Pemerintah menetapkan aturan baru yang mengoreksi laju kenaikan upah minimum tahun lalu. Langkah itu disayangkan serikat buruh karena kenaikan upah 2026 dinilai tidak mengindahkan standar kelayakan hidup.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) resmi mengumumkan Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan yang berisi aturan terkait kenaikan upah miminum provinsi (UMP) maupun upah minimum kota/kabupaten (UMK). PP tersebut diteken kemarin.
“Alhamdulillah, PP Pengupahan telah ditandatangani oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto pada hari ini, Selasa, 16 Desember 2025,” ujar Kemnaker dalam keterangan tertulis, Selasa (16/12/2025), dilansir detikFinance.
PP tersebut disebut telah melalui kajian dan pembahasan yang panjang. Kemenaker juga menyebut telah memperhatikan aspirasi buruh.
“Setelah memperhatikan masukan dan aspirasi dari berbagai pihak, khususnya dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh, akhirnya Bapak Presiden memutuskan formula kenaikan upah sebesar Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa) dengan rentang Alfa 0,5 – 0,9,” terang Kemnaker.
Alpha merupakan indeks tertentu yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang yang ditentukan, dalam hal ini 0,5-0,9.
Kebijakan ini dinilai telah selaras dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/2023.
Perhitungan kenaikan upah minimum akan dilakukan oleh Dewan Pengupahan Daerah, untuk disampaikan sebagai rekomendasi kepada Gubernur. PP Pengupahan tersebut juga mengatur beberapa poin seperti:
– Gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan dapat menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)
– Gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan juga dapat menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).
Khusus untuk tahun 2026, Gubernur menetapkan besaran kenaikan upah selambat-lambatnya tanggal 24 Desember 2025. Kemnaker berharap kebijakan pengupahan yang dituangkan dalam PP Pengupahan tersebut menjadi kebijakan yang terbaik bagi semua pihak.
Selengkapnya, “Sah! Ini Formula Kenaikan UMP-UMK 2026”
Ditolak buruh
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Partai Buruh menolak keras Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan yang telah disahkan Presiden Prabowo Subianto pada Selasa, (16/12/2025).
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan aturan ini dinilai menurunkan standar perlindungan upah, terutama melalui perubahan definisi Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Said Iqbal menegaskan, definisi KHL seharusnya mengacu pada Permenaker Nomor 18 Tahun 2020, yang menetapkan 64 komponen KHL, seperti kebutuhan pangan, sandang, perumahan, transportasi, hingga kebutuhan dasar lainnya.
Namun dalam penjelasan Menteri Ketenagakerjaan terkait penetapan kenaikan upah minimum yang mengacu pada peraturan pemerintah tentang upah tidak menggunakan definisi KHL sebagai dimaksud Permenaker No. 18 Tahun 2020.
Akibatnya kata Iqbal KHL yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah tersebut hanya dilakukan secara sepihak oleh pemerintah dan tidak mempunyai dasar hukum. Imbasnya akan merugikan buruh.
“Siapa yang menghitung kebutuhan hidup layak itu? Apakah BPS? Apakah Dewan Ekonomi Nasional? Apakah Kemenaker? Kalau menggunakan data BPS, seharusnya menggunakan survei biaya hidup yang kita kenal dengan SBA hidup di Jakarta bisa Rp 15 juta, tidak mungkin hidup di Jakarta Rp 5 juta menurut survei biaya hidup BPS sebulannya,” kata Said dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (17/12/2025).
“Jadi, kami memandang definisi KHL yang dipaparkan oleh Menteri adalah akal-akalan saja. Seolah-olah ingin di framing atau dinarasikan bahwa upah minimum yang sudah ada di Indonesia sudah melebihi kebutuhan hidup yang layak,” tambahnya.
Penolakan lainnya juga didasarkan pada absennya dialog sosial yang bermakna, ketertutupan substansi regulasi, serta potensi kerugian serius bagi kaum buruh. Ia mengatakan buruh tidak pernah dilibatkan secara sungguh-sungguh dalam pembahasan substansi aturan.
“Buruh tidak pernah diajak berdiskusi untuk merumuskan PP Pengupahan ini. Yang terjadi hanyalah sosialisasi sepihak, itu pun hanya satu kali di Dewan Pengupahan. Tidak ada dialog, tidak ada pembahasan mendalam,” katanya.
Minim keterbukaan
KSPI juga menyoroti fakta bahwa hingga saat ini isi lengkap PP Pengupahan tidak pernah disampaikan secara terbuka kepada serikat pekerja. Sosialisasi yang diklaim pemerintah hanya dilakukan satu kali, yakni pada 3 November 2025, tanpa ruang untuk perdebatan substantif ataupun perbaikan bersama.
Terkait isu indeks tertentu dalam rentang 0,5-0,9, KSPI menegaskan bahwa angka 0,9 merupakan batas tertinggi dan satu-satunya nilai yang masih dapat diterima buruh. KSPI sebelumnya telah mengajukan empat opsi indeks, dengan rentang 0,7-0,9.
“Jadi kami bisa menerima 0,5-0,9, karena 0,9-nya sudah sesuai usulan KSPI. 0,5-nya yang interval terbawah atau range ter bawahnya, ya sedikit diturunkan, kami bisa terima. Tetapi dengan catatan,” ujarnya.
Catatannya, buruh tetap memperjuangkan agar menggunakan angka tertinggi 0,9 untuk digunakan sebagai penghitungan UMP di daerah-daerah.
“Catatannya adalah KSPI akan menyerukan dan menginstruksikan seluruh buruh di Indonesia agar berjuang di Dewan Pengupahan, meminta pada Gubernur, meminta pada Bupati dan Wali Kota, indeks tertentu nya 0,9,” ujar Said.
Selain itu, KSPI juga menuntut diberlakukannya kembali upah minimum sektoral tahun 2026, sebagai instrumen perlindungan bagi buruh di sektor-sektor dengan tingkat risiko dan produktivitas tinggi.
Baca, Detiknews Selengkapnya, “Alasan Buruh Tolak Keras Aturan Kenaikan Upah yang Diteken Prabowo”
ind:content_author: Detik