Kita Tekno, JAKARTA – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI secara resmi menetapkan hasil evaluasi Prolegnas 2025 dan menyusun Prolegnas Prioritas 2026. Keputusan ini mencakup penambahan Rancangan Undang-Undang (RUU) vital, yaitu RUU tentang Danantara dan RUU Patriot Bond, ke dalam daftar panjang legislasi nasional.
Wakil Ketua Baleg DPR sekaligus Ketua Panja Prolegnas, Martin Manurung, menjelaskan bahwa penetapan ini merupakan hasil dari berbagai usulan yang diterima dari komisi, fraksi, anggota DPR, pemerintah, hingga DPD. Secara total, 67 RUU berhasil masuk dalam Prolegnas Prioritas 2026. Jumlah ini terdiri dari 44 RUU luncuran dari tahun 2025, 17 usulan dari DPR, 5 usulan dari pemerintah, dan 1 usulan dari DPD.
Dua di antaranya yang menjadi sorotan adalah masuknya RUU Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia dan RUU tentang Patriot Bond yang direncanakan akan diluncurkan oleh Danantara. Kedua RUU ini merupakan usulan baru yang berhasil masuk dalam longlist, masing-masing pada urutan ke-78 dan ke-70.
Namun, kehadiran RUU Danantara ini mengejutkan sejumlah pihak, termasuk Anggota Baleg dari Fraksi PDIP, Darmadi Durianto. Dalam rapat di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (18/9/2025), Darmadi mempertanyakan urgensi RUU tersebut. “Saya tiba-tiba melihat ada RUU tentang Danantara. Kira-kira tujuannya apa, padahal sebelumnya sudah diatur dalam UU BUMN No.1/2025,” ujarnya.
Menurut Darmadi, dengan adanya aturan baru ini, ada potensi besar bagi Kementerian BUMN untuk digabungkan ke dalam Danantara. Ia menambahkan, kemungkinan pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini akan menunggu turunnya Surat Presiden (Surpres) terkait revisi aturan sebelumnya. “Kemungkinan ini mau dibahas tunggu surpresnya turun yang revisi ini, kemungkinan kan digabung nih, dua badan ini, dua badan jadi satu,” pungkasnya.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ketua Baleg, Bob Hasan, menegaskan bahwa RUU Danantara diajukan untuk merapikan tata kelola perusahaan pelat merah. “Danantara harus berdiri tegak karena kita sama-sama tahu susunan manajerial BUMN hari ini justru merapat ke Danantara,” ucapnya dalam kesempatan yang sama, menekankan peran krusial Danantara dalam struktur korporasi negara.
Isu mengenai RUU ini semakin mengemuka seiring dengan pandangan bahwa ruang pemerintah untuk membubarkan Kementerian BUMN dinilai cukup terbuka. Hal ini tidak terlepas dari kekosongan pimpinan saat ini dan kenyataan bahwa banyak tugas serta fungsi kementerian telah dialihkan kepada Danantara Indonesia.
Situasi ini bermula ketika Presiden Prabowo Subianto menunjuk Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) yang baru, menggantikan Dito Ariotedjo yang dibebastugaskan dalam reshuffle kabinet jilid kedua pada 8 September 2025. Seiring penugasan barunya, Erick Thohir secara resmi melepas kursi Menteri BUMN, meninggalkan kekosongan kepemimpinan di kementerian tersebut tanpa pengumuman sosok pengganti hingga saat ini.
Pemerhati BUMN dan Direktur NEXT Indonesia Center, Herry Gunawan, menyampaikan bahwa kekosongan posisi Menteri BUMN dapat menjadi momentum penting untuk meninjau kembali keberadaan kementerian ini. Menurutnya, Kementerian BUMN berpotensi untuk dibubarkan karena beberapa alasan krusial. Pertama, banyak fungsi dan tugas utama kementerian telah dialihkan sepenuhnya ke Danantara Indonesia. Kedua, berdasarkan UU BUMN terbaru, perusahaan pelat merah tidak lagi dianggap sebagai kekayaan negara yang dipisahkan, melainkan lembaga privat, sebagaimana tercantum dalam penjelasan UU BUMN Angka 25, Pasal 4A Ayat (5). “Dengan demikian, yang berlaku pada aturan BUMN saat ini semestinya sama dengan korporasi swasta lainnya. Untuk itu, regulasi dari Kementerian BUMN tidak diperlukan lagi,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (17/9/2025).
Herry Gunawan juga menambahkan bahwa praktik terbaik di negara-negara tetangga menunjukkan hal serupa. Singapura dengan Temasek dan Khazanah milik Malaysia, yang merupakan sovereign wealth fund (SWF) unggulan, tidak memiliki kementerian BUMN. Meskipun demikian, kedua negara tersebut tetap mampu memberikan kontribusi signifikan bagi penerimaan negara. Argumentasi ini semakin memperkuat wacana bahwa peran Kementerian BUMN kini dapat dijalankan secara lebih efisien oleh entitas seperti Danantara.
Ringkasan
Badan Legislasi DPR RI menetapkan Prolegnas Prioritas 2026, termasuk RUU Danantara dan RUU Patriot Bond. RUU Danantara diajukan untuk menata kelola perusahaan pelat merah, dengan Danantara memegang peran krusial dalam struktur korporasi negara. Usulan ini menimbulkan pertanyaan terkait urgensi RUU tersebut mengingat adanya UU BUMN, dan potensi penggabungan Kementerian BUMN ke dalam Danantara.
Kekosongan posisi Menteri BUMN memunculkan wacana pembubaran kementerian tersebut karena banyak fungsi telah dialihkan ke Danantara Indonesia. Selain itu, berdasarkan UU BUMN terbaru, BUMN dianggap sebagai lembaga privat, sehingga regulasi Kementerian BUMN dianggap tidak lagi diperlukan. Negara-negara seperti Singapura dan Malaysia juga tidak memiliki kementerian BUMN namun tetap memberikan kontribusi signifikan bagi penerimaan negara melalui sovereign wealth fund.