Ramalan Ekonom Mandiri: Tantangan Berat Perbankan di 2025!

Photo of author

By AdminTekno

Kita Tekno – JAKARTA. Memasuki paruh kedua tahun 2025, sektor perbankan diproyeksikan akan menghadapi berbagai tantangan signifikan yang turut mewarnai dinamika perekonomian nasional. Kondisi ini menuntut kesiapan dan strategi adaptif dari pelaku industri.

Menurut pandangan Andry Asmoro, Chief Economist Bank Mandiri, lanskap tantangan yang membayangi sektor perbankan pada paruh kedua tahun 2025 ini diperkirakan tidak akan jauh berbeda dengan apa yang telah dihadapi pada semester sebelumnya.

Salah satu fokus utama yang disoroti Andry adalah pentingnya bagi perbankan untuk secara cermat menjaga kualitas aset mereka. Mitigasi dan pengelolaan risiko penurunan kualitas aset menjadi krusial, terutama pada segmen consumer dan MSME (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).

Segmen-segmen tersebut belakangan ini menunjukkan peningkatan rasio kredit macet (NPL), menandakan perlunya strategi proaktif dari perbankan untuk melindungi portofolio mereka. “Jika kita amati, tekanan terhadap penurunan kualitas aset memang terasa pada segmen-segmen di bawah, yaitu consumer, mikro, dan SME. Penting sekali bagaimana perbankan dapat mengelola atau memitigasi risiko tersebut,” ungkap Andry dalam acara Economic Outlook Q3 2025 yang diselenggarakan oleh Tim Office of Chief Economist Bank Mandiri dan Mandiri Sekuritas, Kamis (28/8/2025).

Tantangan berikutnya yang tak kalah vital adalah kemampuan perbankan untuk menjaga stabilitas likuiditas. Keterbatasan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi faktor utama yang memerlukan perhatian serius dari institusi keuangan.

Fenomena ini terjadi seiring dengan semakin beragamnya pilihan masyarakat dalam menempatkan dananya, beralih ke berbagai instrumen investasi menarik lainnya seperti emas, aset kripto, saham, obligasi, dan properti, yang menawarkan potensi imbal hasil berbeda. Selain itu, Andry juga menyoroti munculnya fenomena ‘makan tabungan’, yakni kondisi di mana individu terpaksa menguras dana tabungannya untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari akibat pendapatan yang tidak mencukupi. Situasi ini tentu saja berpotensi lebih lanjut menekan pertumbuhan DPK perbankan. “Saya rasa, jika kita berfokus pada kuartal ketiga, fenomena ‘makan tabungan’ ini masih akan relatif terjadi,” imbuhnya.

Meski dihadapkan pada sejumlah tantangan tersebut, Dian Ayu Yustina, Head of Macroeconomics and Financial Market Research Bank Mandiri, melihat adanya secercah harapan bagi sektor perbankan. Ia meyakini bahwa ke depan, masih terbuka lebar peluang untuk pertumbuhan intermediasi perbankan.

Optimisme ini didasari oleh adanya dukungan dari berbagai kebijakan akomodatif dan ekspansif yang berpotensi mendorong peningkatan likuiditas di pasar keuangan. Contoh kebijakan tersebut meliputi pelonggaran moneter, seperti potensi penurunan suku bunga acuan dan pengurangan penerbitan SRBI. Selain itu, pemberian insentif seperti KLM dan RPIM, serta kebijakan stimulus dan akselerasi realisasi proyek pemerintah, juga akan berkontribusi signifikan.

Dian juga menyoroti harga komoditas sebagai faktor peluang yang menjanjikan. “Meskipun kita menyaksikan adanya penurunan harga komoditas, levelnya masih berada di atas kondisi pra-pandemi. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di sektor komoditas seharusnya masih mampu mempertahankan margin dan aliran kas (cash flow) yang kuat. Hal ini pada gilirannya dapat menjadi sumber likuiditas penting bagi perbankan di masa mendatang,” paparnya dalam kesempatan yang sama.

Terakhir, peluang intermediasi perbankan juga diperkirakan akan tumbuh signifikan dari sektor-sektor yang menunjukkan resiliensi tinggi, misalnya sektor informasi dan komunikasi, makanan dan minuman (F&B), jasa kesehatan, serta kawasan industri, dan lainnya.

Daftar Isi

Ringkasan

Menurut Ekonom Mandiri, Andry Asmoro, perbankan pada paruh kedua tahun 2025 akan menghadapi tantangan serupa dengan semester sebelumnya, terutama dalam menjaga kualitas aset, khususnya pada segmen konsumer dan UMKM yang menunjukkan peningkatan kredit macet. Stabilitas likuiditas juga menjadi perhatian utama karena pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terbatas akibat peralihan investasi masyarakat dan fenomena ‘makan tabungan’.

Meskipun demikian, Dian Ayu Yustina dari Bank Mandiri melihat adanya peluang pertumbuhan intermediasi perbankan didukung oleh kebijakan akomodatif dan ekspansif seperti pelonggaran moneter dan insentif pemerintah. Harga komoditas yang masih relatif tinggi serta resiliensi sektor informasi dan komunikasi, makanan dan minuman, jasa kesehatan, dan kawasan industri juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan bagi perbankan.

Leave a Comment