JAKARTA – Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri melalui Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Irjen Pol. Agus Suryonugroho telah mengonfirmasi langkah tegas terkait penertiban di jalan raya. Pihaknya memutuskan untuk memberlakukan pembekuan sementara terhadap penggunaan sirene dan rotator bagi kendaraan yang tidak semestinya, sebagai respons terhadap keresahan publik.
Meski kebijakan ini diterapkan, pengawalan terhadap kendaraan pejabat negara dan pihak-pihak tertentu tetap akan dilaksanakan sesuai prosedur. Namun, Irjen Agus menegaskan bahwa penggunaan sirene dan strobo tidak lagi menjadi prioritas utama. “Kami menghentikan sementara penggunaan perangkat suara tersebut, sembari melakukan evaluasi secara menyeluruh,” jelasnya pada Sabtu (20/9). Ia menambahkan, “Pengawalan tetap bisa berjalan, hanya saja untuk penggunaan sirene dan strobo sifatnya dievaluasi. Apabila tidak dalam kondisi prioritas mendesak, sebaiknya perangkat tersebut tidak dibunyikan.” Ini menunjukkan komitmen untuk menyeimbangkan kebutuhan pengawalan dengan ketertiban umum.
Lebih lanjut, Kakorlantas menegaskan bahwa pemakaian sirene harus dibatasi pada situasi yang benar-benar membutuhkan urgensi dan prioritas tinggi. “Jika pun digunakan, sirene diperuntukkan bagi hal-hal khusus yang tidak bisa ditunda, bukan untuk pemakaian sembarangan,” ungkapnya. Untuk saat ini, kebijakan tersebut masih bersifat himbauan kuat agar masyarakat dan pihak terkait tidak mengaktifkan sirene apabila tidak dalam keadaan mendesak.
Langkah evaluasi komprehensif ini merupakan respons positif dari Korlantas Polri terhadap aspirasi dan masukan dari masyarakat. Banyaknya keluhan publik terkait penggunaan sirene dan strobo yang sembarangan menjadi pemicu utama kebijakan ini. “Kami sangat berterima kasih atas kepedulian serta partisipasi publik. Seluruh masukan akan kami tindak lanjuti dengan serius,” ujar Kakorlantas. Beliau juga mengajak semua pihak untuk sementara waktu menjaga ketertiban lalu lintas secara bersama-sama, menciptakan suasana jalan yang lebih aman dan nyaman.
Untuk menindaklanjuti hal ini dan mencegah penyalahgunaan di masa mendatang, Korlantas Polri saat ini tengah menyusun ulang regulasi terkait penggunaan sirene dan rotator. Proses penyusunan ini diharapkan dapat menghasilkan aturan yang lebih jelas, tegas, dan implementatif, sehingga mencegah terjadinya insiden yang mengganggu kenyamanan pengguna jalan lainnya.
Penyusunan regulasi baru ini juga akan tetap mengacu pada landasan hukum yang telah ada, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 59 ayat (5). Pasal ini secara eksplisit mengatur kategori kendaraan serta jenis lampu isyarat dan sirene yang diperbolehkan:
- Lampu isyarat warna biru dan sirene diperuntukkan bagi kendaraan bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan khusus untuk kendaraan bermotor tahanan, pengawalan TNI, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, kendaraan penyelamat (rescue), dan kendaraan jenazah.
- Lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ), perawatan dan pembersihan fasilitas umum, penderek kendaraan, serta angkutan barang khusus.
Ringkasan
Korlantas Polri membekukan sementara penggunaan sirene dan rotator bagi kendaraan yang tidak sesuai aturan, merespon keluhan masyarakat. Meskipun begitu, pengawalan kendaraan pejabat dan pihak tertentu tetap berjalan sesuai prosedur, namun penggunaan sirene dan strobo akan dievaluasi dan dibatasi hanya untuk kondisi mendesak.
Kebijakan ini diambil sebagai bentuk evaluasi komprehensif terhadap penggunaan sirene dan strobo yang sering disalahgunakan. Korlantas juga tengah menyusun ulang regulasi terkait penggunaan sirene dan rotator, berlandaskan UU LLAJ Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 59 ayat (5), untuk menciptakan aturan yang lebih jelas dan mencegah penyalahgunaan di masa depan.