2B sebanyak dua kali dalam 10 tahun. Hal ini bisa terlihat dalam kasus perpanjangan operasi batubara sejumlah perusahaan tambang di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Adapun salah satu perusahaan tersebut diperkirakan masih meninggalkan 71 lubang tambang yang belum direklamasi. Bahkan pada 2015, perusahaan yang sama disebutkan telah melakukan pencemaran pada Sungai Bendili yang menyebabkan perusahaan air minum daerah mengurangi produksi air bersihnya. Perusahaan itu kemudian didenda sebesar Rp11,39 miliar.
Sementara itu, temuan dari Transparency International Indonesia, dari 121 perusahaan tambang, 112 perusahaan diantaranya tercatat tidak menjalankan kewajiban terkait jaminan reklamasi tambang dan pasca tambang.
Lalu, hanya dua dari 121 perusahaan tambang yang mempublikasikan identifikasi dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan dan mensosialisasikan kepada masyarakat lingkar tambang terkait hasil dari analisis dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan.
Kemudian dari 121 perusahaan tambang, 110 perusahaan tambang di antaranya tidak memiliki komitmen sama sekali dalam memperhatikan kesehatan warga di sekitar aktivitas pertambangannya. Bahkan tidak ada satupun perusahaan yang bisa memberikan ketegasan soal pelibatan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan aktivitas pertambangan.
Apa syarat dan kriteria UMKM dan koperasi memperoleh izin prioritas tambang?
Sesuai dengan PP No 39.2025, koperasi dan UMKM harus memenuhi verifikasi administratif, teknis, lingkungan, dan finansial untuk memperoleh izin prioritas. Verifikasi administratif bagi pemberian prioritas kepada koperasi dan UMKM dilakukan oleh menteri terkait.
Untuk teknis wilayah, pemegang saham Badan Usaha atau anggota koperasi merupakan warga negara Indonesia yang berada dalam 1 (satu) kabupaten / kota yang sama dengan lokasi WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara.
Untuk verifikasi administratif meliputi:
- Surat permohonan
- NIB dengan cakupan kegiatan usaha di bidang Usaha Pertambangan Mineral logam atau Batubara
- Susunan pengurus Koperasi
- Daftar anggota Koperasi.
Untuk verifikasi teknis meliputi:
- Daftar tenaga kerja di bidang Pertambangan
- Surat pernyataan dari pengurus Koperasi mengenai kepemilikan ahli Pertambangan dan/ atau geologi yang berpengalaman.
Untuk tanggung jawab lingkungan meliputi:
- Surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Untuk jaminan finansial meliputi:
- Bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan Eksplorasi
- Bukti pembayaran nilai kompensasi data informasi
- Surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Selanjutnya, permohonan IUP diajukan kepada Kementerian ESDM melalui sistem Online Single Submission (OSS) setelah mendapatkan prioritas WIUP.
Lalu, apa yang dimaksud dengan good mining practice?
Ini merupakah kaidah untuk menjalankan kegiatan pertambangan secara bertanggung jawab, efisien, aman, dan berkelanjutan dengan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan serta memaksimalkan manfaat bagi masyarakat dan sumber daya alam. Ada sejumlah aspek yang harus dipenuhi. Antara lain:
- Penerapan metode penambangan yang tepat dan efisien.
- Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan menjamin keselamatan serta kesejahteraan pekerja melalui APD lengkap, pelatihan, dan pengawasan ketat.
- Pengelolaan Lingkungan Hidup: Reklamasi, pascatambang, dan pemulihan ekosistem agar berfungsi kembali sesuai peruntukannya.
- Konservasi Mineral dan Batubara, seperti pemanfaatan sumber daya secara optimal dan bernilai tambah.
- Pengembangan Masyarakat dengan artisipasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang.
- Pemanfaatan Teknologi melalui penerapan teknologi yang relevan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak.
- Karut marut penambangan emas ilegal di Merangin, Jambi – Antara berkah dan petaka
- Tujuh karyawan Freeport yang terjebak di bawah tanah dipastikan meninggal dunia – ‘Begitu masuk tambang bawah tanah, saya tidak pikirkan hidup-mati’
- Nasib pulau kecil: Setelah ditambang, kini diperjualbelikan – ‘Kami dibiarkan bertahan sendirian’
- ‘Perusahaan masuk tanpa penjelasan, jadi kami anggap mereka sebagai pencuri’ – Apakah pertambangan sejahterakan orang asli Papua?
- Kisah orang asli Papua tolak blok minyak terbesar di Indonesia – Tak mau ‘tragedi bom’ 1977 terulang
- Kisah perempuan Papua di balik peristiwa viral Save Raja Ampat – ‘Biarpun ditangkap, saya tetap berjuang’
- RUU Minerba disahkan, pemerintah dan DPR batal beri konsesi tambang ke kampus – Siapa yang mengusulkan dan bagaimana awal mulanya?
- ‘Mereka yang banyak bicara itu tidak kena dampaknya’ – ‘Hidup dan mati’ di wilayah investasi Morowali di tengah minimnya wewenang gubernur dan bupati