12 Perusahaan yang Diduga Perparah Banjir Sumatra

Photo of author

By AdminTekno

Kita Tekno JAKARTA – Bencana banjir dan longsor Sumatra yang disebabkan oleh cuaca ekstrem, semakin diperparah dengan adanya aksi korporasi yang diduga melakukan pelanggaran hukum kehutanan.

Kementerian Kehutanan telah mengidentifikasi 12 perusahaan yang terindikasi berkontribusi terhadap bencana banjir di Pulau Sumatra. Pemerintah akan melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan ini bakal segera dimulai.

“Gakkum [Penegakan Hukum] Kehutanan sementara telah menemukan indikasi pelanggaran di 12 lokasi subjek hukum. Ada 12 perusahaan di Sumatra Utara dan penegakan hukum terhadap subjek-subjek hukum tersebut akan segera dilakukan,” kata Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Kamis (4/12/2025).

: Pemerintah Bakal Cabut Izin 8 Perusahaan Terindikasi Penyebab Banjir Sumatra

Raja Juli tidak memerinci nama-nama perusahaan tersebut, tetapi ia memastikan hasil dari proses hukum ini akan dilaporkan ke Komisi IV DPR RI dan publik.

Selain itu, Kemenhut melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan awal Desember 2025 telah menetapkan moratorium layanan tata usaha kayu tumbuh alami di Areal Penggunaan Lain (APL) untuk skema Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT), menyusul temuan kejahatan kehutanan berupa pencucian kayu hasil pembalakan liar atau illegal logging yang menjadi salah satu pemicu bencana banjir bandang di sejumlah provinsi Pulau Sumatra.

: : Kemenhut Identifikasi 12 Perusahaan Terindikasi Picu Banjir Sumatra

Seiring dengan hal ini, Kemenhut juga bakal melakukan evaluasi menyeluruh dan pengawasan ketat terhadap seluruh pemanfaatan kayu di areal PHAT.

Dalam siaran pers, Ditjen Gakkumhut menjelaskan telah mengidentifikasi sejumlah pola pencucian kayu melalui skema PHAT. Sejumlah modus yang paling umum dipakai pelaku antara lain pemalsuan atau manipulasi dokumen kepemilikan lahan, kemudian kayu dari luar areal PHAT “dititipkan” menjadi seolah-olah berasal dari PHAT. Kayu dari kawasan hutan yang berstatus Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP) dan Hutan Lindung (HL) juga dibawa masuk dan dibuatkan Laporan Hasil Produksi (LHP) fiktif dengan volume yang dinaikkan.

: : Gandeng Polri, Menhut Telusuri Asal-usul Kayu Gelondongan Pascabanjir Sumatra

Modus pencucian ini juga meliputi pemalsuan LHP dengan petak, diameter, dan panjang kayu yang tidak sesuai kondisi lapangan; perluasan batas peta PHAT yang melampaui alas hak yang sah, sehingga penebangan masuk ke kawasan hutan negara; dan penggunaan PHAT milik masyarakat sebagai “nama pinjam” oleh pemodal untuk melegalkan penebangan skala besar.

Selain itu, terdapat pula modus pengiriman kayu yang melampaui volume LHP atau Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK) melalui penggunaan berulang dokumen yang sama; dan penarikan kayu dari kawasan hutan yang kemudian diregistrasi sebagai kayu PHAT setelah dipindahkan dan dikumpulkan di lahan milik.

Sepanjang 2025, Kementerian Kehutanan melaporkan telah menangani sejumlah perkara illegal logging dengan modus pencucian kayu melalui PHAT di berbagai wilayah Sumatra.

Beberapa di antaranya adalah pengungkapan penebangan pohon secara tidak sah di luar areal PHAT dan kawasan hutan oleh pemilik PHAT dengan barang bukti sekitar 86,60 m³ kayu ilegal di Aceh Tengah pada Juni 2025. Kemudian temuan kegiatan penebangan pohon di kawasan hutan di luar PHAT yang diangkut menggunakan dokumen PHAT dengan barang bukti 152 batang kayu bulat, dua unit ekskavator, dan satu unit bulldozer di Solok, Sumatra Barat pada Agustus 2025.

Menteri Lingkungan Hidup Bakal Cabut Izin 8 Perusahaan

Duka akibat bencana Sumatra dan banjir yang belum surut, semakin menimbulkan kepedihan. Bencana Sumatra ini mendapatkan penanganan nasional, sebab masih banyak daerah-daerah yang terisolir dan akses infrastruktur yang terputus karena bongkahan kayu dan batu yang melanda desa-desa.

Merespon ini, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol menyatakan bakal mencabut persetujuan lingkungan 8 perusahaan yang diduga menyebabkan bencana banjir di Sumatra.

Menurutnya, pihaknya bersama Dewan akan melakukan penelusuran detail terkait akar masalah bencana tersebut. Hal tersebut disampaikannya usai rapat kerja (raker) dengan Komisi XII DPR RI pada Rabu (3/12/2025).

“Kami mulai hari ini akan menarik kembali semua persetujuan lingkungan dari dokumen lingkungan yang ada di daerah-daerah bencana,” kata Hanif di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, dikutip pada Jumat (5/12/2025).

Lebih lanjut, sejumlah entitas juga akan dipanggil Kementerian LH untuk memberikan keterangan karena terindikasi memperparah bencana berdasarkan kajian sementara dari citra satelit. Pihaknya telah melayangkan surat agar pemberian keterangan dapat berlangsung pada Senin (8/12/2025) pekan depan.

Hanif lantas menyebut bahwa kunjungan lapangan juga dilakukan agar pemerintah dapat merumuskan tindak lanjut terhadap masing-masing entitas tersebut.

Kemenhut Cabut 20 Izin 

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) juga akan kembali mencabut 20 perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) dengan luas mencapai 750.000 hektare di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di tiga provinsi terdampak banjir di Pulau Sumatra.

Kemenhut tercatat telah melakukan pencabutan ini pada 3 Februari 2025. Kala itu, sebanyak 18 PBPH dengan total luas 526.114 hektare dicabut karena berkinerja buruk.

“Kami akan kembali mencabut izin sekitar 20 PBPH yang bekerja buruk dengan luas kurang lebih 750.000 hektare di seluruh Indonesia, termasuk di tiga provinsi terdampak [banjir],” kata Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Kamis (4/12/2025).

Hingga saat ini, pemerintah masih menyembunyikan dan belum memerinci nama-nama perusahaan yang diduga menjadi dalang yang semakin memperparah bencana alam Sumatra. Perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di Sumatra bersikap defensif dan membantah tuduhan.

Respon Perusahaan Kertas TPL

Penduduk di Sumatra ingat dengan perusahaan Bernama Indorayon. Ini adalah perusahaan milik Sukanto Tanoto yang kini sudah berganti nama PT Toba Pulp Lestari Tbk. (INRU) atau yang sering disebut TPL. Emiten kertas TPL ini membantah tuduhan operasional perusahaan menjadi penyebab bencana ekologi di Sumatra.

Corporate Secretary Toba Pulp Lestari, Anwar Lawden menegaskan bahwa seluruh kegiatan HTI telah melalui penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) oleh pihak ketiga untuk memastikan penerapan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari.

“Dari total areal 167.912 Ha, Perseroan hanya mengembangkan tanaman eucalyptus sekitar 46.000 Ha, sementara sisanya dipertahankan sebagai kawasan lindung dan konservasi,” ujarnya dalam keterbukaan informasi yang dirilis Senin, (1/12/2025).

Melansir laman resminya, Toba Pulp Lestari (TPL) kini mengantongi izin untuk mengelola 167.912 hektare (Ha) Hutan Tanaman Industri (HTI) di Sumatra Utara. Perkebunan yang diotorisasi kepada TPL melalui izin operasi dari Pemerintah Indonesia tersebut berlokasi di lima wilayah di Sumatra Utara, yaitu Aek Nauli, Habinsaran, Tapanuli Selatan, Aek Raja, dan Tele.

Anwar mengklaim bahwa audit menyeluruh oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah dilakukan pada tahun 2022–2023 dan hasilnya menyatakan bahwa perseroan taat mematuhi seluruh regulasi serta tidak ditemukan pelanggaran terhadap aspek lingkungan maupun sosial.

“Mengenai tuduhan deforestasi, kami tegaskan bahwa perseroan melakukan operasional pemanenan dan penanaman kembali di dalam konsesi berdasarkan tata ruang, Rencana Kerja Umum (RKU), dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah ditetapkan pemerintah,” tegasnya.

Anwar juga menekankan, bahwa selama lebih dari 30 tahun beroperasi pihaknya terus menjaga komunikasi terbuka melalui dialog, sosialisasi, serta program kemitraan dengan pemerintah, masyarakat hukum adat, tokoh masyarakat, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil.

Selain itu, dia juga menegaskan pihaknya tetap membuka ruang dialog konstruktif untuk memastikan keberlanjutan yang adil dan bertanggung jawab di area perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH).

Respon Agincourt Terkait Tuduhan Bencana Sumatra

PT Agincourt Resources (PTAR) menanggapi isu terkait aktivitas Tambang Emas Martabe yang diduga penyebab banjir bandang di Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan.

“Temuan kami menunjukkan bahwa mengaitkan langsung operasional Tambang Emas Martabe dengan kejadian banjir bandang di Desa Garoga merupakan kesimpulan yang prematur.” Jelas PTAR dalam rilis resminya, Selasa (2/12/2025).

Perusahaan mengklaim titik utama banjir bandang terjadi di Desa Garoga yang berada di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Garoga dan menyebar ke beberapa desa seperti Huta Godang, Batu Horing, dan Aek Ngadol Sitinjak.

Sementara itu, PTAR beroperasi di sub DAS Aek Pahu yang secara hidrologis terpisah dari DAS Garoga. Meskipun kedua sungai tersebut bertemu, titik pertemuannya berada jauh di hilir Desa Garoga dan mengalir ke pantai barat Sumatra.

“Sehingga, aktivitas PTAR di DAS Aek Pahu tidak berhubungan dengan bencana di Garoga” tegas PTAR

PTAR senantiasa mematuhi seluruh peraturan pemerintah yang berlaku, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan.

Mereka juga menegaskan bahwa Tambang Emas Martabe melakukan kegiatan penambangan sepenuhnya di kawasan dengan status Areal Penggunaan Lain (APL).

Leave a Comment