LIMA – Kepolisian Peru berhasil meringkus komplotan pembunuh Zetro Leonardo Purba, seorang staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Lima. Para pelaku, yang merupakan anggota geng kriminal berbahaya ‘Los Maleantes del Cono’, ditangkap dalam operasi sukses di San Martin de Porres, sebuah distrik di ibu kota Peru.
Sebanyak lima orang telah ditangkap dalam kasus pembunuhan yang menggemparkan ini. Berikut adalah rangkuman lengkap dari penyelidikan yang telah dilakukan.
Penampakan Komplotan Pembunuh Pegawai Kemlu RI di Peru, Zetro Purba
Polisi Nasional Peru (PNP) mengonfirmasi penangkapan lima anggota komplotan yang bertanggung jawab atas kematian Zetro Leonardo Purba, staf KBRI Lima. Kelima tersangka diketahui merupakan warga negara asing, terdiri dari tiga orang asal Venezuela dan dua orang dari Kuba.
Direktorat Investigasi Kriminal Kepolisian Peru merilis foto kelima tersangka pada tanggal 11 September 2025. Unggahan tersebut disertai dengan keterangan yang berbunyi, “Dalam sebuah operasi yang sukses di San Martín de Porres (SMP), petugas dari Divisi Investigasi Perampokan berhasil melumpuhkan geng bernama Los Maleantes del Cono.”
Dari lokasi penangkapan, polisi berhasil menyita berbagai barang bukti penting, termasuk:
Satu pistol yang sudah terisi peluru
Lima bahan peledak
Sepuluh unit ponsel
Satu unit sepeda motor
Narkoba dalam jumlah tertentu
Penembak dan Pemotor Teridentifikasi
Menurut laporan media lokal Trome, dua di antara warga negara Venezuela yang ditangkap telah diidentifikasi sebagai Wilson José Soto López, dikenal dengan alias ‘El Primo’, dan Jaiquer Antonio Echenaguzía Quijada, 23 tahun, yang dijuluki ‘Malaco’. Keduanya diduga kuat memiliki peran sentral dalam aksi kejahatan ini, yakni sebagai penembak utama dan pengendara sepeda motor saat eksekusi tragis tersebut terjadi.
Hingga kini, motif di balik penembakan terhadap Zetro Purba masih belum terungkap secara resmi oleh pihak kepolisian. Spekulasi dan dugaan beredar luas, namun belum ada penjelasan pasti. Insiden penembakan ini terjadi pada malam 1 September 2025, ketika Zetro tengah bersepeda di dekat kediamannya, disaksikan langsung oleh sang istri. Jenazah Zetro tiba di Jakarta pada 11 September untuk proses pemakaman.
Terlibat Banyak Kejahatan
Kelima anggota geng ‘Los Maleantes del Cono’ ditangkap di sebuah hotel yang berlokasi di Avenida Perú, San Martín de Porres. Tempat ini diyakini kuat sebagai pusat operasi utama geng tersebut. Penangkapan ini bermula dari laporan warga sekitar yang merasa curiga dengan aktivitas mencurigakan para pelaku, mendorong polisi untuk melakukan penyelidikan.
Kolonel PNP Juan Carlos Montufar, Kepala Divisi Perampokan Dirincri, mengungkapkan bahwa para tersangka sering bertemu di lokasi tersebut setelah melakukan serangkaatan kejahatan di berbagai distrik di Lima Utara. Selain pembunuhan berencana, geng ini juga dicurigai terlibat dalam berbagai serangan pemerasan terhadap perusahaan transportasi, gudang, serta bisnis-bisnis lokal lainnya, menunjukkan rekam jejak kriminal yang luas.
Pistol untuk Menembak Staf Kemlu RI Zetro Purba Terdaftar Milik Polisi Peru
Sebuah fakta mengejutkan terungkap dalam penyelidikan ini: pistol yang digunakan untuk membunuh Zetro Purba ternyata terdaftar atas nama seorang anggota Kepolisian Peru. Senjata api yang disita dari tangan komplotan adalah pistol semi-otomatis merek Taurus kaliber .380. Dengan senjata inilah, komplotan tersebut menghabisi nyawa Zetro pada 1 September 2025 di dekat rumahnya di Lima, ibu kota Peru.
“Investigasi juga mengarah pada dugaan bahwa senjata yang disita itu adalah milik seorang personel polisi dari Dinoes (Direktorat Operasi Khusus Nasional),” demikian laporan media Peru, Panamericana Televisión, pada Senin (15/9).
Polisi yang terdaftar sebagai pemilik pistol tersebut akan segera diperiksa untuk mengklarifikasi bagaimana senjata itu bisa berpindah tangan. Penyelidikan mendalam sedang dilakukan untuk mencari tahu apakah senjata itu dijual, disewakan, atau digunakan secara tidak semestinya. “Pemilik senjata api ini telah diidentifikasi dan penyelidikan sedang berlangsung untuk mengetahui bagaimana senjata itu bisa berada di tangan para tahanan. Bisa jadi melalui penjualan, penyewaan, atau kehilangan, semuanya masih dalam penyelidikan,” tegas Kolonel Montufar, dikutip dari media Trome, menggarisbawahi kompleksitas kasus ini.