Ironi Bupati Ponorogo: Ke KPK 2 Pekan Sebelum Di-OTT, Bahas Pencegahan Korupsi

Photo of author

By AdminTekno

Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (7/11). Ia diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi yang berkaitan dengan mutasi dan promosi jabatan di lingkungan pemerintah daerahnya.

Ironisnya, penangkapan ini terjadi hanya dua minggu setelah Sugiri Sancoko sempat menyambangi Gedung Merah Putih KPK di Jakarta Selatan pada 23 Oktober lalu. Dalam kunjungan tersebut, Sugiri beraudiensi dengan Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah III KPK, sebuah pertemuan yang kini menjadi sorotan tajam.

Dalam rilis pers yang dikeluarkan KPK saat itu, terungkap sejumlah anomali serius pada tata kelola pemerintahan Kabupaten Ponorogo. Masalah-masalah yang ditemukan meliputi pelaksanaan pokok pikiran (pokir) DPRD, penyaluran hibah daerah, serta penggunaan e-katalog yang dinilai belum optimal dalam mendukung pelaku usaha lokal. “Fokus kami bukan mencari kesalahan, tapi memperkuat sistem agar tidak membuka ruang korupsi,” tegas Wahyudi, Kepala Satgas Korsup Wilayah III-1 Jawa Timur, dalam rilis tersebut.

Lebih lanjut, KPK mengidentifikasi indikasi ketidaksesuaian dalam implementasi pokir DPRD. Mulai dari pembagian jatah pimpinan dan fraksi yang tidak transparan, usulan lintas daerah pemilihan (dapil) senilai Rp 895 juta yang melanggar Permendagri 86/2017, hingga perumusan masalah yang menyimpang dari prinsip perencanaan pembangunan yang benar. Kondisi ini mencerminkan potensi penyalahgunaan wewenang dalam penyusunan anggaran dan program daerah.

Selain itu, pelaksanaan hibah daerah di Ponorogo juga ditemukan belum tertib. KPK mencatat adanya proposal tahun 2022 yang baru diakomodir pada tahun 2024, serta duplikasi penerima dari pengusul yang sama. “Setiap OPD wajib memverifikasi dan memvalidasi data penerima hibah agar tidak terjadi duplikasi,” ujar Wahyudi, menekankan pentingnya akuntabilitas.

Sektor pengadaan barang dan jasa turut menjadi sorotan KPK. Dari total transaksi sebesar Rp 271 miliar, sebanyak Rp 220 miliar justru berasal dari penyedia di luar Ponorogo. Bahkan, dari Rp 106 miliar pengadaan langsung, Rp 48 miliar di antaranya juga bersumber dari luar daerah. Ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai komitmen pemerintah daerah terhadap penguatan ekonomi lokal. “Padahal e-katalog dirancang untuk UMKM lokal. Ke depan, penyedia lokal perlu difasilitasi agar masuk e-katalog,” tandas Wahyudi, menyoroti lemahnya keberpihakan terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah setempat.

KPK juga menemukan potensi pemecahan paket proyek, penyedia yang berulang, harga yang tidak wajar, serta penyedia “multitalen” yang menjual berbagai jenis barang sekaligus. Beberapa transaksi bahkan dilakukan pada waktu yang tidak lazim, dengan pola paket serupa bernilai Rp 1,2 miliar. “Kalau penyedianya dan paketnya sama, mengapa tidak dikonsolidasikan saja? Ini menunjukkan lemahnya kontrol pengadaan,” kritik Wahyudi, menggarisbawahi celah dalam sistem pengawasan.

Fokus KPK juga tertuju pada proyek-proyek strategis di Ponorogo, termasuk pembangunan RSUD, museum, hingga irigasi air tanah dalam (IATD). Sejak 2021 hingga 2024, Ponorogo telah merealisasikan 191 titik IATD dengan biaya rata-rata Rp 125 juta per titik. Meskipun proyek ini bermanfaat bagi petani, KPK saat itu meminta Inspektorat daerah untuk waspada terhadap potensi kemahalan harga dan memastikan probity audit berjalan optimal guna mencegah praktik korupsi.

Pada pertemuan tersebut, KPK juga mengungkapkan nilai Survei Penilaian Integritas (SPI) Ponorogo yang berada di angka 73,43. Data SPI menunjukkan bahwa satu persen responden mengaku pernah memberikan uang, barang, atau fasilitas kepada pegawai untuk mengurus layanan publik. Yang lebih mengkhawatirkan, 50 persen responden di beberapa dinas, seperti Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan, serta di tingkat kecamatan, mengaku bahwa pemberian tersebut berdasarkan kesepakatan dengan pegawai guna mempermudah layanan, mengindikasikan adanya praktik gratifikasi yang sistematis.

Merespons temuan-temuan tersebut, KPK meminta Pemerintah Kabupaten Ponorogo untuk segera membenahi tata kelola pemerintahannya. Rekomendasi yang diberikan meliputi optimalisasi penggunaan e-katalog dengan penerapan mini kompetisi dan analisis harga, pelaksanaan proyek strategis sesuai timeline dan pelaporan berkala, serta melakukan probity audit pada seluruh proyek besar. Selain itu, Inspektorat diminta untuk mengaudit kegiatan Solosemiran DPRD agar penggunaan anggaran sesuai ketentuan. “Kami mengingatkan pentingnya verifikasi dan validasi. Semoga tidak terjadi penyimpangan dan Pemkab memperbaiki sebagai mitigasi risiko korupsi,” pungkas Wahyudi, dengan harapan perbaikan tata kelola dapat mencegah penyimpangan di masa mendatang.

Dalam rilis kala itu, Sugiri Sancoko sendiri berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan daerahnya, sebuah janji yang kini dipertanyakan mengingat OTT yang menjeratnya.

Kata Jubir KPK soal Pertemuan dengan Bupati Ponorogo

Menanggapi pertemuan KPK dan Sugiri Sancoko beberapa minggu sebelum penangkapan, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pertemuan itu adalah bagian dari agenda koordinasi supervisi. “Di antaranya KPK membahas kepada seluruh pemerintahan daerah yang hadir pada saat itu, terkait dengan MCSP, Monitoring Controlling Surveillance for Prevention. Jadi, langkah-langkah pencegahan apa yang penting untuk dilakukan di pemerintah daerah, termasuk di Kabupaten Ponorogo,” ujar Budi di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat (7/11).

Budi menambahkan bahwa KPK memberikan perhatian khusus untuk pemerintah daerah di Jawa Timur, terutama terkait kasus korupsi dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) yang juga sedang diusut oleh KPK. “Selain itu di Jawa Timur, KPK juga concern terkait dengan dana hibah untuk kelompok masyarakat. Karena memang dana hibah yang berasal dari Pokir ini, kan, juga menjadi salah satu titik rawan terjadinya tindak pidana korupsi. Salah satu perkaranya yang sekarang juga sedang bergulir adalah terkait dengan hibah Pokmas di Jawa Timur,” jelasnya, mengaitkan potensi risiko.

Budi menegaskan bahwa saat itu KPK telah mengingatkan Sugiri Sancoko dan seluruh pemerintah daerah tentang potensi terjadinya tindak pidana korupsi di lingkungan masing-masing. “KPK juga mewanti kepada seluruh pemerintah daerah untuk terus melakukan upaya-upaya perbaikan dalam pencegahan korupsi,” imbuhnya.

Aspek lain yang menjadi perhatian KPK adalah bagaimana pemerintah daerah menyusun indikator dan skala prioritas dalam proses perencanaan dan penganggaran, guna memastikan setiap perencanaan tepat sasaran untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. KPK juga secara spesifik meminta setiap pemerintah daerah, termasuk Ponorogo, untuk memperbaiki tata kelola, khususnya yang berkaitan dengan mutasi dan promosi aparatur sipil negara (ASN). “Bagaimana pemerintah daerah juga harus memiliki koridor-koridor prosedur mekanisme dalam proses-proses manajemen seorang aparatur sipil negara. Bagaimana proses mutasi, promosi, dan juga proses-proses manajemen ASN lainnya. Karena itu juga menjadi salah satu yang rawan terjadinya tindak pidana korupsi,” tandas Budi, menggarisbawahi kerentanan area tersebut.

13 Orang Ditangkap

Pagi Sabtu (8/11), Sugiri Sancoko telah tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, bersama enam orang lainnya untuk menjalani pemeriksaan intensif. Ketujuh orang yang dibawa ke Jakarta tersebut meliputi Sekda, Direktur RSUD, Kabid Mutasi Setda, serta tiga orang pihak swasta. Salah satu dari yang ditangkap juga diketahui merupakan adik kandung dari Sugiri Sancoko, menambah kompleksitas kasus ini.

Secara keseluruhan, dalam kasus yang menjerat Bupati Ponorogo ini, KPK telah menangkap total 13 orang. “Dalam kegiatan tangkap tangan di wilayah Ponorogo, hingga Jumat malam, tim berhasil mengamankan 13 orang,” ungkap Jubir KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan pada Sabtu (8/11). “7 orang di antaranya pagi ini dibawa ke Jakarta,” tambahnya, menunjukkan keseriusan KPK dalam mengusut tuntas dugaan korupsi tersebut.

Leave a Comment