Nadiem Makarim Tersangka: Praperadilan Ditolak, Status Hukum Sah!

Photo of author

By AdminTekno

Menyajikan berita terkini dari dunia hukum, permohonan praperadilan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim resmi ditolak oleh Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, I Ketut Darpawan. Keputusan ini secara efektif mengukuhkan validitas proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.

Dalam sidang yang berlangsung di ruang Oemar Seno Adji PN Jaksel pada Senin (13/10), Hakim I Ketut Darpawan secara tegas menyatakan, “Menolak permohonan praperadilan pemohon.” Penolakan ini didasarkan pada penilaian bahwa proses penyidikan yang dijalankan oleh Kejagung telah didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan dilaksanakan sesuai prosedur hukum acara pidana. Dengan demikian, langkah-langkah yang diambil Kejagung dalam mengumpulkan bukti guna menerangkan tindak pidana dan menemukan tersangka dinyatakan sah secara hukum.

Sebelumnya, tim kuasa hukum Nadiem Makarim yang dipimpin oleh pengacara kondang Hotman Paris, mengajukan permohonan praperadilan di PN Jaksel pada Jumat (3/10). Mereka secara khusus mempertanyakan validitas alat bukti yang digunakan Kejagung dalam menetapkan Nadiem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek untuk tahun anggaran 2019-2022. Tim kuasa hukum berargumen bahwa penetapan tersangka, sebagaimana tercantum dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025 atas nama Nadiem Anwar Makarim, seharusnya dinyatakan tidak sah dan tidak mengikat secara hukum.

Dalam upaya membantah tuduhan, tim kuasa hukum Nadiem menekankan bahwa tidak ada dugaan kerugian negara yang teridentifikasi dari pengadaan laptop Chromebook. Mereka merujuk pada hasil audit Program Bantuan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tahun 2020-2022 yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek, yang mana tidak menemukan indikasi kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum. Argumen ini diperkuat oleh laporan keuangan Kemendikbudristek yang secara konsisten memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk tahun anggaran 2019 hingga 2022. Oleh karena itu, tim kuasa hukum berpendapat bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem Makarim tidak didasari oleh hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara yang bersifat nyata (actual loss) dari BPKP, sebuah syarat mutlak yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MKRI 21/PUU-XII/2014.

Permohonan praperadilan ini sendiri diajukan menyusul penetapan Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022. Kasus ini berpusat pada proyek pengadaan 1,2 juta unit laptop senilai Rp 9,3 triliun yang diperuntukkan bagi sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

Penyelidikan Kejagung mengungkap bahwa pengadaan laptop tersebut menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook. Namun, kebijakan ini dinilai kurang efektif dalam menunjang pembelajaran di daerah 3T, mengingat sebagian besar wilayah tersebut belum memiliki akses internet yang memadai.

Selain Nadiem Makarim, Kejagung juga telah menetapkan empat tersangka lain dalam kasus ini. Mereka adalah Mulyatsyah, Direktur SMP Kemendikbudristek periode 2020–2021; Sri Wahyuningsih, Direktur SD Kemendikbudristek periode 2020–2021; Jurist Tan, mantan staf khusus Mendikbudristek; dan Ibrahim Arief, mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.

Berdasarkan perhitungan awal, dugaan kerugian negara akibat perbuatan para tersangka ditaksir mencapai Rp 1,98 triliun. Angka ini mencakup penyimpangan dalam pengadaan perangkat lunak Content Delivery Management (CDM) senilai Rp 480 miliar serta praktik mark-up harga laptop yang diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun. Dengan ditolaknya praperadilan Nadiem Makarim, proses hukum atas dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook ini akan terus berlanjut.

Daftar Isi

Ringkasan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, terkait penetapannya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Hakim menilai proses penyidikan oleh Kejagung telah sesuai prosedur dan didukung bukti yang kuat, sehingga penetapan tersangka terhadap Nadiem Makarim sah secara hukum.

Kasus ini terkait Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022, khususnya pengadaan 1,2 juta laptop Chromebook senilai Rp 9,3 triliun. Kejagung menduga adanya kerugian negara sekitar Rp 1,98 triliun akibat penyimpangan pengadaan perangkat lunak dan mark-up harga laptop. Selain Nadiem Makarim, empat tersangka lain juga telah ditetapkan dalam kasus ini.

Leave a Comment