Trump Jadi Penengah: Kesepakatan Damai Bersejarah Kamboja-Thailand

Photo of author

By AdminTekno

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dilaporkan turut membubuhkan tanda tangannya pada kesepakatan gencatan senjata bersejarah antara Thailand dan Kamboja di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Minggu (26/10). Trump sendiri menyebut perjanjian ini sebagai “Perjanjian Damai Kuala Lumpur” yang monumental.

Kesepakatan penting ini juga disaksikan dan ditandatangani oleh Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul, Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, serta Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang menjadi tuan rumah mediasi. Kehadiran para pemimpin tinggi ini menegaskan bobot dan urgensi perjanjian tersebut.

Dalam kesempatan tersebut, Trump menyampaikan ucapan selamat kepada Perdana Menteri Anutin dan Hun Manet, mengklaim bahwa perjanjian damai ini berpotensi menyelamatkan “jutaan nyawa.” Pernyataannya menggarisbawahi dampak signifikan yang diharapkan dari gencatan senjata ini terhadap stabilitas regional dan kehidupan masyarakat.

Trump mengungkapkan bahwa banyak “percakapan melalui telepon antara kami berempat” terjadi menyusul “pertumpahan darah” yang parah antara Thailand dan Kamboja pada Juli lalu. Konflik berdarah ini menewaskan sedikitnya 48 orang dan menyebabkan sekitar 300.000 penduduk terpaksa mengungsi, menciptakan krisis kemanusiaan yang mendesak.

Bahkan sebelum tiba di Malaysia, Trump telah menyatakan rencananya untuk menandatangani “Kesepakatan Damai nan Hebat… antara Kamboja dan Thailand yang dengan bangga saya tengahi.” Pernyataannya mencerminkan keterlibatannya yang mendalam dan perannya sebagai mediator utama dalam perselisihan ini.

Sebagaimana diketahui, upaya menuju perdamaian sebenarnya telah dimulai lebih awal. Pada 28 Juli lalu, pemerintah Kamboja dan Thailand telah sepakat untuk segera melakukan gencatan senjata, sebuah kesepakatan yang dicapai setelah kedua pemimpin negara bertemu dalam sesi mediasi di Malaysia pada Senin (28/07).

Butir-Butir Utama Kesepakatan Damai

Beberapa poin krusial menjadi inti dari kesepakatan damai antara kedua negara bertetangga ini. Langkah-langkah konkret dirancang untuk meredakan ketegangan dan membangun kembali kepercayaan di wilayah perbatasan yang rawan konflik.

Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul, menjelaskan bahwa kedua belah pihak berkomitmen untuk menarik “persenjataan berat di area perbatasan demi memastikan keselamatan rakyat kami.” Penarikan ini menjadi langkah fundamental untuk mencegah eskalasi militer lebih lanjut.

Selain itu, Anutin, yang pernyataannya dikutip oleh kantor berita Reuters, menambahkan bahwa Thailand akan membebaskan 18 tentara Kamboja yang sebelumnya ditahan. Tindakan ini diharapkan menjadi isyarat niat baik dan mempercepat proses rekonsiliasi.

Dari sisi Kamboja, Perdana Menteri Hun Manet menegaskan bahwa kesepakatan ini akan menciptakan “blok-blok bangunan untuk perdamaian abadi.” Lebih dari itu, ia menekankan bahwa perjanjian ini “akan memulai proses perekatan jalinan kami kembali,” sebuah pernyataan yang mengindikasikan harapan besar untuk pemulihan hubungan bilateral.

Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Hasan, yang secara aktif terlibat dalam perundingan sebagai perwakilan ASEAN, menyatakan bahwa kesepakatan tersebut juga berfokus pada pembentukan pengamat regional di wilayah perbatasan. Kehadiran pengamat ini diharapkan dapat menjaga transparansi dan mencegah pelanggaran kesepakatan.

“Kedua negara harus menarik senjata berat masing-masing dari wilayah terkait, dan kedua negara harus melakukan upaya pembersihan ranjau atau menghancurkan ranjau yang telah ditanam di perbatasan kedua negara,” tambah Mohamad Hasan, sebagaimana dikutip oleh kantor berita AFP. Isu ranjau darat menjadi perhatian serius mengingat dampaknya terhadap warga sipil dan stabilitas keamanan.

Perdagangan sebagai Instrumen Perdamaian

Gencatan senjata yang terjadi pada Juli lalu antara Thailand dan Kamboja bukan tanpa alasan. Konflik mereda tak lama setelah Presiden Trump mengeluarkan peringatan keras bahwa pertempuran tersebut akan membahayakan perjanjian perdagangan dan negosiasi tarif dengan Amerika Serikat. Ini menunjukkan bagaimana Trump memanfaatkan kekuatan ekonomi AS sebagai alat diplomasi.

Melalui ‘kesepakatan damai’ pada Minggu (26/10), yang diikuti dengan pengumuman Trump mengenai perjanjian perdagangan baru dengan Kamboja serta perjanjian mineral dengan Thailand, Trump secara terang-terangan menegaskan strategi diplomatik uniknya. Ia menggunakan perjanjian perdagangan sebagai metode utama untuk menekan negara-negara agar mencapai perdamaian.

“Kami melakukan banyak transaksi dengan kedua negara selama mereka hidup dalam damai,” ujar Trump, menjelaskan pendekatan ekonominya.

Ia melanjutkan, “Dan saya benar-benar merasa bahwa ketika kami membuat kesepakatan, kami menyoroti kedua negara yang banyak berbisnis dengan kami… kami harus menggunakan bisnis untuk memastikan mereka tidak berperang.” Pernyataan ini menegaskan filosofi Trump dalam memanfaatkan pengaruh ekonomi untuk mencapai tujuan geopolitik.

‘Jalan Menuju Damai’, Bukan ‘Kesepakatan Damai’

Tessa Wong
Jurnalis BBC, melaporkan dari KTT ASEAN di Kuala Lumpur

Terdapat perbedaan pandangan mengenai penyebutan perjanjian ini. Dalam sebuah konferensi pers Menteri Luar Negeri Thailand, saya mengajukan pertanyaan mengenai istilah yang digunakan Thailand untuk perjanjian yang baru saja mereka tandatangani, mengingat Presiden Trump dengan tegas menyebutnya sebagai “Perjanjian Damai Kuala Lumpur.”

Menteri Luar Negeri Sihasak Phuangketkeow menegaskan bahwa perjanjian tersebut masih merujuk pada nama yang telah diumumkan Thailand sebelumnya, yaitu “deklarasi bersama” atas hasil pertemuan Thailand-Kamboja. Ini menunjukkan adanya perbedaan narasi antara pihak-pihak yang terlibat.

Ketika saya kembali menanyakan apakah kesepakatan itu dapat secara resmi disebut sebagai perjanjian damai, Sihasak kemudian memberikan jawaban yang lebih nuansa, “Saya akan menyebutnya sebagai jalan menuju perdamaian.” Respon ini menyiratkan bahwa bagi Thailand, ini adalah langkah progresif menuju perdamaian, bukan sebagai tujuan akhir yang telah tercapai.

Menanggapi pertanyaan mengenai sejauh mana keterlibatan Amerika Serikat dalam proses ini, Sihasak menyatakan bahwa AS dan Malaysia “memfasilitasi,” namun pada intinya, diskusi dan keputusan akhir tetap berada di tangan Thailand dan Kamboja.

  • Thailand dan Kamboja masih bertempur, tapi di dunia maya
  • Mengapa Thailand-Kamboja bertempur dan apa dampaknya bagi Indonesia?
  • Kamboja dan Thailand gencatan senjata – Apa saja perjanjian yang mereka sepakati dalam perundingan di Malaysia?
  • Pertikaian dua dinasti politik di balik pertempuran Thailand-Kamboja

Daftar Isi

Ringkasan

Donald Trump dikabarkan menengahi kesepakatan gencatan senjata antara Thailand dan Kamboja yang ditandatangani di Kuala Lumpur. Trump menyebutnya “Perjanjian Damai Kuala Lumpur” dan mengklaim bisa menyelamatkan jutaan nyawa, setelah konflik yang menewaskan puluhan orang dan menyebabkan ratusan ribu mengungsi. Perjanjian ini juga disaksikan oleh Perdana Menteri Thailand dan Kamboja, serta Perdana Menteri Malaysia selaku tuan rumah.

Poin-poin utama kesepakatan meliputi penarikan persenjataan berat dari area perbatasan, pembebasan tentara yang ditahan, dan pembentukan pengamat regional. Selain itu, kesepakatan juga mencakup upaya pembersihan ranjau darat. Meskipun Trump menyebutnya perjanjian damai, pihak Thailand menyebutnya sebagai “jalan menuju perdamaian,” menekankan bahwa AS dan Malaysia hanya memfasilitasi proses negosiasi yang sebenarnya diputuskan oleh Thailand dan Kamboja.

Leave a Comment