Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan respons atas gelombang aspirasi masyarakat Kabupaten Pati yang menggelar aksi “long march” menuju kantor Pos. Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa biasa, melainkan pengiriman surat massal kepada KPK yang mendesak penetapan Bupati Pati Sudewo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi. Nama Sudewo sendiri telah ikut terseret dalam pusaran kasus dugaan suap terkait pembangunan jalur kereta api pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Senin (25/8) menyatakan bahwa pihaknya memandang aksi tersebut sebagai manifestasi harapan dan dukungan kuat dari masyarakat terhadap upaya KPK dalam menuntaskan perkara ini. “Pada prinsipnya kami melihat itu menjadi harapan dan dukungan masyarakat kepada KPK untuk menangani perkara tersebut,” ujar Budi.
Kasus ini menjadi sorotan utama karena bersinggungan langsung dengan kepentingan publik yang luas, khususnya dalam sektor transportasi kereta api. Moda transportasi ini, yang menjadi urat nadi mobilisasi masyarakat dari satu kota ke kota lain, menempatkannya sebagai salah satu area fokus utama KPK dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. “Kereta api ini kan juga menjadi salah satu moda utama masyarakat untuk mobilisasi dari kota ke kota lainnya. Tentu ini juga menjadi salah satu fokus area KPK dalam upaya pemberantasan korupsi,” jelas Budi lebih lanjut.
Pada hari yang sama, ratusan warga Kabupaten Pati yang tergabung dalam Masyarakat Pati Bersatu membanjiri Alun-Alun Pati sejak sekitar pukul 08.00 WIB. Setelah berkumpul, mereka berbondong-bondong menuju posko Penggalangan Donasi Demo KPK yang berlokasi di depan Kantor Bupati Pati untuk secara kolektif menyusun surat-surat yang akan dikirimkan kepada lembaga antirasuah tersebut.
Koordinator Masyarakat Pati Bersatu, Teguh Istiyanto, menegaskan bahwa aksi yang mereka lakukan bukanlah demonstrasi dalam artian lazim, melainkan sebuah aksi damai yang bertujuan menyurati KPK. Tujuan utamanya adalah mendesak agar Bupati Sudewo segera diusut tuntas terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. “Ini bukan demo. Ini cuma mengirim surat ke KPK melalui kantor Pos,” tegas Teguh.
Kasus Sudewo
KPK sebelumnya telah mengindikasikan bahwa Sudewo adalah salah satu pihak yang diduga kuat menerima aliran dana haram dari kasus dugaan suap proyek jalur kereta api pada DJKA Kemenhub. Penerimaan uang tersebut diduga terjadi saat ia masih aktif menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Nama Sudewo secara gamblang muncul setidaknya dalam dua surat dakwaan penting. Yaitu, dalam dakwaan terhadap Putu Sumarjaya, yang kala itu menjabat sebagai Kepala Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Jawa Bagian Tengah (BTP Jabagteng), dan Bernard Hasibuan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jabagteng. Hal ini menguatkan dugaan keterlibatannya dalam jaringan suap tersebut.
Dakwaan Suap Jalur Kereta Api
Dalam dakwaan Putu Sumarjaya, Sudewo tercatat dengan nama Sudewa sebagai Anggota Komisi V DPR. Menariknya, merujuk pada situs resmi KPK, laporan harta kekayaan atas nama Sudewa juga terdaftar sebagai Bupati Pati. Ini menunjukkan adanya konsistensi identitas dalam dokumen resmi dan dakwaan.
Kembali pada surat dakwaan, Sudewo disebut-sebut turut serta secara bersama-sama menerima suap dengan total nilai fantastis, mencapai Rp 18.396.056.750. Suap ini berkaitan erat dengan Paket Pekerjaan Pembangunan Jalur Ganda KA antara Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso KM. 96+400 SD KM.104+900 (JGSS-06), sebuah proyek infrastruktur vital.
Perbuatan melawan hukum ini dilakukan oleh Sudewo bersama-sama dengan Putu Sumarjaya, Bernard Hasibuan, Risna Sutriyanto (Kelompok Kerja Pemilihan Barang/Jasa pada Biro Layanan Pengadaan dan Pengelolaan Barang Milik Negara Kementerian Perhubungan), Medi Yanto Sipahutar (pemeriksa madya BPK), Wahyudi Kurniawan, dan Muhammad Suryo. Keterlibatan banyak pihak menunjukkan adanya praktik korupsi yang terstruktur.
Sudewo Diduga Dapat Jatah 0,5 Persen
Lebih rinci dalam dakwaan disebutkan, Sudewo diduga mendapatkan jatah sebesar 0,5 persen dari total nilai proyek sebesar Rp 143,5 miliar. Angka ini menggambarkan porsi yang signifikan dari proyek tersebut.
Secara spesifik, Sudewo disebut menerima uang tunai sebesar Rp 720 juta pada September 2022. Penerimaan uang ini berasal dari Dion Renato Sugiarto, yang disalurkan melalui Doddy Febriatmoko (Staf Dion Renato Sugiarto) atas arahan Harno Trimadi (Direktur Prasarana Perkeretaapian, DJKA Kemenhub) dan Bernard Hasibuan, serta sepengetahuan Putu Sumarjaya. Jaringan penerima suap ini menunjukkan koordinasi yang terencana.
Sementara itu, Putu Sumarjaya telah dijatuhi hukuman 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang. Namun, jaksa penuntut umum kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut, menunjukkan bahwa proses hukum masih terus berjalan.
Merujuk pada salinan putusan banding Putu Sumarjaya, dalam salah satu poin pertimbangan, jaksa mengutip putusan Pengadilan Tipikor Semarang. Poin tersebut secara eksplisit membahas penerimaan commitment fee yang diterima oleh para pelaku turut serta, di mana salah satu nama yang disebutkan adalah Sudewo (Sudewa). Ini semakin menguatkan dugaan keterlibatannya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi yang disampaikan oleh Sudewo terkait semua tudingan dan dugaan yang mengarah kepadanya.
Ringkasan
Warga Kabupaten Pati melakukan aksi “long march” dan mengirim surat massal ke KPK, mendesak penetapan Bupati Pati, Sudewo, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pembangunan jalur kereta api pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA). KPK menanggapi aksi tersebut sebagai dukungan masyarakat untuk menuntaskan perkara ini, mengingat pentingnya transportasi kereta api sebagai fokus utama pemberantasan korupsi.
Sudewo diduga menerima aliran dana haram saat menjabat sebagai anggota DPR RI, dengan total suap mencapai Rp 18.396.056.750 dari proyek pembangunan jalur ganda KA Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso. Ia diduga mendapatkan jatah 0,5 persen dari total nilai proyek, menerima Rp 720 juta pada September 2022. Nama Sudewo juga tercantum dalam dakwaan Putu Sumarjaya, yang sudah divonis 5 tahun penjara, namun belum ada keterangan resmi dari Sudewo terkait tudingan ini.