Di balik rentetan pencurian buku langka di Eropa bernilai miliaran rupiah

Photo of author

By AdminTekno

Sejumlah perpustakaan di Eropa kini menghadapi kerugian miliaran rupiah akibat gelombang pencurian yang menargetkan koleksi berharga mereka. Buku-buku langka dan berusia tua, terutama karya seniman serta sastrawan Rusia legendaris seperti Alexander Pushkin dan Nikolai Gogol, telah raib tanpa jejak.

Gelombang pencurian ini berlangsung selama delapan belas bulan terakhir, dengan edisi klasik Rusia dan publikasi antik berbahasa Rusia menjadi sasaran utama. Belasan perpustakaan di berbagai negara Eropa, mulai dari kawasan Baltik dan Finlandia hingga Swiss dan Prancis, telah menjadi korban. Modus operandinya bervariasi; di beberapa tempat, buku-buku asli diganti dengan salinan yang dibuat secara cermat, sementara di tempat lain, koleksi berharga itu diambil begitu saja dan tidak pernah dikembalikan.

“Ini adalah pencurian terbesar sejak Perang Dunia Kedua,” ujar Prof. Hieronim Grala dari Universitas Warsawa kepada BBC, menggambarkan skala kejahatan yang luar biasa ini. Menanggapi ancaman serius ini, Europol, Badan Kerja Sama Penegakan Hukum Uni Eropa, segera meluncurkan investigasi besar-besaran yang diberi nama Operasi Pushkin.

Operasi ini melibatkan lebih dari seratus petugas polisi yang melakukan penggerebekan di sejumlah properti di berbagai negara. Hingga saat ini, sembilan tersangka telah berhasil dilacak dan ditangkap. Menariknya, seluruh tersangka adalah warga negara Georgia, mengindikasikan adanya jaringan terorganisir di balik serangkaian kejahatan ini.

‘Serasa menjadi penyihir’

Tersangka pertama yang berhasil ditangkap adalah Beqa Tsirekidze, 48 tahun. Ia telah diadili dan dijatuhi hukuman atas tiga kasus pencurian di dua negara, yakni Latvia dan Estonia. Kejahatan yang dilakukannya termasuk pencurian dari perpustakaan di Tartu dan Tallinn. Tsirekidze saat ini menjalani hukuman tiga tahun tiga bulan di Estonia. Meskipun berstatus narapidana, ia diizinkan berbicara dengan jurnalis, kesempatan yang dimanfaatkan oleh BBC untuk mewawancarainya.

Dalam pertemuan tersebut, Tsirekidze menjelaskan keputusannya untuk terjun ke bisnis buku antik sebagai upaya untuk menghidupi keluarganya. Ia mengklaim telah berkecimpung dalam dunia jual beli, restorasi, dan penjualan kembali buku sejak tahun 2008. Ketika ditanya mengenai pendidikan formalnya terkait restorasi buku, Tsirekidze menyatakan bahwa ia mempelajari semuanya secara otodidak melalui praktik langsung.

“Saya seperti seorang penyihir dengan buku. Saya bisa memegang sebuah buku di tangan saya dan langsung tahu berapa nilainya dan berapa harga yang akan mereka bayar saat lelang,” katanya, menggambarkan keahliannya. Setelah sekitar delapan tahun beroperasi tanpa terendus, Tsirekidze akhirnya berurusan dengan hukum untuk pertama kalinya pada tahun 2016. Ia dihukum di Georgia karena mencuri buku-buku antik dari Museum Sejarah Tbilisi, mengakui kesalahannya, dan menerima hukuman percobaan.

Enam tahun kemudian, tepatnya pada April 2022, insiden serupa kembali terjadi. Dua individu memasuki perpustakaan Universitas Tartu di Estonia, dengan permintaan untuk melihat delapan buku karya Alexander Pushkin dan Nikolai Gogol, dua ikon sastra Rusia abad ke-19. Dengan fasih berbahasa Rusia, mereka menjelaskan kepada petugas perpustakaan bahwa buku-buku tersebut dibutuhkan untuk adik laki-laki mereka yang sedang melakukan penelitian tingkat lanjut di Amerika Serikat.

Tiga bulan kemudian, staf perpustakaan menyadari bahwa dua buku asli telah diganti dengan salinan palsu yang nyaris sempurna. Catatan perpustakaan mengonfirmasi bahwa buku-buku tersebut terakhir kali diakses oleh dua individu yang datang pada bulan April. Para pustakawan pun segera memeriksa enam edisi buku klasik Rusia lainnya yang tersisa. Setelah dilakukan pemeriksaan teliti, terungkap bahwa keenam buku tersebut juga telah ditukar dengan salinan yang dibuat dengan sangat terampil, lengkap dengan stempel perpustakaan dan nomor inventaris yang tampak asli.

Modus Tiruan

Pola serupa kembali muncul pada Oktober 2023. Sepasang anak muda, seorang pria bertopi bisbol hitam dan seorang wanita berambut merah, tampak santai di ruang baca Perpustakaan Universitas Warsawa. Mereka terlihat sibuk membuka-buka buku tua, dengan pria muda itu sesekali mencium pipi pasangannya. Semua momen ini terekam jelas oleh kamera pengawas perpustakaan. Belakangan terungkap bahwa pria muda tersebut adalah Mate, putra dari Beqa Tsirekidze, dan wanita itu adalah istrinya, Ana Gogoladze. Keduanya kemudian ditangkap atas tuduhan mencuri buku-buku senilai hampir US$100.000 (sekitar Rp1,7 miliar) dari perpustakaan tersebut dan dijatuhi hukuman.

  • Baca juga: Razia buku: Mengapa buku-buku berhaluan kiri menjadi sasaran?
  • Baca juga: Dulu dilarang Orde Baru, novel ‘Bumi Manusia’ karya Pramoedya Ananta Toer kini masuk kurikulum sekolah
  • Baca juga: Literatur kiri, antara muda-mudi kritis dan stereotip komunis

Universitas Warsawa menjadi sasaran empuk karena memiliki koleksi buku pra- dan pasca-Soviet yang sangat kaya. Koleksi-koleksi ini secara ajaib selamat dari Pemberontakan Warsawa pada tahun 1944, ketika gedung tempat penyimpanan buku-buku tersebut hangus terbakar. “Kami adalah generasi yang paham betul bahwa seseorang pernah menyelamatkan buku-buku ini untuk kami,” tutur Prof. Hieronim Grala dari Universitas Warsawa kepada BBC, mengungkapkan betapa berharganya koleksi tersebut bagi mereka.

Secara keseluruhan, dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, 73 eksemplar buku langka senilai hampir US$600.000 (sekitar Rp10 miliar) telah dicuri dari perpustakaan ini. Beberapa pelaku pencurian hingga kini masih buron. “Ini seperti memecahkan permata dari sebuah mahkota,” kata Prof. Grala, menggambarkan kepedihan atas hilangnya bagian-bagian penting dari warisan budaya mereka.

Kenapa modus ini sulit terendus?

Pelonggaran aturan yang memungkinkan penggunaan buku-buku langka dan tua, yang merupakan bagian dari reformasi perpustakaan baru-baru ini, diduga kuat berperan dalam peningkatan jumlah pencurian ini, menurut Prof. Grala. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk memberikan akses yang lebih luas bagi para pembaca, nyatanya ini justru menjadi tantangan besar bagi para pegawai perpustakaan. Mereka sering kali tidak segera menyadari adanya pergantian buku. “Ada kodenya, ada buku dengan ukuran yang sama, tidak ada celah di rak,” jelas Prof. Grala.

“Tidak diragukan lagi bahwa kelompok pencuri yang datang sejak awal [mengincar buku-buku tertentu] telah mempersiapkan dengan baik. Tampaknya, mereka telah membuat tiruan berkualitas tinggi,” tambah Prof. Grala, menyoroti profesionalisme para pelaku.

‘Stempel kecil sebagai penanda’

Secara umum, semua perpustakaan di seluruh dunia menandai buku-bukunya dengan perangko atau stempel kecil sebagai penanda kepemilikan. Sebagai contoh, Rusia dikenal memiliki ciri khas “stempel yang kuat,” kata pakar dan kolektor buku langka, Pyotr Druzhnin. Secara teori, penanda ini seharusnya dapat memudahkan identifikasi buku yang dicuri. Akan tetapi, para ahli menjelaskan bahwa hal ini tidak selalu dapat dijadikan pegangan mutlak, mengingat perpustakaan di masa lalu, seperti pada zaman Soviet, terkadang menjual buku-buku sebagai duplikat karena keterbatasan ruang.

  • Baca juga: Gerakan baca buku menjamur di tengah tuduhan literasi rendah, tapi apa itu cukup?
  • Baca juga: ‘Penipuan besar dalam sejarah manusia’ – Kisah buku harian palsu Hitler mengelabui media Inggris
  • Baca juga: Toko buku Gunung Agung tutup, bagaimana retail yang ‘berkontribusi’ bagi literatur Indonesia ini kehilangan masa jayanya?

Selain itu, penutupan atau bubarnya banyak perpustakaan selama periode Perestroika juga mengakibatkan tersebarnya buku-buku berstempel ke berbagai tempat. Menurut Druzhnin, sulit untuk menentukan asal-usul buku-buku yang memiliki perangko dari abad ke-19 dan sebelumnya. “Jika perangko itu berasal dari abad ke-18 atau ke-19, kami tak tahu apa yang terjadi pada buku itu. Bagaimana ia tak lagi berada di perpustakaan, tak ada yang tahu,” ujarnya. Lebih jauh lagi, stempel juga bisa dihilangkan secara kimiawi. Bahkan, halaman lama dalam sebuah buku bisa diganti dengan yang baru, namun menggunakan kertas lama. Jejak manipulasi ini sering kali hanya diketahui oleh para kolektor atau ahli yang sangat teliti.

Apa alasan pencurian buku langka terjadi?

Maraknya pencurian buku klasik dan langka yang tersebar di sejumlah perpustakaan ini didorong oleh kombinasi harga yang tinggi di pasar gelap dan kemudahan akses untuk memperolehnya. “Bayangkan, setengah kilo emas senilai US$60.000 (sekitar Rp1 miliar) dijaga oleh 22 orang bersenjata. Dua buku senilai US$60.000 tergeletak di suatu tempat di sebuah perpustakaan di Eropa, dan dijaga oleh seorang perempuan tua. Bahkan sering kali tidak ada pengawasan video,” kata Tsirekidze kepada BBC dari penjara Estonia, menggambarkan perbandingan ironis antara keamanan aset.

Pakar dan kolektor buku langka, Pyotr Druzhnin, kemudian mencontohkan kasus Mikhail Zamtaradze, seorang warga negara Georgia lainnya, yang juga dihukum setelah mencuri dan menjual buku-buku berharga dari Perpustakaan Universitas Vilnius di Lithuania pada Juni. Zamtaradze mendaftar di perpustakaan menggunakan dokumen palsu dan memesan 17 edisi langka, sebagian besar di antaranya memiliki stempel kecil. Dia kemudian mengganti 12 buku dengan salinannya dan mengambil lima buku dari perpustakaan tanpa mengembalikannya. Nilai total buku-buku yang dicuri diperkirakan mencapai hampir US$700.000 (sekitar Rp11,7 miliar).

  • Baca juga: Taliban melarang buku-buku karya perempuan di semua universitas Afghanistan
  • Baca juga: Lady Chatterley’s Lover, novel ‘cabul’ yang jadi laris setelah tak lagi terlarang
  • Baca juga: Penjual buku di kota Paris yang makin menghilang

Di pengadilan, Zamtaradze menyatakan bahwa ia telah mencuri buku-buku tersebut atas pesanan dari Moskow, dan ia mengemas serta mengirimkannya dengan bus ke Belarusia. Atas aksinya ini, ia menerima US$30.000 (sekitar Rp500 juta) dalam bentuk mata uang kripto. Ia mengklaim salinan dan dokumen palsu juga dikirim kepadanya dari Moskow, dan pelanggannya, kata Zamtaradze, adalah petinggi rumah lelang di Moskow. Druzhnin menjelaskan bahwa pembelian buku dari peminat buku mahal yang lingkupnya sempit ini bisa jadi dianggap sebagai tindakan patriotik. “Ini adalah momen bersejarah kembalinya buku-buku penting ke tanah air mereka,” katanya. Namun, ia menegaskan bahwa para ahli seharusnya tahu bahwa “ini bukan koleksi pribadi yang dijual.” Druzhnin juga memberi gambaran tentang lonjakan buku-buku langka Rusia di pasaran pada periode 2022 dan 2024, yang bertepatan dengan memuncaknya gelombang kejahatan pencurian buku di Eropa.

Bagaimana peran rumah lelang?

Pernyataan Zamtaradze mengenai keterlibatan rumah lelang memunculkan kembali pertanyaan tentang sejauh mana peran tempat-tempat lelang dalam sirkulasi buku-buku langka yang dicurigai curian ini. Prof. Grala menemukan empat publikasi terpisah dari Perpustakaan Universitas Warsawa yang dijual di rumah lelang LitFund di Moskow pada akhir 2022 dan 2023. BBC kemudian mendapatkan tangkapan layar dari Prof. Grala tentang situs lelang yang menampilkan buku-buku yang dimaksud, yang sangat mungkin berasal dari koleksi perpustakaan tersebut.

Salah satu buku yang dilelang adalah The Tales of Ivan Belkin karya Pushkin, dengan stempel abad ke-19 yang terlihat jelas pada foto-foto edisi tersebut. Lot lain pada lelang yang sama memiliki empat volume kumpulan Puisi Pushkin. Pada gambar di laman rumah lelang, yang kini telah dihapus, cap Universitas Warsawa juga dapat terlihat dengan jelas.

Direktur LitFund, Sergei Burmistrov, menegaskan bahwa rumah lelangnya beroperasi sesuai undang-undang Federasi Rusia dan tidak menerima penjualan buku-buku yang memiliki stempel perpustakaan negara yang masih aktif. Burmistrov menambahkan bahwa pemilik buku menandatangani kontrak dengan rumah lelang untuk mengonfirmasi asal-usul hukum buku yang diterima untuk dilelang. Setiap buku kemudian diperiksa dengan cermat oleh ahli dari rumah lelang untuk memastikan tidak ada stempel atau tanda lain dari perpustakaan yang masih aktif.

Burmistrov menjelaskan bahwa stempel lama tidak selalu menimbulkan kecurigaan. “Pada tahun-tahun pasca-revolusi, sejumlah besar buku dari perpustakaan kekaisaran Rusia didistribusikan ke seluruh dunia dan berakhir di banyak koleksi negara dan pribadi, sehingga buku-buku yang berakhir di koleksi pribadi beredar bebas di pasar dunia,” kata Burmistrov kepada BBC. Prof. Grala membenarkan kepada BBC bahwa masalah perangko lama memang rumit. “Jika ada stempel bersejarah dari Perpustakaan Universitas Warsawa dan kode historisnya dipertahankan, ini dianggap sebagai artefak tersendiri. Karena tidak ada yang akan membubuhkan stempel baru atau kode baru. Stempel ini bertahan selama 200 tahun, mereka tidak akan dicap ulang,” katanya kepada BBC.

Sementara itu, Operasi Pushkin masih jauh dari selesai. Setidaknya satu tersangka sedang menunggu persidangan di Prancis karena mencuri buku-buku dari perpustakaan di sana. Pihak berwenang meyakini bahwa masih banyak penjahat yang masih berkeliaran, dan yang lebih penting, beberapa buku paling berharga di Eropa masih hilang dan perlu ditemukan.

  • Gerakan baca buku menjamur di tengah tuduhan literasi rendah, tapi apa itu cukup?
  • Razia buku: Mengapa buku-buku berhaluan kiri menjadi sasaran?
  • Dulu dilarang Orde Baru, novel ‘Bumi Manusia’ karya Pramoedya Ananta Toer kini masuk kurikulum sekolah – Mengapa siswa direkomendasi membaca sejumlah karya sastra terpilih?

Leave a Comment