Ekonom Desak Menkeu Turunkan PPN, Fokus Pemulihan Ekonomi

Photo of author

By AdminTekno

Berita terbaru dari istana kepresidenan mengonfirmasi sebuah pergantian signifikan dalam kabinet: Presiden Prabowo Subianto secara resmi melakukan reshuffle pada posisi Menteri Keuangan. Jabatan strategis ini kini diemban oleh Purbaya Yudhi Sadewa, menggantikan sosok yang sudah sangat dikenal, Sri Mulyani Indrawati. Sebelumnya, Purbaya Yudhi Sadewa dikenal luas sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), membawa pengalaman luas dari sektor keuangan.

Pergantian ini, menurut analisis Ekonom Indef Ariyo Irhamna, bukanlah hal yang mengejutkan. Ariyo melihat bahwa sejak awal, Sri Mulyani Indrawati, yang telah beberapa kali menduduki kursi Menteri Keuangan, memiliki perbedaan ideologis yang mendasar dengan visi kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Dalam keterangannya pada Selasa (9/9), Ariyo Irhamna menjelaskan perbedaan tersebut secara detail. “Sri Mulyani Indrawati cenderung menekankan prinsip peran pemerintah yang minim dalam ekonomi, menyerahkan sebagian besar dinamika pada mekanisme pasar,” ujar Ariyo. Berbeda dengan pendekatan tersebut, “Presiden Prabowo Subianto mendorong peran aktif dan optimal pemerintah melalui instrumen fiskal strategis, pembiayaan, dan penguatan BUMN,” tambahnya, menandakan orientasi yang lebih intervensif dari negara dalam menggerakkan ekonomi.

Oleh karena itu, Ariyo menyimpulkan bahwa langkah Prabowo mengganti Sri Mulyani merupakan upaya konkret untuk menyelaraskan kebijakan fiskal agar benar-benar sejalan dengan visi pembangunan nasional yang inklusif dan berdaulat. Ini adalah langkah strategis untuk memastikan arah kebijakan moneter dan fiskal mendukung penuh agenda pemerintah.

Menyikapi tantangan ke depan, Ariyo Irhamna juga memberikan sejumlah rekomendasi penting berupa langkah-langkah fiskal dan kebijakan yang diharapkan dapat segera diimplementasikan oleh Menteri Keuangan yang baru. Tujuannya adalah agar fokus utama dapat tertuju pada pemulihan pertumbuhan ekonomi, tanpa mengabaikan pentingnya menjaga stabilitas fiskal dan sosial negara.

Saran pertama yang diungkapkan Ariyo adalah keharusan bagi Menteri Keuangan untuk meningkatkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) secara signifikan, yaitu menjadi Rp 75–80 juta per tahun. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan ruang konsumsi yang lebih luas bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, sekaligus merangsang aktivitas ekonomi domestik.

Selain itu, ia juga merekomendasikan penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 10 persen, dengan catatan 1 persen dari tarif tersebut ditanggung oleh pemerintah (disebut PPN DTP). Langkah ini dinilai krusial untuk menjaga daya beli rumah tangga tetap kuat, tanpa harus secara drastis mengorbankan penerimaan negara yang diperlukan untuk pembangunan.

Di tengah euforia dan harapan atas pergantian ini, Ariyo Irhamna juga menyoroti respons awal pasar. Ia mengakui bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung mengalami penurunan, namun menurutnya, hal ini adalah respons yang wajar dan perlu dipahami secara mendalam.

Pasar membutuhkan waktu untuk menilai arah kebijakan baru,” jelas Ariyo. Ia menambahkan, “Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa penurunan IHSG saat kabinet baru dilantik bukanlah indikator fundamental negatif, melainkan respons awal terhadap ketidakpastian yang lazim terjadi.” Pandangan ini menawarkan perspektif yang menenangkan di tengah gejolak pasar.

Lebih lanjut, Ariyo menegaskan pentingnya bagi Menteri Keuangan yang baru untuk secara ketat menjaga disiplin fiskal. Ia mewanti-wanti agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak sampai berubah menjadi “ATM tanpa batas” yang terus-menerus dicairkan untuk segala kebutuhan tanpa prioritas yang jelas.

Oleh karena itu, Ariyo menekankan bahwa setiap kebijakan fiskal yang diambil harus diukur dengan sangat hati-hati, tepat sasaran, dan terencana dengan matang. Kunci keberhasilan implementasi kebijakan terletak pada kecepatan dan ketepatannya, serta pada peningkatan komunikasi yang transparan dan profesionalisme birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan.

Sebagai penutup, Ariyo Irhamna menyampaikan harapannya yang besar. “Kementerian Keuangan diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi, responsif terhadap pasar, dan mampu mengeksekusi program fiskal dan sosial secara efisien,” pungkasnya, menggambarkan visi ideal untuk peran strategis kementerian tersebut di masa mendatang.

Leave a Comment