Catatan Koalisi Masyarakat Sipil Soal KUHAP Baru

Photo of author

By AdminTekno

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah disahkan DPR dalam rapat paripurna Selasa (18/11). Seluruh fraksi setuju dengan semua perubahan dan pembaruan yang dibahas dalam panja Pemerintah dan Komisi III DPR.

Meski begitu, ada sejumlah catatan yang disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil. Mereka menilai, sejumlah pasal dalam KUHAP berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Dari aspek substansi, pembahasan RUU KUHAP yang super singkat dan tidak substansial ini seperti mengulang apa yang terjadi pada Juli 2025 lalu, sama sekali tidak membahas pasal-pasal bermasalah, pasal karet dan pasal yang menyuburkan praktik penyalahgunaan wewenang sebagaimana yang selalu kami sampaikan berulang-ulang,” tulis Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangannya dikutip, Rabu (19/11).

Berikut sejumlah pasal di KUHAP yang dinilai berpotensi menimbulkan masalah:

Pasal 16

Penyamaran, operasi undercover buy (pembelian terselubung) & controlled delivery (pengiriman di bawah pengawasan) dilakukan untuk tindak pidana khusus seperti narkoba. Tapi, di KUHAP Baru metode ini diatur untuk semua jenis tindak pidana. Ini dinilai berpotensi dapat menjebak siapa saja.

Pasal 5

Semua bisa kena melalui pasal karet dengan dalih mengamankan khususnya pada tahap penyelidikan yang belum terkonfirmasi ada tidaknya tindak pidana. Pada tahap penyelidikan, dapat dilakukan Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, Penggeledahan dan bahkan Penahanan, padahal pada tahap ini tindak pidana belum terkonfirmasi.

Pasal 90, 93, dan 93 ayat 1

Pada tahap penyelidikan, dapat dilakukan penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan bahkan penahanan, padahal pada tahap ini tindak pidana belum terkonfirmasi. Ini dinilai berpotensi petugas bisa menangkap hingga menahan tanpa seseorang tanpa izin hakim.

Pasal 105, 112A, 132A, 124

Upaya Paksa Penggeledahan, Penyitaan, Pemblokiran bisa dilakukan tanpa izin pengadilan dengan alasan keadaan mendesak berdasarkan penilaian subjektif aparat (Pasal 105, 112A, 132A). RUU KUHAP juga memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan penyadapan tanpa izin hakim dengan dilandaskan pada undang-undang yang bahkan belum terbentuk

Pasal 74a, 78, 79

Kesepakatan damai antara pelaku dan korban dapat dilaksanakan pada tahapan yang belum dipastikan terdapat tindak pidana (penyelidikan). Hasil kesepakatan damai yang ditetapkan oleh pengadilan hanya surat penghentian penyidikan, sedangkan penghentian penyelidikan sama sekali tidak dilaporkan ke otoritas mana pun ini menjadi ruang gelap di penyelidikan.

Penetapan hakim untuk penghentian penyidikan hanya akan dianggap stempel, tanpa memandatkan kepada hakim untuk melakukan pemeriksaan secara substansial (judicial scrutiny) dan memberikan opsi menolak untuk menetapkan kesepakatan RJ yang tidak sesuai ketentuan, termasuk jika ada indikasi pemaksaan, pemerasan, atau penyalahgunaan lainnya oleh aparat.

Pasal 7, 8

Polisi dinilai jadi lembaga superpower dengan kontrol besar karena membawahi semua PPNS dan penyidik khusus lainnya. Selain itu, pasal-pasal yang menyangkut pemenuhan bantuan hukum dipengaruhi oleh ancaman pidana. Padahal seharusnya bantuan hukum merupakan hak yang tidak melihat latar belakang kasus maupun ancaman hukuman.

Pasal 137A, 99

Membuka peluang penghukuman tanpa batas waktu terhadap penyandang disabilitas mental dan intelektual, dan secara implisit menempatkan keduanya sebagai pihak tanpa kapasitas hukum.

Lalu, berpotensi melegitimasi perampasan kemerdekaan dan pengurungan sewenang-wenang (arbitrary detention), karena penjatuhan sanksi tidak diposisikan sebagai putusan pidana sehingga tidak memiliki standar jelas terkait batas waktu, mekanisme pengawasan, maupun penghentian tindakan.

Pasal 332, 334

Artinya, potensi kekacauan praktik KUHAP Baru yang diterapkan tanpa adanya peraturan pelaksana akan sangat nyata terjadi setidaknya selama setahun ke depan. Koalisi juga sudah sering menyoroti bahwa kebutuhan mengakomodir perubahan krusial KUHP Baru ternyata juga belum diatur secara memadai dalam draft terakhir RUU KUHAP yang diputuskan dalam rapat pengambilan keputusan Tingkat I.

Sejumlah pasal yang disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil mengalami perubahan dalam KUHAP yang sudah disahkan DPR. Isi lengkap KUHAP:

Berikut Lembar penjelasan KUHAP Baru:

Dengan sudah disahkan KUHAP baru ini, Ketua DPR Puan Maharani berharap tidak ada lagi hoaks yang beredar. KUHAP baru ini bisa dilihat secara detail oleh masyarakat.

“Jadi hoaks-hoaks yang beredar, itu semuanya hoaks, tidak betul dan semoga kesalahpahaman dan ketidakmengertian bisa segera kita sama-sama pahami bahwa itu tidak betul,” ungkap Puan dalam Paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Hal serupa disampaikan Ketua Komisi III DPR Habiburokhman memastikan KUHAP mengatur dengan detail soal bagaimana penanganan perkara hukum dan diklaim lebih baik dari KUHAP yang lama.

“Ada ini beredar nih ya, semacam poster di media sosial yang isinya tidak benar, ya. Disebutkan ya, kalau RKUHAP disahkan, polisi jadi bisa lakukan ini ke kamu tanpa izin hakim. Ini tidak benar sama sekali,” kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/11).

Politikus Gerindra itu menjelaskan ada beberapa ragam kabar tak benar. Misalnya, polisi bisa diam-diam menyadap, merekam, membekukan tabungan sepihak dan menelusuri jejak digital.

Lalu, ada lagi kabar soal pengambilan ponsel, laptop hingga data tanpa izin. Juga kabar penangkapan dan penggeledahan, serta penahanan tanpa konfirmasi pidana bisa dilakukan. Habiburokhman menegaskan semua itu hoaks.

“Ini hoaks, hoaks, bener hoaks ya. Yang benar adalah, ini kami bikin klarifikasinya,” ujar dia.

Habiburokhman menjelaskan, pada pasal 135 ayat 2 KUHAP baru terkait penyadapan belum diatur detail dalam KUHAP. Nantinya, DPR akan membahas UU Penyadapan secara terpisah setelah KUHAP disahkan.

“Jadi belum ada. Penyadapan itu memang ada hak bebas menyadap, tapi pelaksanaan dan pengaturannya akan diatur dengan undang-undang tersendiri soal penyadapan yang akan dibahas kalau KUHAP-nya nanti disahkan,” jelas dia.

Kemudian, pada pasal 139 ayat 2 KUHP, semua bentuk pemblokiran, mulai dari rekening, media sosial, dan berbagai data lainnya, harus melalui izin hakim.

“Lalu menurut pasal 44 KUHAP baru, semua bentuk penyitaan. Nah ini yang soal handphone, laptop apa disita itu ya, tanpa izin hakim. Menurut pasal 44 KUHAP baru, semua bentuk penyitaan harus dilakukan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri,” ujar dia.

Lalu, soal penangkapan dan penahanan. Habiburokhman menegaskan semua itu harus sesuai dengan SOP yang berlaku. Tidak bisa orang tanpa indikasi yang jelas.

“Di KUHAP baru, penahanan bisa dilakukan pertama, apabila tersangka mengabaikan panggilan dua kali berturut-turut. Ini kan sangat objektif. Panggil sekali enggak datang, dua kali enggak datang, jelas faktanya,” tutur dia.

“Yang kedua, apabila tersangka memberikan informasi tidak sesuai fakta. Ini kan gampang di-cross check-nya, gitu loh. Ketiga, apabila tersangka menghambat proses pemeriksaan, ya,” tambah dia.

Lalu, seorang tersangka diketahui berupaya melarikan diri, mengulangi tindak pidana, menghilangkan barang bukti, terancam keselamatannya, atau mempengaruhi saksi lain untuk berbohong.

“Ini juga kan termasuk dalam obstruction of justice yang memang merupakan tindak pidana,” kata dia.

“Jadi ya, kalau di KUHAP Orde Baru, orang tuh bisa ditahan hanya dengan tiga kekhawatiran. Satu, khawatir melarikan diri, khawatir menghilangkan alat bukti, khawatir mengulangi tindak pidana, yang pemenuhannya unsur subjektivitasnya hanya ada pada penyidik. Nah, kalau yang di KUHAP baru, ini sangat objektif, sangat bisa dinilai, gitu lho,” ucap dia.

Leave a Comment