Mobil Strobo ‘Tot-Tot Wuk-Wuk’: Bolehkah Dipakai di Jalan?

Photo of author

By AdminTekno


Polemik seputar penggunaan sirine dan strobo di jalan raya tak kunjung usai. Terbaru, sebuah gerakan bernama ‘Stop Tot Tot Wuk Wuk di Jalan’ muncul ke permukaan, menyuarakan protes keras terhadap praktik penggunaan sirene, strobo, dan rotator secara ilegal oleh pejabat maupun pengguna jalan lainnya. Seruan ini, yang menjadi viral setelah demo rusuh pada akhir Agustus 2025, mencerminkan kejengkelan publik yang memuncak. “Hidupmu dari pajak kami. STOP strobo dan sirene,” demikian bunyi salah satu meme atau stiker yang tersebar luas di publik dan media sosial, menegaskan tuntutan warga.


Warga Merasa Terganggu

Fenomena kendaraan yang menggunakan strobo secara tidak semestinya masih sangat mudah ditemui, terutama di jalan-jalan protokol Jakarta. Hal ini diungkapkan langsung oleh warga yang ditemui kumparan di Jalan Gatot Subroto arah Slipi, pada Jumat (19/9) lalu.

Vedro (25), seorang karyawan swasta, mengaku sangat sering berpapasan dengan kendaraan yang menyalakan strobo, khususnya pada jam-jam sibuk. “Saya pribadi cukup terganggu ya, enggak nyaman kadang bikin silau apalagi kalau yang makai kelihatan enggak ada urgensinya,” keluh Vedro. Ia menambahkan, “Sering banget apalagi di jalan-jalan gede kayak Sudirman-Gatsu, pas pagi sama sore ke malam. Nah, kadang kalau lagi jalan pulang ngeliat ada yang pake patwal atau strobo sebel juga, pikiran saya sih masa orang mau pulang pakai dikawal-kawal gitu,” jelasnya, yang sehari-hari menggunakan sepeda motor untuk mobilitas. Ia bahkan mengaku suka sengaja memperlambat laju kendaraan ketika berpapasan dengan pengemudi strobo ilegal. “Suka iseng aja lama-lamain kasih jalannya, tunggu disalip aja,” ujarnya sambil tertawa.

Sentimen serupa juga diutarakan oleh Ari (26), karyawan swasta lainnya. Menurutnya, penggunaan strobo dan sirene justru menambah keresahan di jalan. “Meresahkan sih, suka ganggu apalagi pas macet,” kata Ari. Ia berharap, “Kalau bisa buat kendaraan-kendaraan yang emang urgent aja kayak ambulans, mobil Damkar. Ini kan biasanya ketemunya yang pakai pelat biasa, dikawal lah, ada yang pake strobo. Kalau di jalan saling rispek aja lah, ini kan juga jalan sama-sama,” imbuhnya, menyerukan kesadaran bersama di jalan raya.


Respons dari Istana dan Kakorlantas

Fenomena ini menarik perhatian pejabat tinggi negara. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi turut memberikan respons tegas terkait gerakan penolakan strobo ini. Prasetyo menegaskan bahwa penggunaan strobo dan sirene tidak boleh dilakukan semena-mena. “Kalau pun kemudian fasilitas itu dipergunakan, tentunya kita harus memperhatikan kepatutan, kemudian memperhatikan ketertiban masyarakat pengguna jalan yang lain. Sehingga bukan berarti menggunakan fasilitas tersebut, semena-mena atau semau-maunya itu,” kata Prasetyo kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/9).

Prasetyo juga mengingatkan agar penggunaan sirene dan strobo tidak melampaui batas kewajaran. Ia mengakui bahwa fasilitas tersebut memang dibutuhkan untuk efektivitas waktu dalam kondisi tertentu, namun penekanannya adalah “jangan digunakan untuk sesuatu yang meliputi batas-batas wajar.”

Dalam kesempatan yang sama, Prasetyo mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo sendiri telah memberikan contoh nyata. Dalam kondisi tertentu, Presiden sering memilih untuk tidak menggunakan sirine dan strobo pengawalan patwalnya, bahkan ikut bermacet-macetan dan berhenti di lampu merah, kecuali dalam situasi yang sangat mendesak.


Senada dengan hal tersebut, Kakorlantas Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho juga menegaskan komitmen pihaknya untuk mengevaluasi secara menyeluruh terkait penggunaan sirine dan strobo. “Semua masukan masyarakat itu hal positif untuk kita dan ini saya evaluasi,” kata Agus di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/9). Ia melanjutkan, “Ini kita evaluasi biarpun ada ketentuannya pada saat kapan menggunakan sirene termasuk tot-tot.” Bahkan, Kakorlantas Agus Suryonugroho sendiri mengaku telah membekukan penggunaan pengawalan dengan sirene dan strobo untuk dirinya pribadi, karena merasa hal tersebut mengganggu masyarakat, terutama di tengah kepadatan lalu lintas. Untuk sementara waktu, Korlantas Polri juga menghentikan penggunaan suara sirene, menanggapi keluhan publik. “Dan ini saya terima kasih kepada masyarakat untuk Korlantas sementara kita bekukan. Semoga tidak usah harus pakai tot tot lagi lah. Setuju ya?” pungkasnya, menunjukkan keseriusan pihak kepolisian dalam menindaklanjuti keluhan masyarakat.


Aturan Hukum Penggunaan Sirene dan Strobo

Lalu, bagaimana sebenarnya ketentuan hukum mengenai penggunaan sirene, strobo, dan rotator di jalan? Siapa saja yang berhak menggunakannya, dan apa konsekuensi bagi pelanggar?

  • Aturan dalam UU Lalu Lintas

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Pasal 134 dan 135, disebutkan bahwa penggunaan strobo, sirene, dan rotator hanya diperbolehkan untuk kendaraan tertentu yang memiliki hak utama. Kendaraan-kendaraan tersebut meliputi:

  • Pemadam kebakaran yang sedang menjalankan tugas.
  • Kendaraan untuk pertolongan saat kecelakaan lalu lintas.
  • Ambulans untuk mengangkut orang sakit.
  • Kendaraan pimpinan lembaga negara Indonesia.
  • Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing atau lembaga internasional yang menjadi tamu negara.
  • Iring-iringan pengantar jenazah.
  • Konvoi atau kendaraan untuk kepentingan tertentu dengan pertimbangan dan pengawalan Kepolisian RI.

Selain itu, Pasal 135 Ayat 1 menegaskan bahwa kendaraan dengan hak utama tersebut wajib dikawal oleh petugas kepolisian yang menggunakan lampu isyarat merah, biru, atau sirine. Ini berarti, kendaraan pribadi secara mutlak tidak diperbolehkan menggunakan sirene maupun rotator dalam kondisi apa pun.

  • Penggunaan Lampu Strobo Berdasarkan Warna

Pasal 59 Ayat 5 UU yang sama juga secara spesifik mengatur mengenai lampu isyarat atau strobo berdasarkan warnanya:

  • Strobo berwarna biru dan sirine diperuntukkan bagi kendaraan bermotor petugas kepolisian.
  • Strobo berwarna merah dan sirine untuk kendaraan tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia (TNI), pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, kendaraan penyelamat (rescue), dan kendaraan jenazah.
  • Strobo berwarna kuning tanpa sirine digunakan untuk kendaraan patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu lintas, perawatan fasilitas umum, kendaraan derek, serta angkutan barang khusus.
  • Sanksi Pidana Bagi Pelanggar

Bagi pengendara pribadi yang nekat menggunakan rotator, sirene, atau strobo tanpa hak, sanksi pidana telah menanti. Pasal 287 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dengan tegas menyatakan: “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).”

Aturan ini jelas menegaskan bahwa penggunaan sirene, rotator, maupun strobo secara sembarangan tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi membahayakan keselamatan serta ketertiban pengguna jalan lainnya, memicu keresahan yang kini telah disuarakan secara luas oleh masyarakat.

Daftar Isi

Ringkasan

Polemik penggunaan strobo dan sirene ilegal di jalan raya memicu gerakan protes ‘Stop Tot Tot Wuk Wuk’. Warga merasa terganggu dengan penggunaan strobo yang tidak semestinya, terutama di jalan-jalan protokol Jakarta, karena menyebabkan silau dan menambah keresahan di tengah kemacetan. Mereka berharap hanya kendaraan urgent seperti ambulans dan pemadam kebakaran yang menggunakannya.

Mensesneg dan Kakorlantas Polri memberikan respons terkait isu ini. Mensesneg mengingatkan penggunaan strobo dan sirene harus memperhatikan kepatutan dan ketertiban masyarakat. Kakorlantas menegaskan komitmen untuk mengevaluasi penggunaan sirene dan strobo, bahkan membekukan penggunaannya untuk pengawalan dirinya pribadi. Aturan UU No. 22 Tahun 2009 mengatur penggunaan strobo dan sirene, hanya diperbolehkan untuk kendaraan tertentu dengan hak utama dan dikawal polisi. Pelanggar dapat dipidana kurungan atau denda.

Leave a Comment