
Sebanyak 17 orang terdakwa kasus penganiayaan hingga menewaskan Prada Lucky Namo, divonis 9 tahun bagi Perwira dan 6 tahun penjara bagi Bintara dan Tamtama.
Selain itu, ditambah juga berupa pemecatan dari dinas militer Cq TNI Angkatan Darat.
“Para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana yang dalam dinas dengan sengaja memukul seorang bawahan dan dengan cara menyakitinya dan menyebabkan mati yang dilakukan secara bersama-sama,” kata Ketua Majelis Hakim Mayor Chk Subiyanto di ruang sidang, dilansir Antara, Rabu (31/12).
Sidang digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan agenda pembacaan putusan atas perkara 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 yang melibatkan 17 orang terdakwa.
Sebanyak 17 orang terdakwa itu yakni:
Majelis hakim dalam amar putusannya memidanakan terdakwa 1 sampai 7 dan terdakwa 9 hingga 15 dan 17 (berpangkat Bintara dan Tamtama) dalam pidana pokok penjara selama 6 tahun dikurangi masa tahanan sementara, dan menjatuhkan pidana tambahan dipecat dari dinas militer.
Sedangkan terdakwa 8 dan 16 (berpangkat perwira) dalam pidana pokok dipenjara selama 9 tahun dikurangi masa tahanan sementara, dan menjatuhkan pidana tambahan dipecat dari dinas militer.
Kedua perwira tersebut yakni Letda Inf. Made Juni Arta Dana dan Letda Inf. Achmad Thariq Al Qindi Singajuru S.Tr. (Han), keduanya merupakan komandan peleton (danton).
Biaya Restitusi Rp 32 Juta
Majelis hakim juga membebankan para terdakwa untuk membayar restitusi kepada keluarga almarhum Prada Lucky Namo maisng-masing sebesar Rp 32.036.768.
“Apabila tidak dibayar dalam waktu 30 hari setelah adanya keputusan berkekuatan hukum tetap maka Oditur Militer memerintahkan para terdakwa untuk melaksanakan pemberian restitusi paling lambat 14 hari setelah berita tersebut diterima. Apabila dalam waktu yang ditetapkan tidak dilaksanakan, maka Oditur Militer menyita harta kekayaan para terdakwa untuk memenuhi restitusi, dan apabila harta kekayaan para terdakwa tidak mencukupi untuk pembayaran restitusi maka akan diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan,” ujar Mayor Subiyanto dalam persidangan yang terbuka untuk umum, dan juga dihadiri sanak keluarga korban maupun para terdakwa.
Usai membacakan putusan tersebut, Ketua Majelis Hakim Mayor Chk Subiyanto menanyakan kembali kepada para terdakwa guna memperjelas amar putusan tersebut.
Setelah berembuk penasihat hukum terdakwa menyatakan pikir-pikir. Pihak Oditur Militer pun menyatakan hal yang sama.
Tenggang waktu pikir-pikir selama 14 hari, untuk mengajukan banding atau menerima putusan tersebut.

Vonis majelis hakim ini sama dengan tuntutan Oditur Militer yang dibacakan pada sidang terdahulu, 10 Desember 2025,
Majelis hakim sependapat dengan pihak Oditur militer yang merujuk pada Pasal 131 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang mengatur tentang penganiayaan oleh militer terhadap bawahan, dan dari fakta-fakta persidangan baik keterangan terdakwa, saksi, ahli dan bukti petunjuk yang menunjukkan adanya tindak pidana dan telah memenuhi unsur.
Dalam persidangan tersebut, Mayor Subiyanto didampingi dua orang anggota majelis hakim yakni Kapten Chk Denis C. Napitupulu, dan Kapten Chk Zainal Arifin A. Yulianto.
Sedangkan Pengacara terdakwa yakni Mayor Chk Gatot Subur, dan Letda Chk Benny Suhendra Las Baun.
Sementara itu Oditur Militer yakni Letkol Chk Yusdiharto, Letkol Chk Alex Pandjaitan dan Mayor Chk Wasinton Marpaung.
Perkara dugaan penganiayaan berat yang berujung tewasnya Prada Lucky Namo itu melibatkan 22 orang terdakwa yang dikemas dalam tiga Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yakni BAP seorang terdakwa (Danki A), BAP 17 orang terdakwa, dan BAP empat orang terdakwa.
Perkara Nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan terdakwa Danki A Yonif TP 834/WM Lettu Inf Ahmad Faisal, perkara Nomor 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan 17 orang terdakwa, dan perkara Nomor 42-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan empat terdakwa yakni Sertu Thomas Desamberis Awi, Sertu Andre Mahoklory, Pratu Poncianus Allan Dadi, dan Pratu Rofinus Sale.
Sidang lanjutan dengan agenda putusan majelis hakim atas Perkara Nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 dan perkara Nomor 42-K/PM.III-15/AD/X/2025 juga dijadwalkan hari ini.
Prada Lucky dianiaya seniornya di Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere di Kabupaten Nagekeo Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan dalil pembinaan. Ia sempat dirawat di puskesmas kemudian dirujuk ke rumah sakit hingga mengembuskan napas terakhir pada 6 Agustus 2025.
Sedangkan pola pembinaan keras yang berujung korban tewas itu disebut-sebut berkaitan dengan dugaan penyimpangan seksual (LGBT) yang melibatkan Prada Lucky dan Prada Richard.