Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan sikap hormat terhadap langkah hukum yang ditempuh oleh Nadiem Makarim, yang berstatus tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019-2022. Gugatan praperadilan yang diajukan Nadiem tersebut kini menjadi sorotan publik.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan bahwa upaya hukum ini merupakan hak konstitusional bagi setiap tersangka dan tim penasihat hukumnya. Berbicara di Jakarta pada Selasa (23/9/2025), Anang menambahkan, “Ini sejatinya juga menjadi mekanisme check and balance yang penting bagi kami sebagai aparat penegak hukum, memastikan setiap proses berjalan sesuai koridor.”
Ketika ditanya mengenai argumentasi kubu Nadiem yang mempersoalkan absennya bukti kerugian negara dalam penetapan tersangka, Anang memilih untuk tidak mengomentarinya. Menurutnya, hal tersebut telah menyentuh substansi pokok perkara yang akan diuji dan dibuktikan dalam persidangan utama, sehingga tidak etis untuk diuraikan lebih lanjut saat ini.
Pada hari yang sama, gugatan praperadilan Nadiem Makarim secara resmi didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Langkah hukum ini diambil untuk menggugat statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook. Gugatan tersebut diwakili oleh kuasa hukumnya, Hana Pertiwi.
Hana Pertiwi menjelaskan bahwa objek yang digugat dalam permohonan praperadilan ini meliputi penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka dan penahanan yang menyertainya. Pihak Nadiem berargumen bahwa penetapan tersangka oleh Kejagung tidak sah lantaran tidak didukung oleh bukti permulaan yang cukup, terutama ketiadaan bukti audit kerugian negara yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Oleh karena itu, jika penetapan tersangka dinyatakan tidak sah, secara otomatis penahanan juga dianggap tidak sah.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, sempat mengumumkan bahwa estimasi awal kerugian keuangan negara yang muncul dari kegiatan pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tersebut mencapai sekitar Rp 1,98 triliun. Meskipun demikian, angka pasti mengenai kerugian negara yang bersifat resmi masih dalam proses perhitungan lebih lanjut oleh BPKP, instansi yang berwenang dalam audit tersebut. Ini menggarisbawahi inti perdebatan hukum yang sedang berlangsung.(ant/jpnn)
Ada Nama Jokowi di Jajaran Dewan Penasihat Forum Ekonomi Buatan Pengusaha Yahudi
ART: Para Jenderal di TTRP Harus Ditantang, Setia kepada Kapolri atau Ikut Arahan Presiden?
Nasib AKP Nundarto yang Digerebek di Rumah Janda, Pahit