Sosok Maria Corina Machado,Perempuan yang Kalahkan Donald Trump di Nobel Perdamaian 2025

Photo of author

By AdminTekno

Kita Tekno – Dikejar rezim, hidup dalam persembunyian, namun tak pernah surut semangatnya. Maria Corina Machado telah membuktikan bahwa suara seorang perempuan memiliki kekuatan dahsyat, sanggup mengguncang dunia, bahkan mengungguli nama besar seperti Donald Trump dalam perebutan Nobel Perdamaian.

Berita gembira itu menghampiri Maria Corina Machado di tengah keterbatasannya, dari tempat persembunyiannya di Venezuela. Perempuan yang dijuluki ‘Iron Lady’ ini kini diakui secara global atas kegigihannya melawan otoritarianisme rezim Nicolas Maduro. Julukan ‘Iron Lady’ sendiri, yang terkenal melekat pada Margaret Thatcher, Perdana Menteri Inggris pertama yang menjabat dari 1979 hingga 1990, kini menemukan resonansi baru pada diri Machado yang tak kenal menyerah dalam menjaga nyala demokrasi di tengah represi.

Hadiah Nobel Perdamaian, salah satu dari lima Penghargaan Nobel yang diinisiasi oleh industrialis dan penemu Swedia, Alfred Nobel, merupakan pengakuan tertinggi bagi individu, organisasi, atau kelompok yang berkontribusi luar biasa bagi perdamaian dunia. Komite Nobel secara eksplisit menyatakan bahwa penghargaan ini diberikan “kepada perempuan yang menjaga api demokrasi di tengah kegelapan yang kian pekat,” sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Jumat (10/10/2025). Pengakuan ini menandai babak baru bagi Machado, yang selama bertahun-tahun telah menjadi simbol teguh perlawanan sipil di Venezuela.

Lantas, siapakah sebenarnya Maria Corina Machado, dan bagaimana jejak langkahnya sebagai seorang aktivis yang membela demokrasi di Venezuela?

Dari Aktivis Menjadi Target Rezim

Maria Corina Machado bukanlah sosok politisi yang muncul secara mendadak. Lahir di Caracas pada tahun 1967, ia mulai dikenal publik pada awal 2000-an ketika turut mendirikan organisasi sipil bernama Sumate. Organisasi non-pemerintah (LSM) ini sangat berpengaruh dan menjadi sorotan di Venezuela, berperan sebagai wadah relawan yang gigih mendorong transparansi pemilu.

Pada tahun 2002, Sumate memimpin sebuah referendum yang bertujuan untuk mencabut mandat Presiden Hugo Chavez. Langkah berani ini membuat Machado dituduh melakukan pengkhianatan, dan sejak saat itu, kehidupannya berubah drastis. Ancaman pembunuhan mulai berdatangan, memaksa anak-anaknya dikirim ke luar negeri demi keselamatan mereka.

Namun, perempuan pemberani itu tidak sedikit pun gentar. Ia terus menyuarakan pentingnya demokrasi, transparansi, dan hak asasi manusia, hingga kemudian mendirikan partai Vente Venezuela. Partai ini dengan cepat menjadi salah satu kekuatan oposisi yang paling vokal dan lantang melawan rezim Chavez, dan kemudian, penerusnya, Nicolas Maduro.

Kemenangan yang Tak Pernah Diakui

Pada tahun 2023, Maria Corina Machado meraih kemenangan telak dalam pemilihan pendahuluan oposisi. Kemenangan ini sontak membangkitkan harapan rakyat Venezuela, seolah membuka peluang baru untuk menantang kekuasaan Maduro yang telah bercokol. Namun, setahun kemudian, Mahkamah Agung yang dikuasai pemerintah mengukuhkan larangan baginya untuk mencalonkan diri.

Tuduhan yang dialamatkan kepadanya pun beragam, mulai dari mendukung sanksi Amerika Serikat, terlibat korupsi, hingga merugikan aset negara di luar negeri. Machado dengan tegas menolak semua tuduhan tersebut. Meskipun kursinya digantikan oleh Edmundo Gonzalez, ia tak pernah berhenti berjuang. Ia tetap turun ke jalan, berpidato dari atas truk, dan memimpin kampanye dari kota ke kota, mengobarkan semangat para pendukungnya.

“Sama seperti saat kami membutuhkan waktu lama untuk meraih kemenangan pemilu, kini kami memasuki tahap yang harus dijalani hari demi hari. Tapi kami tak pernah sekuat hari ini,” ujarnya dengan lantang di Caracas, sesaat sebelum ia ditangkap sementara.

Hidup dalam Persembunyian

Sejak awal 2025, Maria Corina Machado terpaksa hidup dalam ketidakpastian, berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain di dalam negeri demi menghindari penangkapan. Beberapa penasihatnya telah ditangkap, sementara yang lain terpaksa melarikan diri ke luar negeri. Namun, di balik keterbatasan dan ancaman yang mengintai, ia tetap aktif di media sosial, mengirim pesan-pesan inspiratif dan mengobarkan semangat kepada para pendukung setianya.

Ia dengan tegas menyatakan bahwa perjuangannya belum akan berakhir. “Ini adalah sesuatu yang pantas diterima rakyat Venezuela. Saya hanyalah bagian kecil dari gerakan besar,” ucapnya dalam sambungan telepon kepada Institut Nobel Norwegia, sebagaimana dikutip dari AP pada Sabtu (11/10/2025). “Saya percaya kita sangat dekat meraih kebebasan untuk negara kita dan perdamaian untuk kawasan,” tambahnya, menunjukkan optimisme yang tak tergoyahkan.

Pengakuan Dunia terhadap Machado

Keputusan Komite Nobel untuk menganugerahkan penghargaan ini kepada Maria Corina Machado mengirimkan pesan penting kepada dunia: demokrasi adalah prasyarat fundamental bagi perdamaian sejati. “Ketika kekuasaan otoriter mencengkeram, sangat penting bagi dunia untuk mengenali pembela kebebasan yang berani bangkit dan melawan,” tegas Ketua Komite Nobel, Jorgen Watne Frydnes.

Machado kini tercatat sebagai perempuan ke-20 dalam sejarah yang berhasil meraih Nobel Perdamaian, mengikuti jejak tokoh-tokoh besar seperti Malala Yousafzai dan Shirin Ebadi. Penghargaan ini menegaskan peran krusialnya sebagai simbol perlawanan damai di tengah kemunduran demokrasi global.

Mengungguli Donald Trump

Sebelum pengumuman resmi, sempat muncul spekulasi luas bahwa Presiden AS Donald Trump akan menjadi penerima Nobel Perdamaian 2025, berkat rencana gencatan senjata yang ia ajukan di Gaza. Namun, Komite Nobel dengan tegas menegaskan bahwa keputusan mereka murni didasarkan pada “karya dan kehendak Alfred Nobel”, bukan pertimbangan politik.

Dengan demikian, Maria Corina Machado, pemenang Nobel Perdamaian 2025, muncul sebagai simbol baru perlawanan damai yang inspiratif, terutama di tengah tren menurunnya jumlah negara demokratis di dunia. Penghargaan ini bukan sekadar hadiah untuk satu individu, melainkan sebuah bentuk pengakuan global terhadap perjuangan gigih oposisi Venezuela di bawah tekanan pemerintahan Maduro. Di saat banyak tokoh memilih diam atau melarikan diri, Machado tetap pantang menyerah, bahkan ketika hidupnya sendiri terancam. Dalam pidato singkatnya, ia mendedikasikan penghargaan itu untuk seluruh rakyat Venezuela dan para tahanan politik yang masih menantikan keadilan.

Sebagai informasi tambahan, Venezuela adalah sebuah negara Republik Federal Presidensial yang terletak di ujung utara Amerika Selatan, dengan nama resmi Republik Bolivaria Venezuela (República Bolivariana de Venezuela). Ibu kotanya adalah Caracas. Negara ini berbatasan dengan Laut Karibia dan Samudra Atlantik di utara, Guyana di timur, Brasil di selatan, serta Kolombia di barat. Venezuela dikenal memiliki cadangan minyak bumi terbesar di dunia, dengan luas total wilayah sekitar 916.445 kilometer persegi, menjadikannya negara terluas ke-33 di dunia.

(TribunNewsmaker.com/Tribun-Timur.com)

Leave a Comment