Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, baru-baru ini menyampaikan klarifikasi sekaligus permohonan maaf atas pernyataannya yang sempat memicu perdebatan publik. Pernyataan tersebut merujuk pada anjurannya agar pelaku UMKM dapat memproduksi barang yang menyerupai merek terkenal, atau yang umum disebut produk KW.
Maman mengakui bahwa representasi publik terkait isu produk KW ini sangatlah besar. Ia menyampaikan terima kasih atas masukan dan kritikan yang disampaikan masyarakat, melihatnya sebagai bagian penting dari partisipasi publik dalam era keterbukaan informasi saat ini. Menurutnya, hal ini menjadi momentum bagi Kementerian UMKM dan dirinya pribadi untuk semakin terbuka terhadap aspirasi dan pandangan masyarakat luas.
Lebih lanjut, Maman menjelaskan bahwa inti dari pernyataannya bukanlah ajakan untuk sekadar meniru produk secara mentah. Ia menegaskan, maksud sebenarnya adalah proses pembelajaran dari strategi industrialisasi negara-negara maju seperti Korea Selatan dan Tiongkok. Kedua negara tersebut, katanya, pada awalnya membangun industrinya dengan mengamati dan meniru produk-produk dari negara lain, sebelum akhirnya berhasil bertransformasi menjadi produsen global dengan kualitas dan inovasi yang mendunia.
Ia mencontohkan bagaimana Korea Selatan, pada era 1960-an, memulai fase industrialisasinya dengan mengadaptasi produk dari negara-negara yang lebih maju, seperti Jepang dan Amerika Serikat. Pola ini, menurut Maman, bukan berarti meniru secara membabi buta, melainkan sebagai tahap awal pembelajaran untuk kemudian dikembangkan menjadi produk baru yang memiliki nilai tambah dan ciri khas tersendiri. Konsep Amati, Tiru, Modifikasi (ATM), itulah esensi yang sebenarnya ingin ia sampaikan.
Maman secara spesifik meminta maaf atas kekeliruan dalam penyampaian yang membuat publik salah menafsirkan ucapannya. Ia mengakui bahwa penggunaan analogi seperti “Louis Vuitton menjadi Louis Vitong” dan “Dior menjadi Doir” telah menyebabkan publik mengira ia mendukung produksi produk tiruan. Padahal, secara substansi, maksudnya jauh dari ajakan untuk memproduksi barang palsu.
Sebelumnya, Maman Abdurrahman memang sempat menanggapi maraknya produk impor tiruan dari Tiongkok. Kala itu, ia mendorong para pengrajin lokal untuk berani bersaing dengan membuat produk yang mirip merek terkenal, namun dengan nama atau merek mereka sendiri. Pernyataan tersebut dilontarkannya usai menghadiri acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Jakarta Selatan, Kamis (16/10). “Misalnya, merek Louis Vuitton. Kita buat barangnya mirip, tapi namanya Louis Vutton, ini kan kreativitas. Begitu juga dengan merek Gucci, kita bisa buat mirip tapi namanya Gucco,” ucap Maman kala itu, yang kemudian memicu beragam reaksi di tengah masyarakat.