Ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin (gasoline) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik swasta, terutama Shell Indonesia dan BP-AKR, masih menjadi sorotan utama. Pasokan yang tersendat ini dilaporkan belum juga teratasi, meskipun pemerintah telah menawarkan berbagai solusi untuk menanggulangi kelangkaan ini.
Persoalan seretnya pasokan BBM di SPBU swasta ini telah berlangsung setidaknya sejak akhir Agustus 2025. Ironisnya, kondisi serupa bukan kali pertama terjadi sepanjang tahun ini, menimbulkan pertanyaan mengenai stabilitas distribusi energi di sektor swasta.
Shell Indonesia melalui President Director & Managing Director Mobility, Ingrid Siburian, mengonfirmasi kendala tersebut. Menurutnya, produk bensin unggulan seperti Shell Super, Shell V-Power, dan Shell V-Power Nitro+, kini tidak tersedia di sejumlah jaringan SPBU Shell hingga batas waktu yang belum dapat dipastikan. Pernyataan ini disampaikan Ingrid pada Rabu (27/8).
Senada dengan Shell, Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura, juga mengakui adanya keterbatasan stok. Ia menyatakan bahwa beberapa jaringan SPBU BP mengalami kendala pasokan BBM BP Ultimate dan BP 92, sehingga operasional penjualan produk BBM belum bisa berjalan secara lengkap.
Jawaban Bahlil: Sorotan terhadap Kebijakan Pemerintah
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, berulang kali angkat bicara mengenai kelangkaan pasokan BBM di SPBU swasta ini. Namun, respons yang diberikan cenderung konsisten dan tidak banyak berubah dari waktu ke waktu.
Pada akhir Agustus lalu, Bahlil menegaskan bahwa Kementerian ESDM telah menerbitkan izin impor BBM kepada perusahaan-perusahaan swasta. Bahkan, ia menyebutkan bahwa kuota impor yang diberikan pada tahun 2025 ini 10 persen lebih besar dibandingkan alokasi tahun 2024. “Saya ingin mengatakan bahwa semua perusahaan-perusahaan swasta itu telah mendapatkan kuota impor yang jumlahnya sama dengan 2024 ditambah dengan 10 persen,” jelas Bahlil di Istana Negara, Rabu (27/8).
Lebih lanjut, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan opsi penambahan kuota impor BBM bagi SPBU swasta. Sebagai solusi alternatif, ia mempersilakan SPBU swasta untuk membeli pasokan BBM dari PT Pertamina (Persero) jika terjadi kekurangan. “Kalau ada yang masih kurang, ya silakan beli di Pertamina. Kan Pertamina juga barangnya ada, karena ini terkait dengan neraca ekspor impor kita,” tegas Bahlil di kantor Kementerian ESDM, Jumat (29/8). Ia menambahkan, “Saya pikir bukan kita memilih kasih, semuanya kita kasih. Tapi kan harus ada juga bagian-bagiannya kita harus jaga tentang kondisi negara kita.”
Dalam upaya mengatasi masalah ini, pemerintah kemudian menginisiasi kebijakan sinkronisasi pasokan BBM antara badan usaha pelat merah dan swasta. Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengungkapkan bahwa Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah memimpin rapat untuk merumuskan kebijakan sinkronisasi pasokan BBM swasta dan Pertamina. “Pak Menteri ESDM sudah menyampaikan bahwa ini disinkronkan, untuk proses impor antara PT Pertamina dengan badan usaha,” ujar Yuliot di kompleks parlemen, Rabu (3/9).
Yuliot juga menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama kelangkaan BBM di SPBU swasta adalah adanya pergeseran permintaan dari BBM bersubsidi Pertamina. Pergeseran ini terjadi karena pembelian BBM bersubsidi semakin diperketat melalui penggunaan sistem QR code. Total pergeseran permintaan tersebut diperkirakan mencapai angka signifikan, yaitu 1,4 juta kiloliter (KL).
Menanggapi laporan terbaru mengenai stok BBM di SPBU swasta yang masih kosong dan mulai menimbulkan dampak pada para pekerjanya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia kembali memberikan jawaban serupa. Ia menekankan bahwa badan usaha swasta bisa menjalin kolaborasi dengan PT Pertamina (Persero). “Sebenarnya mereka bisa melakukan kolaborasi dengan Pertamina. Dan kemarin saya sudah pimpin rapatnya Pertamina. Dan Wakil Menteri (Wamen) saya juga sudah pimpin rapat. Tapi nanti saya akan mengecek perkembangan terakhir dari tim yang kemarin saya bentuk untuk mengatasi ini,” kata Bahlil di Istana Negara, Jakarta Pusat pada Senin (15/9).
Terkait alokasi kuota impor, tidak ada informasi baru yang disampaikan Bahlil. Ia kembali menegaskan bahwa badan usaha swasta sebenarnya telah menerima penambahan kuota impor pada tahun 2024. Untuk tahun 2025, badan usaha SPBU swasta bahkan sudah diberi kuota sebesar 110 persen dari tahun sebelumnya. “Jadi sangatlah tidak tepat kalau dikatakan kuota impornya tidak kita berikan. Contoh, 2024 si perusahaan A mendapat 1 juta kiloliter. Contohnya, di 2025 kita memberikan kuota impor 1 juta kiloliter plus 10 persen. Berarti 1 juta 100 kiloliter,” jelasnya.
Selain itu, Bahlil juga menguraikan skema pembelian bagi badan usaha SPBU swasta yang ingin memperoleh BBM dari Pertamina. “Nah, kalau masih ada kekurangan, kita minta untuk melakukan kolaborasi dengan Pertamina. Kenapa? Karena ini terkait dengan hajat hidup orang banyak. Cabang-cabang industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak itu tetap harus dikontrol oleh negara. Supaya apa? Semuanya baik,” tutup Bahlil, menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kestabilan pasokan energi demi kepentingan masyarakat luas.