Melalui pesanan makanan dan minuman untuk pengemudi ojek daring, warga Asia Tenggara melampaui batas-batas negara, menyatukan diri atas nama kemanusiaan dalam serangkaian aksi di Indonesia. Kepedulian ini berakar dari pengalaman menghadapi problematika serupa di negara masing-masing, dengan media sosial berperan krusial dalam menyebarluaskan semangat tersebut.
Gelombang unjuk rasa masif melanda berbagai kota di Indonesia selama sepekan, tepatnya 25-31 Agustus 2025. Awalnya, protes-protes ini dipicu oleh isu gaji dan tunjangan anggota DPR yang dianggap tidak proporsional, serta semakin sulitnya mencari pekerjaan. Namun, situasi memanas secara drastis pada 28 Agustus 2025, ketika Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek daring, meninggal dunia setelah terlindas kendaraan taktis polisi.
Insiden tragis ini sontak mengetuk hati nurani warga dari sejumlah negara Asia Tenggara, meliputi Malaysia, Filipina, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand. Sebagai respons, tagar SEAblings mulai bergaung di berbagai platform media sosial, dihiasi dengan modifikasi warna pink-hijau-biru yang saat ini menjadi simbol perlawanan.
Di Malaysia, misalnya, sekelompok individu yang tergabung dalam Mandiri Malaysia menggelar unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur pada Selasa (02/09). Amir Hadi, pengarah eksekutif Mandiri Malaysia, menegaskan bahwa aksi ini adalah bentuk solidaritas tulus terhadap para demonstran di Indonesia. Ia menjelaskan, solidaritas ini muncul dari ikatan serumpun yang kuat, mencakup kesamaan bahasa, budaya, dan sejarah.
Rasa kebersamaan sebagai bangsa yang bersaudara ini, lanjut Amir, memunculkan empati mendalam, meskipun sesekali muncul percikan konflik, misalnya karena rivalitas dalam sepak bola atau perbedaan produk budaya. Di samping itu, Malaysia sendiri tengah menghadapi masalah pelik terkait kematian Zara Qairina akibat perundungan, yang merupakan cerminan dari ketidakadilan sistemik. Janji reformasi yang digembar-gemborkan pemerintah pun tak kunjung terwujud, mendorong masyarakat kecil untuk terus berjuang melawan elite penguasa.
“Faktor-faktor ini membuat kami merasa dekat dengan apa yang tengah dialami oleh rakyat Indonesia,” ujar Amir, menjelaskan landasan kuat di balik aksi solidaritas mereka.
Bagaimana solidaritas dari luar negeri bermula?
Di tengah riuhnya informasi terkini mengenai aksi unjuk rasa yang tak henti, akun X milik @barengwarga melontarkan ucapan terima kasih kepada Yammi, pemilik akun @sighyam. Apresiasi ini disampaikan karena Yammi, seorang warga Thailand, telah menunjukkan solidaritasnya dengan membantu para pengemudi ojek daring di Indonesia, yakni dengan membelikan mereka makanan dan minuman melalui aplikasi pesanannya.
Baca juga:
- Mengapa para demonstran Thailand mengikuti taktik unjuk rasa di Hong Kong?
- Perbedaan ‘salam 3 jari’ Indonesia dan Thailand
Dalam unggahannya, Yammi tak hanya membagikan panduan rinci mengenai cara memesan makanan dan minuman dengan tujuan Jakarta, tetapi juga mengajak warga di luar Indonesia untuk berdonasi kebutuhan medis melalui aplikasi ojek daring yang sama. Tanpa menunggu waktu lama, inisiatif Yammi langsung disambut antusias oleh banyak warga Singapura dan Malaysia. Tidak ketinggalan, warga Filipina dan Brunei Darussalam juga turut berkontribusi dengan cara yang serupa, memperluas gelombang kebaikan lintas negara.
Tara (34), seorang warga yang tinggal di Cebu, Filipina, menuturkan bahwa solidaritasnya terhadap para pengemudi ojek daring ini timbul dari pengalaman pribadi saat berlibur di Indonesia. “Saya berkeliling Asia Tenggara baru-baru ini, termasuk Indonesia, dan selalu menggunakan ojek daring. Mereka selalu ramah. Saya merasa, saya harus membantu mereka. Cara yang bisa saya lakukan saat ini adalah mengirimkan makanan,” ungkap Tara kepada wartawan Riana A Ibrahim dari BBC News Indonesia. Ia juga mengaku sangat terinspirasi oleh pergerakan masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan yang berani menyuarakan ketidakadilan dan menentang pemerintah yang korup.
Terinspirasi, Tara kemudian mulai memikirkan cara agar warga Filipina lainnya juga dapat turut serta dalam gelombang solidaritas ini. Meskipun sempat menghadapi kendala bahasa, ia tak menyerah dan berupaya keras melalui media sosial untuk mendapatkan instruksi dalam Bahasa Indonesia, yang kemudian ia teruskan kepada para pengemudi ojek daring. Terkadang, ia bahkan menerjemahkannya kembali ke dalam bahasa Filipina agar lebih mudah dipahami oleh rekan-rekan sebangsanya.
Tak hanya panduan, Tara juga aktif mendorong agar pengiriman pesanan solidaritas tidak hanya terpusat di Jakarta, melainkan juga meluas ke daerah-daerah lain. Alhasil, pesanan-pesanan dari Filipina, Jepang, dan Hong Kong pun mulai menjangkau kota-kota seperti Bali hingga Makassar. “Sejak awal, saya terpikir melakukan ini. Kemudian, saya melihat semua orang melakukannya. Jadi, saya pikir kami sepemikiran. Ternyata tidak hanya di Asia Tenggara. Ada Jepang, Swedia, sampai Amerika Serikat, mungkin mereka pakai VPN ya,” ucap Tara, menunjukkan skala global dari aksi ini.
Di sisi lain, Taufik, seorang pengemudi ojek daring yang ditemui di kawasan Batu Sari, Jakarta Barat, menyampaikan rasa terima kasih dan mengaku sangat terbantu dengan adanya pesanan dari luar negeri tersebut. “Orderan kan sepi. Ini ngebantu banget. Terus buat kita makanannya, juga jadi makin ngebantu,” ujarnya, yang pernah memperoleh pesanan solidaritas yang tujuannya ke Hotel Shangrilla Jakarta, sebuah bukti nyata dampak positif dari gelombang kebaikan ini.
Apa yang memantik solidaritas lintas negara?
Tara menceritakan bahwa kabar mengenai situasi di Indonesia ia peroleh melalui platform TikTok dan Instagram. “Awalnya, sulit dimengerti karena tidak ada terjemahan dalam bahasa Inggris. Tapi kemudian ada yang menjelaskan dengan terjemahan dan ada utas dari mahasiswa juga yang membuat saya mulai paham masalahnya,” jelas Tara. Menurutnya, Filipina juga memiliki permasalahan yang serupa. “Kita semua orang baik, bahkan dalam situasi sulit sekalipun. Hanya saja pemerintah kita sama buruk dan korupnya,” kata Tara, merefleksikan kesamaan tantangan yang dihadapi.
Ia terkesan melihat keberanian masyarakat Indonesia yang mampu menggerakkan massa dalam jumlah besar hingga ke depan gedung parlemen dan berbagai titik penting lainnya. Di Filipina, gerakan melawan pemerintah yang korup pernah dilakukan, namun setelah banyak korban berjatuhan pada peristiwa saat itu, masyarakat menjadi ragu untuk kembali bersuara. “Sekarang, kami juga belum bersatu seperti di Indonesia. Kami lebih banyak saling bertengkar karena ada kelompok yang membela politisi korup akibat informasi di media. Sulit juga untuk mengedukasi karena sudah punya pendirian masing-masing,” ucap Tara, menggambarkan fragmentasi yang masih ada di negaranya.
“Tapi melihat kalian semua bersama melawan politisi korup. Itu sangat menginspirasi dan kenapa saya tidak mendukung kalian untuk hal ini? Siapa tahu ini juga bisa menginspirasi warga Filipina. Saya yakin hanya masalah waktu,” katanya penuh harap. Ia berharap gerakan di Indonesia kali ini akan membuahkan hasil, sehingga tercipta pemerintah yang transparan dan akuntabel. “Kami hanya melakukan di media sosial. Tapi kalian benar-benar turun ke jalan. Itu memotivasi sekali,” puji Tara, mengakui keberanian para demonstran.
Selain dukungan dari warga Asia Tenggara, para diaspora Indonesia di berbagai belahan dunia juga tak tinggal diam. Mereka turut beraksi menyuarakan tuntutan dari New York, Melbourne, Canberra, London, Glasgow, dan Den Haag, menunjukkan persatuan warga Indonesia di kancah global.
Seberapa penting media sosial dalam aksi solidaritas?
Tara dari Filipina dan Amir dari Malaysia sama-sama meyakini besarnya peran media sosial dalam menyebarkan situasi di Indonesia, yang kemudian berbuah solidaritas. Tara menegaskan bahwa sudah semestinya media sosial difungsikan sebagai alat untuk menggalang kekuatan dan membangun solidaritas kemanusiaan. “Bagaimana kalian di Indonesia menyikapi ini berbeda cara dengan kami di sini [Filipina]. Saya tahu media mulai dibatasi. Ada orang-orang yang meninggal. Itu menakutkan, tapi kalian di media sosial tetap saling berbagi informasi. Itu sangat menginspirasi,” kata Tara, menyoroti keberanian dan kegigihan aktivis digital Indonesia.
Firman Kurniawan, seorang Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital, menjelaskan bahwa solidaritas warga Asia Tenggara terhadap pengemudi ojek daring selama unjuk rasa menuntut perbaikan di Indonesia, merupakan “perwujudan dari network society” atau “masyarakat yang berjejaring”. Menurutnya, ini bukanlah gejala baru. “Sejak terhubungnya komputer dengan internet, bentuk masyarakat yang berjejaring ini sudah menjadi realitas,” ujar Firman.
Ia menambahkan, “Gerakan Arab Spring 2010 maupun Wallstreet Occupied yang tak lama setelahnya, merupakan bukti bahwa pada suatu peristiwa tak terjadi pembatasan yang bersifat lokal atau hanya berpusat di tempat yang mengalami peristiwa. Peristiwa itu terdistribusi global.” Media sosial, lanjut Firman, merupakan sarana efektif yang menginformasikan peristiwa dengan membawa emosi yang ada di dalamnya. “Rasa marah, geram, sedih, prihatin terdistribusi real time melalui konten. Seluruhnya dapat dirasakan konsumen konten, tertular emosi yang membuncah,” jelasnya, menggarisbawahi kekuatan emosional konten digital.
Di sisi lain, Firman juga menyatakan bahwa media sosial tidak hanya mengamplifikasi gerakan, tetapi juga menguak segala hal di baliknya. Misalnya, dalam kasus pengemudi ojek daring Affan Kurniawan, publik di luar Indonesia turut mengetahui kisah dan kehidupan Affan yang jauh dari sejahtera, hingga keputusannya untuk tetap bekerja di tengah risiko kekerasan dalam unjuk rasa. “Ini membangkitkan simpati yang juga menular sebagai gerakan untuk meringankan penderitaan para pengemudi ojek daring,” katanya.
Sementara itu, para diaspora Indonesia—termasuk para mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri—yang turut bergerak juga memanfaatkan media sosial untuk menyatukan kekuatan. “Selain gerakan itu sebagai bukti kecintaan pada tanah airnya, tak tertutup para diaspora terimbas oleh kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini. Diaspora mengirimkan keprihatinannya dalam wujud konten, yang merepresentasikan unjuk rasa yang turut dilakukannya,” pungkas Firman, menjelaskan motivasi ganda di balik aksi diaspora.
Diaspora Indonesia bergerak
“Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan!”
Pekikan Pipin Jamson membahana diikuti ratusan diaspora Indonesia yang berkumpul di Federation Square, Melbourne, pada Selasa (02/09). Aksi yang dilakukan kemudian beragam, meliputi orasi yang membakar semangat, pembacaan puisi yang menyentuh hati, nyanyian kebangsaan, doa bersama, hingga pembacaan pernyataan bersama yang menegaskan posisi mereka.
Di berbagai belahan benua lain, diaspora Indonesia juga tak henti beraksi dan menyatakan tuntutan tegas mereka. Berikut adalah sejumlah tuntutan yang disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto, Kapolri, TNI, dan DPR:
- Hentikan kekerasan polisi terhadap demonstran dan bebaskan seluruh demonstran yang ditahan secara sewenang-wenang.
- Hentikan pembungkaman ekspresi berupa pemutusan dan pembatasan akses serta manipulasi informasi digital, tekanan pada institusi pers dan perguruan tinggi, maupun kriminalisasi kritik.
- Bentuk Tim Independen untuk melakukan investigasi kasus pembunuhan Affan Kurniawan, Muhamad Akbar Basri, Syahrina Wati, Syaiful Akbar, Rusdam Diansyah, Rheza Sendy Pratama, Andika Lutfi Falah, Sumari, Iko Juliant Junior, Septinus Sesa, dan korban kekerasan aparat bersenjata lainnya, yang bekerja dengan transparan dan akuntabel.
- Sediakan layanan pemulihan bagi para korban dan keluarga korban kekerasan.
- Hentikan dan cabut pelibatan TNI pada jabatan sipil serta dalam pengamanan aksi.
- Presiden untuk meminta maaf dan mencabut tuduhan makar dan terorisme pada rakyat Indonesia.
- Reformasi menyeluruh pada instansi Polri dengan membatasi kewenangan dan membentuk mekanisme pengawasan independen yang akuntabel.
- Tinjau ulang semua kebijakan sektor ekonomi yang merugikan rakyat dan memprioritaskan APBN untuk kepentingan pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan pembukaan lapangan kerja.
- Batalkan kenaikan gaji, tunjangan, fasilitas, dan pensiun anggota DPR.
- DPR dan ketua partai politik untuk berhentikan anggota DPR yang melanggar etik dan menimbulkan kemarahan rakyat.
- Reformasi sistem partai politik dan pemilihan umum yang partisipatif, transparan dan akuntabel.
Sebelum di Melbourne, tuntutan ini telah lebih dulu disampaikan oleh para mahasiswa dan komunitas diaspora Indonesia di New York melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) pada Senin (01/09). Mereka melakukan long-march yang penuh makna dari Central Park hingga KJRI. Usai menyampaikan tuntutan, mereka menggelar doa bersama sambil menyalakan lilin dan meletakkan bunga untuk menghormati 10 korban meninggal sepanjang aksi sepekan lalu.
Di Berlin, tim Jerman Bergerak juga telah melakukan aksi serupa pada Minggu (31/08). Sementara itu, aksi-aksi selanjutnya dijadwalkan akan berlangsung pada Kamis (04/09) di Bonn dan pada Minggu (07/09) di Hannover. Selain di Bonn, Jerman, para diaspora Indonesia di Den Haag, Belanda, di Canberra, Australia, dan di London, Inggris Raya juga akan melakukan aksi pada Kamis (04/09), menunjukkan skala koordinasi yang luas.
“Kami mendesak semua pihak untuk menghentikan kekerasan agar tidak ada lagi korban sipil, khususnya bagi aparat keamanan yang punya akses terhadap senjata dan instrumen kekerasan,” kata Ahmad Umar, Perwakilan akademisi Indonesia di Inggris Raya. “Kami mendesak pemerintah bertanggung jawab atas meninggalnya korban sipil. Tanggung jawab pemerintah sangat penting. Pemerintah juga harus mengakomodasi tuntutan gerakan masyarakat sipil terutama reformasi kepolisian, perbaikan kebijakan, dan menolak gaya hidup mewah pejabat Indonesia,” tegasnya, menyuarakan harapan akan perubahan fundamental.
- Sepuluh orang meninggal dalam gelombang demonstrasi – ‘Negara harus menjawab tuntutan masyarakat’
- Aktivis Lokataru ditangkap buntut gelombang demonstrasi Agustus – ‘Pola yang berulang usai unjuk rasa besar’
- Penjarahan rumah pejabat dan korban tewas bermunculan – Akankah berujung seperti krisis 1998?
- Nasib pengemudi ojol setelah gelombang demo – ‘Lebih takut lagi kalau dapur tidak ngebul’
- Pengemudi ojol Affan Kurniawan disebut ‘martir demokrasi’ – Apakah aksi massa bakal membesar?
- Trauma kerusuhan 1998 usai rentetan aksi penjarahan – ‘Rumah dijaga TNI bisa dijarah, bagaimana rumah rakyat biasa?’