Sains di balik perubahan logat Taylor Swift – Benarkah logat bicara seseorang bisa berubah?

Photo of author

By AdminTekno

“Lagu-lagu lama Taylor Swift punya karakter yang sangat berbeda dengan lagu-lagu yang ia rilis belakangan!”

Itu adalah ungkapan yang populer di kalangan Swifties—penggemar Taylor Swift.

Ketika pendengar mencermati tur dunia terbaru Taylor Swift yang secara spesifik membagi karyanya menjadi ‘era’ berbeda, memang terdengar jelas bahwa karya musik penyanyi tersebut telah berevolusi selama bertahun-tahun.

Tadi studi baru-baru ini menemukan bahwa ada hal lain yang berubah—suara Taylor Swift.

Para ilmuwan dari University of Minnesota di Amerika Serikat menganalisis lebih dari 100 menit wawancara Taylor dalam tiga album—atau ‘era’—yang berbeda dalam kariernya.

Pertama, album Fearless ketika tinggal di Nashville pada 2008.

Kedua, album Red sebagai bagian dari transisi ke musik pop pada 2012.

Ketiga, album Lover ketika sudah menetap di Kota New York pada 2019.

Penelitian ini, yang diterbitkan di Journal of The Journal of the Acoustal Society of America, menemukan bahwa aksen atau logat dan nada suaranya berevolusi seiring dengan perkembangan musiknya.

Helen West, dosen senior bahasa Inggris di Universitas Chester, Inggris dan mengaku dirinya sebagai seorang “Swiftie”, tidak terlibat dalam penelitian ini, namun dia melakukan studi serupa terkait bagaimana aksen Taylor berubah seiring waktu.

Dia bilang penelitian semacam ini membantu para ilmuwan menjawab pertanyaan tentang “apa artinya menjadi makhluk sosial yang kompleks?”

Sebagai contoh, beberapa orang lebih mungkin mengalami perubahan pada logat bicaranya ketimbang orang lain, ketika merespons tantangan sosial tertentu.

Perubahan logat

Para peneliti menemukan bahwa seiring dengan perpindahan Taylor Swift dari satu kota ke kota yang lain di Amerika Serikat dan perkembangan musiknya, pelafalan vokal tertentu dalam bicaranya berubah.

Pada awal kariernya, pelafalan suara “i” dalam kata-kata seperti “ride” (mengendarai) menjadi lebih pendek—lebih mirip dengan cara kata “rod” (tongkat) dilafalkan.

Para peneliti menyebutkan bahwa perubahan ini merupakan ciri khas dari aksen Amerika Serikat bagian Selatan.

Perubahan lain yang juga terjadi adalah pada pelafalan suara “oo” dalam kata-kata.

Fronting—yaitu ketika suatu vokal diucapkan dengan posisi lidah lebih ke depan mulut daripada ke belakang—adalah ciri yang lebih menonjol di negara-negara bagian Selatan AS.

Para peneliti menemukan bahwa ketika tinggal di Nashville, pelafalan suara “oo” oleh Taylor menunjukkan fronting yang lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan pelafalan suara yang sama di periode kariernya yang lain.

Perubahan nada suara

Para peneliti juga menemukan bahwa nada suara Swift berubah seiring berjalannya waktu.

Meskipun nadanya cukup serupa selama dua era pertama penelitian, nadanya menjadi jauh lebih rendah ketika ia tinggal di New York.

Perubahan ini mungkin disebabkan oleh usianya—ia berusia 19 tahun pada periode pertama yang diteliti dan 30 tahun pada periode terakhir.

Namun, para peneliti mencatat bahwa perubahan nada ini juga bertepatan dengan saat ia semakin vokal dalam menyuarakan isu-isu sosial seperti seksisme dan hak-hak musisi.

Topik-topik ini juga tercermin dalam musik yang dirilisnya pada waktu yang hampir bersamaan.

Para peneliti mengatakan perubahan ini mungkin disengaja untuk “menyampaikan kompetensinya agar dapat berbicara tentang isu-isu tersebut dengan otoritas”—sesuatu yang menurut West adalah “kemungkinan yang nyata.”

Mengapa logat bicara seseorang berubah?

Ada sejumlah alasan mengapa aksen seseorang berubah, menurut para peneliti, salah satunya adalah karena orang tersebut berintegrasi ke dalam suatu komunitas—seperti yang dilakukan Taylor ketika ia pindah dari Philadelphia ke Nashville.

Studi tersebut memperkirakan perubahan dialek Taylor Swift mungkin juga sebagian disebabkan oleh jenis musik yang ia ciptakan.

Para peneliti menjelaskan dialek Selatan memainkan peran yang sangat penting dalam musik country, yaitu genre musik yang sedang diproduksi Taylor pada saat itu.

Berdasarkan ini, studi tersebut menyatakan masuk akal jika Taylor mengadopsi ciri-ciri dialek Selatan ke dalam cara bicaranya sehari-hari, bahkan saat ia tidak sedang tampil.

“Dia sangat tanggap terhadap, ‘Saya berada di dunia [musik] country, saya harus mengotentikasi diri saya sebagai bagian dari dunia country, saya adalah bagian dari dunia ini’,” ujar West.

“Dan untuk melakukan itu saat dia tidak bernyanyi, dia tetap menyampaikan pesan yang sama—’Saya adalah bagian dari ini, saya termasuk dalam genre ini’.”

West juga menambahkan bahwa ada bukti menangkap suara-suara yang cenderung hanya ditangkap oleh manusia secara di alam bawah sadar.

Ini berarti Taylor mungkin tidak sengaja mengubah aksennya, tetapi secara alami menyerap apa yang ada di sekitarnya.

Mengapa mempelajari Taylor Swift?

West bilang Taylor menjadi subjek penelitian yang menarik karena pola dan waktu kepindahannya, serta fakta bahwa suara bicaranya terdokumentasi dengan baik selama bertahun-tahun.

Peneliti mengatakan bahwa mempelajari orang seperti Swift membantu para ilmuwan memahami bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain.

West menyatakan bahwa Taylor Swift berfungsi sebagai “lensa yang sangat berguna” untuk memahami teori-teori sosial, kognitif, dan psikologis yang sedang dipelajari para ilmuwan.

“Kita tahu bahwa orang-orang menyesuaikan diri, kita tahu mereka mengubah cara bicara mereka tergantung pada siapa lawan bicaranya… tetapi setiap orang melakukannya dengan kecepatan yang berbeda-beda.”

“Apa yang kita kenali dari aksen yang kita dengar dan bagaimana kita memodifikasi [cara bicara]… dan apa motivasi kita sebagai manusia untuk melakukan itu—apa yang sedang kita coba capai?”

Ia menambahkan, “Ada banyak hal di sana yang perlu kita pahami untuk mengetahui betapa kompleksnya kita sebagai makhluk sosial.”

  • ‘Swiftposium’: Simposium yang menelaah pengaruh Taylor Swift di dunia
  • Kpop Demon Hunters: Masa depan budaya pop Korea di tangan grup virtual
  • Pengakuan penyanyi Shakira: Menjadi imigran di AS merupakan ‘pengalaman menakutkan’
  • Apakah era kesuksesan Taylor Swift telah berakhir?
  • ‘Transpuan dilarang bernyanyi’ – Surat edaran bupati Gorontalo dinilai diskriminatif dan ‘amnesia budaya’
  • Wawancara Lady Gaga: Ketakutan terbesar saya? Kesendirian
  • ‘Swiftposium’: Simposium yang menelaah pengaruh Taylor Swift di dunia
  • Apa yang terjadi pada tubuh kita saat mengalami patah hati?
  • Wawancara Lady Gaga: Ketakutan terbesar saya? Kesendirian

Leave a Comment