KPK geledah rumah dinas Plt Gubernur Riau terkait kasus pemerasan

Photo of author

By AdminTekno

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Plt. Gubernur Riau, SF Hariyanto (SFH), pada Senin, 15 Desember. Tindakan ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Riau nonaktif, Abdul Wahid, di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi, membenarkan kegiatan tersebut. “Benar, tim sedang melakukan giat penggeledahan di rumah dinas SFH, Plt. Gubernur Riau,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa proses penggeledahan masih berlangsung. Budi menjelaskan lebih lanjut bahwa kegiatan ini terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau, yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada awal November lalu.

Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi yang menjelaskan secara spesifik alasan di balik penggeledahan di kediaman SF Hariyanto. Kasus inti sendiri mulai terkuak melalui OTT yang dilakukan KPK pada bulan lalu. Plt. Gubernur Riau SF Hariyanto juga belum memberikan pernyataan apapun terkait peristiwa ini.

Dalam rangkaian kasus pemerasan ini, KPK telah menetapkan beberapa individu sebagai tersangka pasca-OTT di Riau. Mereka adalah Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR Riau M. Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur, Dani M. Nursalam.

Modus operandi dalam kasus ini terungkap cukup jelas. Abdul Wahid dan para tersangka lainnya diduga kuat memeras sejumlah kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau. Mereka diindikasikan meminta “fee” sebesar 5 persen dari setiap penambahan anggaran yang diajukan untuk Dinas PUPR pada tahun 2025.

Permintaan “fee” ini berdampak signifikan pada anggaran Dinas PUPR. Anggaran yang semula hanya Rp 71,6 miliar, meningkat drastis menjadi Rp 177,4 miliar berkat penambahan anggaran. Artinya, terjadi lonjakan anggaran sebesar Rp 106 miliar, sebagian diduga dialokasikan untuk memenuhi permintaan para tersangka.

Pemberian “fee” sebesar 5 persen tersebut direalisasikan dalam tiga tahap, dengan total uang tunai sejumlah Rp 4,05 miliar yang telah diserahkan kepada Abdul Wahid dan kolega. Puncaknya, pada pemberian terakhir yang terjadi pada bulan November lalu, tim KPK berhasil membongkar praktik pemerasan ini melalui operasi tangkap tangan.

Leave a Comment