Pengamat hukum dan pembangunan terkemuka, Hardjuno Wiwoho, menegaskan bahwa perombakan kabinet oleh Presiden Prabowo Subianto, termasuk pencopotan Menko Polkam Budi Gunawan, harus dipandang sebagai evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola politik, hukum, dan ekonomi nasional. Ia menyoroti bahwa langkah ini jauh melampaui sekadar penyesuaian “kosmetik” belaka.
Menurut Hardjuno, pergantian pucuk pimpinan di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan bukanlah semata soal siapa yang menduduki jabatan tersebut. Lebih fundamental, ini adalah upaya untuk menciptakan koordinasi antarlembaga yang lebih solid, transparan, dan akuntabel. “Menko Polkam bukan sekadar posisi politik, melainkan garda depan dalam memastikan stabilitas nasional berjalan dengan menjunjung tinggi kepentingan rakyat,” tegas Hardjuno dalam keterangan tertulisnya pada Senin (8/9).
Ia menambahkan, perombakan ini mengindikasikan adanya persoalan serius dalam koordinasi politik dan keamanan. Namun, pergantian pejabat tidak boleh berhenti pada level permukaan. “Yang jauh lebih krusial adalah membangun sebuah sistem yang transparan, sehingga praktik-praktik yang berpotensi melemahkan demokrasi dan merugikan rakyat dapat segera dihentikan,” ujarnya, menekankan pentingnya reformasi struktural.
Tidak hanya di sektor politik dan keamanan, Hardjuno juga menyoroti perombakan di bidang ekonomi, khususnya terkait posisi Sri Mulyani. Ia mengkritik keras strategi anggaran berbasis defisit yang selama ini menurutnya telah menyebabkan utang negara terus membengkak secara signifikan. “Selama ini, model defisit cenderung membuat pemerintah menutup kebutuhan belanja dengan utang. Akibatnya, bank-bank lebih memilih menempatkan dananya pada instrumen seperti SBI atau SUN, ketimbang menyalurkannya langsung ke sektor riil. Rakyat pun hanya menjadi penonton, sementara uang hanya berputar di lingkaran finansial,” paparnya secara detail.
Dengan tidak adanya Sri Mulyani dalam kabinet yang baru, Hardjuno berharap arah kebijakan keuangan negara dapat lebih berani dalam mengurangi penerbitan utang. Ia mendesak pemerintah untuk mendorong bank-bank menyalurkan kredit secara langsung kepada rakyat, terutama melalui UMKM. “Jika bank dipaksa mengalirkan uangnya ke sektor riil, UMKM bisa tumbuh, lapangan kerja tercipta, dan ekonomi rakyat dapat bergerak maju. Inilah jalan agar ekonomi kita tidak terus bergantung pada utang,” tandas Hardjuno, menawarkan visi ekonomi yang lebih inklusif.
Hardjuno mengakui bahwa reshuffle kabinet selalu memiliki dimensi politik yang tidak dapat diabaikan. Namun, ia dengan tegas mengingatkan agar kepentingan politik tidak sampai menyingkirkan kepentingan rakyat yang lebih luas. “Kursi menteri bukanlah hadiah bagi kelompok tertentu, melainkan amanah besar untuk mengelola negara demi kemaslahatan bersama. Publik akan terus menilai apakah reshuffle ini sungguh-sungguh demi rakyat atau sekadar agenda bagi-bagi kekuasaan,” katanya, menekankan pentingnya akuntabilitas publik.
Menutup pandangannya, Hardjuno menekankan bahwa perombakan kabinet harus memberikan arah baru bagi pembangunan nasional. Ia berpendapat bahwa pemerintahan ke depan membutuhkan sebuah kabinet yang tidak hanya kuat secara politik, tetapi juga memiliki visi hukum yang adil serta ekonomi yang inklusif. “Indonesia sedang menghadapi tantangan besar, mulai dari dinamika geopolitik global hingga ketimpangan domestik. Reshuffle harus memberi sinyal jelas bahwa negara ini siap menjawab tantangan tersebut dengan kepemimpinan yang tegas, adil, dan berpihak pada rakyat,” pungkasnya.
Ringkasan
Perombakan kabinet oleh Presiden Prabowo, termasuk pencopotan Menko Polkam, dipandang sebagai evaluasi tata kelola politik, hukum, dan ekonomi nasional. Menurut pengamat Hardjuno Wiwoho, pergantian Menko Polkam bertujuan menciptakan koordinasi antarlembaga yang lebih solid dan akuntabel demi stabilitas nasional yang menjunjung tinggi kepentingan rakyat.
Hardjuno juga menyoroti perombakan di bidang ekonomi, terutama terkait strategi anggaran berbasis defisit yang menyebabkan utang negara membengkak. Ia berharap kebijakan keuangan negara dapat lebih berani mengurangi penerbitan utang dan mendorong bank menyalurkan kredit langsung ke UMKM, sehingga ekonomi rakyat dapat bergerak maju dan tidak bergantung pada utang.