Pengacara Delpedro Usai Praperadilan Ditolak: Kami Sangat Kecewa

Photo of author

By AdminTekno

Langkah hukum Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, menemui jalan buntu setelah hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan resmi menolak permohonan praperadilan yang diajukannya. Putusan ini menjadi sorotan tajam, terutama bagi pegiat demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia.

Permohonan praperadilan tersebut diajukan oleh Delpedro pasca dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Ia dijerat dalam kasus dugaan penghasutan aksi demonstrasi yang berujung ricuh pada Agustus 2025 silam, sebuah insiden yang kala itu menyita perhatian publik.

Kekecewaan mendalam diungkapkan oleh Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) selaku penasihat hukum Delpedro. Al Ayyubi Harahap, salah satu kuasa hukumnya, menegaskan bahwa putusan ini bukan hanya mengecewakan, tetapi juga mengirimkan pesan bahwa ruang bagi aktivis untuk menyuarakan aspirasi kritis di Indonesia semakin sempit. “Jelas, kami sangat kecewa dengan hasil putusan praperadilan ini,” ujarnya kepada awak media di PN Jakarta Selatan, Senin (27/10).

Al Ayyubi bahkan lebih jauh menyatakan, “Saya ingin menyampaikan kepada publik bahwa sudah tidak ada tempat bagi para kelompok kritis di negara ini. Sudah tidak ada tempat bagi aktivis pro-demokrasi yang terus mengawasi pelaksanaan kebijakan di negara ini.” Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran serius akan masa depan kebebasan berekspresi dan peran kontrol sosial di Indonesia.

Lebih lanjut, Al Ayyubi juga dengan tegas menyebut Delpedro bersama tiga tersangka lainnya – yaitu admin Gejayan Memanggil, Syahdan Husein; staf Lokataru Foundation, Muzaffar Salim; dan mahasiswa Universitas Riau (Unri), Khariq Anhar – sebagai tahanan politik. Klaim ini mengindikasikan adanya pandangan bahwa penahanan mereka bermotif politis ketimbang murni penegakan hukum.

Menurutnya, penetapan mereka sebagai tersangka hanyalah upaya untuk menjadikan mereka “kambing hitam” demi menciptakan kesan bahwa peristiwa kerusuhan pada 25 Agustus 2025 telah ditangani dengan baik. “Padahal, pihak kepolisian tidak pernah menyentuh, tidak pernah melakukan penegakan hukum kepada siapa sebenarnya pelaku dari kerusuhan itu sendiri,” kritik Al Ayyubi, menyoroti dugaan ketidakseriusan dalam mengungkap dalang kerusuhan yang sesungguhnya.

Tak hanya itu, Al Ayyubi juga menyoroti pertimbangan hakim yang menolak praperadilan Delpedro. Hakim dinilai hanya fokus pada perolehan dua alat bukti oleh penyidik, mengabaikan fakta krusial bahwa kliennya, Delpedro, tidak pernah diperiksa sebagai saksi maupun calon tersangka dalam kasus ini. “Di dalam permohonan kami sudah jelas kami sampaikan bahwa Delpedro tidak pernah diperiksa sebagai saksi atau calon tersangka,” tegasnya, mempertanyakan validitas prosedur hukum yang diterapkan.

Senada dengan rekan sejawatnya, Afif Abdul Qoyim, penasihat hukum Delpedro lainnya, turut menyayangkan putusan yang diketok oleh Hakim tunggal PN Jakarta Selatan. “Kita sangat menyesalkan di tengah-tengah represi, kebebasan berekspresi orang-orang dengan mudah dikriminalisasi,” ungkap Afif, menekankan bahwa putusan ini menambah daftar panjang kasus dugaan kriminalisasi terhadap suara-suara kritis.

Menurut Afif, putusan hakim terasa “kering” dari argumentasi hukum dan tidak mempertimbangkan secara detail bukti-bukti yang diajukan pihak Delpedro. “Putusan hakim yang sama-sama kita dengar tadi itu kering terhadap argumentasi hukum, kering terhadap bukti-bukti kami yang kami ajukan, dan tidak secara detail mengeksaminasi antara bukti kami dengan bukti Termohon,” jelasnya, mengindikasikan bahwa proses peradilan tidak berjalan seimbang dan kurang mendalam.

Praperadilan Delpedro

Permohonan praperadilan yang diajukan Delpedro sebelumnya teregister dengan nomor perkara 132/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. Delpedro disangkakan melakukan penghasutan terhadap sejumlah pelajar dalam sebuah aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh pada akhir Agustus 2025.

Penghasutan tersebut diduga dilakukan melalui unggahan pada akun Instagram resmi Lokataru Foundation, yang mana akun tersebut dikelola langsung oleh Delpedro.

Dalam inti permohonannya, Delpedro mempersoalkan prosedur penangkapan serta penetapan status tersangka atas dirinya. Ia memohon kepada Hakim PN Jakarta Selatan untuk menerima gugatan praperadilan dan menyatakan bahwa status tersangka yang disandangnya adalah tidak sah.

Namun, harapan tersebut pupus setelah Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kini secara resmi memutuskan untuk menolak gugatan praperadilan Delpedro.

Leave a Comment