JAKARTA — Federasi sepak bola Eropa, UEFA, dikabarkan akan segera mengadakan pemungutan suara untuk menangguhkan keanggotaan federasi sepak bola Israel. Langkah ini diambil menyusul tuduhan genosida yang dilakukan Israel di Gaza, Palestina, demikian sumber yang mengetahui proposal tersebut mengungkapkan kepada The Associated Press pada Kamis (25/9/2025).
Diperkirakan, mayoritas dari 20 anggota komite eksekutif UEFA akan memberikan dukungan terhadap pemungutan suara ini. Penangguhan tersebut bertujuan untuk melarang tim-tim Israel berpartisipasi dalam berbagai kompetisi internasional, menurut dua sumber anonim kepada Associated Press, mengingat sensitivitas isu yang sangat tinggi.
Jika disetujui, keputusan ini akan secara efektif mencegah tim nasional maupun klub sepak bola Israel berkompetisi di ajang global, termasuk Piala Dunia tahun depan. Padahal, tim nasional putra Israel dijadwalkan untuk melanjutkan kampanye kualifikasi Piala Dunia mereka dalam dua pekan ke depan, dengan melakoni pertandingan tandang melawan Norwegia dan Italia.
Namun, masih menjadi pertanyaan besar apakah badan sepak bola dunia, FIFA, akan mengikuti jejak UEFA dalam mendukung penangguhan Israel. Hal ini mengingat hubungan erat antara Presiden FIFA, Gianni Infantino, dengan Presiden Donald Trump.
Dukungan dari administrasi Trump dianggap krusial bagi FIFA untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan Piala Dunia di AS, Kanada, dan Meksiko tahun depan. Bantuan dalam pemrosesan visa untuk para pemain, pejabat, dan ratusan ribu penonton potensial menjadi kunci keberhasilan turnamen akbar tersebut.
Menanggapi potensi pelarangan ini, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS secara tegas menyatakan komitmen mereka untuk menghentikan upaya apa pun yang berusaha melarang tim Israel dari Piala Dunia.
Sementara itu, Dewan Pengurus FIFA yang beranggotakan 37 orang, termasuk delapan perwakilan dari UEFA, dijadwalkan akan bertemu di Zurich pada pekan depan. Pertemuan ini akan menjadi momen penting untuk pembahasan lebih lanjut mengenai isu sensitif ini.
Dalam beberapa pekan terakhir, seruan untuk mengucilkan Israel dari sepak bola dan cabang olahraga lainnya terus menguat. Gelombang protes ini dipicu oleh dampak kemanusiaan yang parah akibat aksi militer brutal Israel di Gaza. Pekan lalu, Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, bahkan menyarankan agar Israel dilarang dari ajang olahraga internasional, serupa dengan sanksi yang diterapkan kepada Rusia setelah invasi ke Ukraina pada tahun 2022.
Awal pekan ini, tujuh pakar independen yang bekerja di bawah Dewan Hak Asasi Manusia PBB juga mendesak FIFA dan UEFA untuk segera menangguhkan Israel dari berbagai kompetisi internasional.
UEFA dan presidennya, Aleksander Ceferin, telah menunjukkan pandangan yang lebih tegas terhadap Israel bulan lalu. Hal ini terlihat ketika spanduk bertuliskan “Hentikan Pembunuhan Anak-Anak. Hentikan Pembunuhan Warga Sipil” dibentangkan di lapangan sebelum pertandingan Piala Super Eropa antara Paris Saint-Germain dan Tottenham di Udine, Italia.
Pembahasan mengenai kemungkinan pelarangan Israel dari olahraga internasional ini mencuat di tengah meningkatnya kritik dan isolasi terhadap Israel atas aksi militernya di Gaza. Pekan lalu, Israel bahkan didakwa melakukan genosida di Gaza oleh komisi penyelidikan yang ditugaskan oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Merespons situasi ini, Menteri Olahraga dan Kebudayaan Israel, Miki Zohar, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dan Ketua Federasi Sepak Bola Israel, Moshe Zuares, telah bekerja “secara intensif di belakang layar” untuk menggagalkan upaya pengusiran Israel dari UEFA, demikian pernyataan kantor Zohar pada Kamis.
“Langkah yang tepat saat ini adalah bertindak secara bertanggung jawab dengan para profesional dan tidak membuat pernyataan, dan inilah cara semua pihak yang terlibat dalam upaya ini bertindak. Kami akan membahas ini nanti,” imbuh pernyataan tersebut, menunjukkan strategi hati-hati yang diambil oleh pihak Israel.
Sebagai perbandingan, keputusan melarang Rusia pada tahun 2022 sebagian besar didorong oleh sejumlah federasi anggota UEFA yang menolak bermain melawan lawan Rusia. Hingga saat ini, belum ada tim nasional atau klub di Eropa yang secara langsung menolak bermain melawan lawan Israel, meskipun para pemimpin sepak bola di Norwegia dan Italia telah secara terbuka mengungkapkan ketidaknyamanan mereka dalam beberapa pekan terakhir.
Sebagai bentuk dukungan kemanusiaan, Federasi Sepak Bola Norwegia bahkan berjanji untuk menyumbangkan seluruh keuntungan dari penjualan tiket pertandingan pada 11 Oktober di Oslo untuk pekerjaan kemanusiaan di Gaza melalui Doctors Without Borders.
Dalam komite eksekutif UEFA, Gabriele Gravina dari Italia dan Lise Klaveness dari Norwegia merupakan anggota terpilih yang memiliki hak suara untuk menangguhkan Israel. Moshe Zuares, presiden Federasi Sepak Bola Israel, juga termasuk dalam panel ini, bersama Nasser Al-Khelaifi, seorang anggota pemerintah Qatar yang juga menjabat sebagai presiden Paris Saint-Germain, juara Eropa.
Hubungan Israel dengan Qatar, sekutu AS yang berpengaruh dan mediator kunci dalam agresi Israel, juga memanas setelah serangan udara pada 9 September yang menargetkan pemimpin Hamas di Doha, ibu kota Qatar.
Pada final Liga Champions bulan Mei, suporter PSG sempat membentangkan spanduk bertuliskan “Stop Genosida di Gaza” dalam bahasa Prancis. Menariknya, UEFA tidak membuka kasus disipliner meskipun memiliki aturan ketat yang melarang pesan politik di dalam stadion.
Terbaru, pada Rabu malam di Yunani, klub Israel Maccabi Tel Aviv bertanding melawan PAOK dalam Liga Europa yang diselenggarakan UEFA. Di luar stadion di Thessaloniki, protes pro-Palestina marak terjadi, dan spanduk “Stop Genosida” juga terlihat dipajang di dalam stadion, menunjukkan tekanan publik yang terus-menerus.
Ini bukan kali pertama upaya penangguhan keanggotaan Israel di FIFA mencuat. Sebelumnya, hal serupa pernah digalang dalam pertemuan anggota FIFA di Bangkok, Thailand pada tahun 2024. Namun, para petinggi FIFA saat itu hanya memberikan harapan palsu, tanpa mewujudkan sanksi konkret bagi federasi sepak bola Israel.