Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haji dan Umrah menjadi Undang-Undang. Keputusan penting ini tercapai melalui kesepakatan bulat dalam Rapat Paripurna DPR, menandai langkah signifikan dalam perbaikan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia.
Momen pengesahan berlangsung dinamis ketika Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, mengajukan pertanyaan krusial kepada para anggota pada Selasa (26/8). “Apakah Undang-undang tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomor 8 tahun 2019 tentang perjalanan haji dan umrah dapat setuju untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanyanya. Sontak, jawaban “Setuju” menggema serempak dari seluruh anggota DPR yang hadir, menandakan dukungan penuh terhadap revisi regulasi ini.
Sebelum penetapan undang-undang ini, Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menyampaikan laporan Panja (Panitia Kerja) yang menjadi landasan pertimbangan. Dalam laporannya, Marwan menekankan bahwa revisi undang-undang ini sangat dibutuhkan demi peningkatan pelayanan haji yang lebih komprehensif dan berkualitas bagi seluruh jemaah.
Secara spesifik, peningkatan pelayanan yang diharapkan mencakup berbagai aspek vital bagi jemaah haji. Mulai dari sektor akomodasi, konsumsi, transportasi, hingga pelayanan kesehatan, baik saat berada di tanah air maupun di Tanah Suci Makkah. Tak hanya itu, perbaikan juga diprioritaskan untuk pelayanan di Armuzna, yaitu Arafah, Muzdalifah, dan Mina, yang merupakan puncak rangkaian ibadah haji dan membutuhkan perhatian ekstra.
Perubahan signifikan lainnya yang disepakati adalah transformasi kelembagaan penyelenggara. Badan Pengelola (BP) Haji kini akan diubah bentuknya menjadi sebuah kementerian haji dan umrah. Kesepakatan krusial ini merupakan hasil dari musyawarah antara Panja Komisi VIII DPR RI dengan Panja Pemerintah RI, yang bertujuan untuk memperkuat struktur dan efektivitas pengelolaan haji dan umrah di masa mendatang.