PIKIRAN RAKYAT – Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya telah menetapkan enam tersangka terkait serangkaian aksi demonstrasi di Jakarta yang berujung pada kerusuhan. Insiden yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025 ini diduga melibatkan penghasutan terhadap pelajar, termasuk anak di bawah umur, untuk berpartisipasi dalam aksi anarkis yang berakhir ricuh di depan Gedung DPR/MPR RI.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa para tersangka memiliki peran berbeda dalam menyebarkan ajakan hingga memicu eskalasi kekerasan. Dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu, 3 September 2025, Ade Ary secara khusus menyoroti salah satu tersangka. “Peran tersangka DMR (Delpedro Marhaen) adalah diduga melakukan kolaborasi dengan akun Instagram lainnya untuk menyebarkan ajakan agar pelajar jangan takut untuk aksi,” ujarnya, menggarisbawahi upaya terkoordinasi dalam mobilisasi massa.
Identitas dan peran keenam tersangka kini telah diungkap oleh pihak kepolisian, menunjukkan jaringan yang terstruktur dalam melancarkan aksi kerusuhan:
- Delpedro Marhaen (DMR), Direktur Lokataru Foundation, diduga kuat berkolaborasi dengan sejumlah akun media sosial untuk menyebarkan ajakan demonstrasi.
- Syahdan Husein (SH), admin Instagram @gejayanmemanggil, bersama Khariq Anhar (KA), admin @aliansimahasiswapenggugat, dan MS, admin @BPP, diduga ikut menyebarkan ajakan provokatif yang mendorong perusakan fasilitas umum.
- RAP, admin Instagram @RAP, memiliki peran lebih signifikan dengan membuat tutorial pembuatan bom molotov serta berperan sebagai koordinator kurir logistik dalam aksi tersebut.
- FL, admin TikTok @FG, diduga menyiarkan aksi secara langsung atau live streaming sekaligus mengajak para pelajar untuk turut serta dalam demonstrasi.
Aspek paling mengkhawatirkan dari kasus ini adalah dugaan keterlibatan anak di bawah umur. Kombes Pol Ade Ary menegaskan bahwa sebagian besar massa aksi merupakan pelajar yang masih berstatus anak. Mereka diduga sengaja dilibatkan dalam peristiwa yang sarat kekerasan tanpa perlindungan yang memadai. “Pelajar sebagian adalah anak, dilibatkan dan diajak dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa,” imbuhnya, menyoroti pelanggaran hak anak yang terjadi.
Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis yang menunjukkan seriusnya pelanggaran hukum yang dilakukan. Pasal-pasal tersebut meliputi Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 87 juncto Pasal 76H juncto Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Anak, serta Pasal 45A ayat 3 juncto Pasal 28 Undang-Undang ITE tentang penyebaran informasi bohong yang berpotensi menimbulkan kerusuhan. Kasus ini terjadi di beberapa lokasi strategis, termasuk sekitar Gedung DPR/MPR RI, kawasan Gelora Tanah Abang, Jakarta Pusat, dan titik-titik lainnya, yang semuanya bermula sejak 25 Agustus 2025.