Kita Tekno, JAKARTA – Pemerintah telah menyalurkan dana sebesar Rp200 triliun kepada sejumlah bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan skema bunga 4%. Kebijakan ini segera memunculkan pertanyaan tentang bagaimana bunga tersebut dibandingkan dengan suku bunga yang berlaku di pasar, khususnya di antara bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) lainnya.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengonfirmasi besaran bunga 4% ini pada Jumat (12/9/2025). Skema penempatan dana ini dirancang untuk mendorong bank penerima agar segera menyalurkannya kembali ke pasar. Tujuannya jelas, yaitu untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Purbaya menegaskan, jika bank tidak memanfaatkan dana tersebut, mereka akan merugi karena adanya cost of capital sebesar 4% yang harus dibayarkan.
Lima bank yang menjadi penerima dana segar ini adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Alokasi dana disesuaikan dengan kapitalisasi masing-masing bank, sehingga tidak merata. Bank Mandiri dan BRI masing-masing menerima Rp55 triliun, BNI juga Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, dan BSI Rp10 triliun.
Menariknya, BSI, yang bukan merupakan bagian dari Himbara, turut serta dalam daftar penerima dana pemerintah ini. Purbaya menjelaskan bahwa alasannya adalah akses unik BSI ke nasabah di Provinsi Aceh, memastikan dana tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal di wilayah tersebut.
Lebih lanjut, Purbaya mengungkapkan bahwa dana sebesar Rp200 triliun ini ditempatkan dalam bentuk deposito on call, yang berarti bisa ditarik kapan saja oleh pemerintah. Meskipun demikian, ia meyakinkan bahwa perbankan tidak perlu khawatir untuk memanfaatkan dana ini. Pemerintah telah memperhitungkan kondisi likuiditas negara, sehingga penarikan dana tidak akan mengganggu operasional perbankan. “On call [penempatan dana tersebut]. Kita bisa hitungkan seperti apa likuiditas kita, jadi harusnya diperbankan cukup aman kalau mau pakai uang itu,” ujar Purbaya dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), deposito on call adalah simpanan yang penarikannya memerlukan pemberitahuan sebelumnya. Jenis deposito ini umumnya memiliki tenor yang lebih pendek, berkisar antara 3 hingga 30 hari, dibandingkan dengan deposito biasa. Fleksibilitas ini memungkinkan nasabah untuk menarik dana kapan saja dengan pemberitahuan 1 hingga 3 hari, meskipun tingkat bunganya mungkin lebih rendah. Bunga deposito on call seringkali dapat dinegosiasikan langsung dengan pihak bank.
Meskipun besaran bunga deposito on call di situs Bank BUMN tidak dipublikasikan secara spesifik, perbandingan dengan beberapa bank lain menunjukkan variasi yang menarik. Bank Danamon misalnya, mematok bunga 2,00% per tahun, sementara Bank UOB Indonesia menawarkan antara 1,90% hingga 2,10% per tahun untuk non-individual, bergantung pada tenor. Bank Kalbar bahkan memberikan bunga yang lebih tinggi, yaitu antara 2,50% hingga 3,25% per tahun, disesuaikan dengan nominal dan tenor simpanan. Jika dibandingkan dengan suku bunga giro rupiah rata-rata di Bank Persero yang sebesar 2,72% per Juni 2025, bunga 4% untuk penempatan dana pemerintah ini terbilang lebih tinggi.
Perbandingan lain muncul dengan skema penempatan dana pemerintah sebelumnya yang dilakukan oleh Sri Mulyani, saat menjabat sebagai Menteri Keuangan. Kala itu, Sri Mulyani menempatkan dana Saldo Lebih Anggaran (SAL) APBN 2025 senilai Rp83 triliun kepada bank Himbara (BNI, BRI, Bank Mandiri, dan BSI) untuk pembiayaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Dana ini ditempatkan dengan suku bunga kecil sekitar 2%, jauh di bawah bunga 4% yang ditetapkan saat ini. Sri Mulyani menjelaskan pada rapat bersama DPD, Selasa (2/9/2025), bahwa tujuan penempatan dana tersebut adalah untuk memastikan likuiditas Himbara tidak menjadi kendala dalam penyaluran ke koperasi, dengan harapan dapat memunculkan wirausahawan baru.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (kedua kiri) memberikan keterangan pers saat penyambutan di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (8/9/2025). Presiden Prabowo Subianto melantik Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawati. JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P
Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Prasetya Gunadi, memberikan pandangannya terkait kebijakan ini. Ia menilai bahwa bunga 4% memang memberikan ruang gerak bagi bank, meski terbilang tipis. Namun, ada potensi tekanan yang lebih besar jika pemerintah mendorong penyaluran kredit berbunga rendah untuk mendukung berbagai program negara. Hal ini bisa mengikis Net Interest Margin (NIM) atau margin bunga bersih bank, yang pada akhirnya menipiskan keuntungan mereka.
Prasetya juga memperingatkan tentang risiko yang lebih serius: potensi penurunan kualitas aset. Jika dorongan politik menyebabkan bank menyalurkan pinjaman berisiko tinggi, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) yang saat ini berada di angka 2,1% dapat melonjak hingga melewati 6% dalam skenario terburuk. Kenaikan NPL ini akan secara signifikan meningkatkan biaya pencadangan kerugian (Cost of Credit/CoC), dan pada akhirnya menekan profitabilitas bank.