Ratusan warga membanjiri Alun-Alun Pati pada Senin (25/8) pagi dengan satu tuntutan bulat: mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menetapkan Bupati Pati Sudewo sebagai tersangka. Aksi damai ini merupakan bentuk desakan serius dari masyarakat agar orang nomor satu di Pati itu bertanggung jawab atas dugaan kasus suap yang melibatkan proyek strategis. Dengan antusiasme tinggi, mereka berbondong-bondong berkumpul untuk menyuarakan aspirasi ini secara serentak.
Titik kumpul utama berada di posko Penggalangan Donasi Demo KPK yang didirikan di depan Kantor Bupati Pati. Di sana, warga secara bergotong royong menulis surat-surat resmi yang ditujukan kepada lembaga antirasuah tersebut. Usai merampungkan surat-surat desakan, massa kemudian bergerak dalam formasi long march menuju Kantor Pos Pati Kota yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman No. 61, Desa Ngarus, Kecamatan Pati, untuk mengirimkan aspirasi mereka.
Koordinator Masyarakat Pati Bersatu, Teguh Istiyanto, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar demonstrasi, melainkan sebuah aksi damai yang berfokus pada pengiriman surat ke KPK. “Ini bukan demo. Ini cuma mengirim surat ke KPK melalui kantor Pos,” ujar Teguh, menyoroti tujuan utama gerakan tersebut. Ia menekankan bahwa inisiatif ini murni berasal dari warga Kabupaten Pati yang merasa muak dengan kepemimpinan Bupati Pati Sudewo yang dinilai arogan, serta mendesak KPK untuk mengusut tuntas dugaan kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
Kantor Pos Dipenuhi Massa Aksi
Setibanya di Kantor Pos Pati pada Senin siang, kerumunan massa langsung memadati area tersebut. Pemandangan mencolok terlihat dari beragam alat peraga aksi yang mereka bawa. Spanduk dan poster bertuliskan pesan-pesan tegas seperti “KPK Tangkap Sudewo“, “Surat Cinta untuk KPK“, dan “KPK Jangan Sampai Masuk Angin” terpampang jelas, merefleksikan urgensi tuntutan mereka terhadap lembaga antirasuah.
Maria (23), salah satu warga dari Kecamatan Gembong, mengungkapkan alasannya bergabung dalam aksi ini. “Tuntutannya (dugaan) koruptor harus ditindak, harus ditangkap secepatnya,” tegasnya, menyuarakan kekesalannya atas potensi pemimpin yang terlibat dalam korupsi. Ia bahkan datang jauh-jauh ke Kecamatan Pati dengan biaya pribadi, dan secara tegas membantah tudingan bahwa aksi ini ditunggangi kepentingan politik atau dibayar. “Ini pakai biaya pribadi. Kata buzzer yang menyebut aksi bayaran itu tidak ada. Tadi saya bayar Rp 14 ribu,” jelas Maria, membuktikan kemurnian gerakan masyarakat.
Berikut potret penuh sesak kantor pos:
Donasi Warga Pati Capai Rp 148 Juta
Selain pengiriman surat, Masyarakat Pati Bersatu juga menginisiasi penggalangan donasi untuk mendukung rencana demonstrasi besar di gedung KPK di Jakarta. Tujuan utamanya tetap sama: mendesak penetapan Bupati Pati Sudewo sebagai tersangka. Sejak 19 Agustus 2025 hingga 24 Agustus 2025, dana yang terkumpul secara sukarela dari masyarakat telah mencapai angka fantastis, yakni Rp 148.625.999. Teguh Istiyanto menyampaikan apresiasi tinggi atas tingginya antusiasme warga yang mempercayakan donasinya. “Tadi malam jam 00.00 kita sudah berhasil menghitung hariannya. Tadi malam itu dapatnya Rp 31 jutaan. Detailnya di papan itu. Totalnya sampai hari ini ada sekitar Rp 148 juta,” ujar Teguh. Ia menambahkan, meskipun jumlah pasti peserta aksi ke Jakarta masih akan dikoordinasikan, setidaknya sudah ada 500 orang yang menyatakan kesiapan untuk turut serta.
Respons KPK
Menanggapi desakan publik ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan respons positif. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Senin (25/8) mengungkapkan, “Pada prinsipnya kami melihat itu menjadi harapan dan dukungan masyarakat kepada KPK untuk menangani perkara tersebut ya.” Budi menegaskan bahwa KPK memang tengah serius mengusut dugaan kasus suap pembangunan jalur kereta api di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Kasus ini menjadi perhatian khusus karena menyangkut kepentingan publik yang luas, mengingat kereta api merupakan moda transportasi vital bagi mobilitas masyarakat. “Kereta api ini kan juga menjadi salah satu moda utama masyarakat untuk mobilisasi dari kota ke kota lainnya. Tentu ini juga menjadi salah satu fokus area KPK dalam upaya pemberantasan korupsi,” imbuhnya, menegaskan komitmen KPK.
Kasus Sudewo
Fokus penyelidikan KPK terhadap Bupati Pati Sudewo bukan tanpa alasan. KPK telah mengungkap bahwa Sudewo diduga kuat menerima aliran dana dari kasus suap proyek jalur kereta api DJKA Kemenhub, khususnya saat ia masih menjabat sebagai anggota DPR RI. Namanya secara eksplisit tercantum dalam dakwaan perkara, termasuk dakwaan terhadap Putu Sumarjaya selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Jawa Bagian Tengah (BTP Jabagteng) dan Bernard Hasibuan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jabagteng. Menariknya, di situs KPK, laporan harta kekayaan Sudewo tercatat atas nama “Sudewa” selaku Bupati Pati.
Lebih lanjut, dakwaan tersebut menyebutkan bahwa Sudewo diduga turut serta menerima total suap sebesar Rp 18.396.056.750 terkait Paket Pekerjaan Pembangunan Jalur Ganda KA antara Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso KM. 96+400 SD KM.104+900 (JGSS-06). Perbuatan ini disinyalir dilakukan bersama-sama dengan Putu Sumarjaya, Bernard Hasibuan, Risna Sutriyanto (Kelompok Kerja Pemilihan Barang / Jasa (pokja) pada Biro Layanan Pengadaan dan Pengelolaan Barang Milik Negara (LPPBMN) Kementerian Perhubungan), Medi Yanto Sipahutar (pemeriksa madya BPK), Wahyudi Kurniawan, dan Muhammad Suryo.
Sudewo Dapat Jatah 0,5 Persen
Dalam rincian dakwaan, terungkap bahwa Sudewo diduga mendapatkan jatah sebesar 0,5 persen dari nilai proyek senilai Rp 143,5 miliar. Secara konkret, ia disebut menerima uang tunai sebesar Rp 720 juta pada September 2022 dari Dion Renato Sugiarto. Penyerahan uang tersebut melalui Doddy Febriatmoko (Staf Dion Renato Sugiarto) atas arahan Harno Trimadi (Direktur Prasarana Perkeretaapian, DJKA Kemenhub) dan Bernard Hasibuan, serta atas sepengetahuan Putu Sumarjaya.
Sebagai informasi, Putu Sumarjaya sendiri telah divonis 5 tahun penjara oleh Hakim pada Pengadilan Tipikor Semarang, sebuah putusan yang kemudian diajukan banding oleh jaksa. Salinan putusan banding Putu Sumarjaya juga memperkuat dugaan ini, dengan mengutip pertimbangan mengenai penerimaan commitment fee yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk Sudewo (atau Sudewa).
Hingga saat artikel ini ditulis, belum ada keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Bupati Pati Sudewo terkait dugaan-dugaan yang mengarah kepadanya.