
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menargetkan aturan terkait pencegahan dan penanganan bullying dapat diterapkan mulai tahun ajaran baru 2025/2026.
Hal itu disampaikan Mendikdasmen Abdul Mu’ti usai membuka Simposium Penyelarasan dan Revitalisasi Vokasi Bidang Ketahanan Pangan di Millenium Hotel, Jakarta Pusat, Senin (8/12).
“Insyaallah bisa. Insyaallah bisa. Sekarang sudah proses harmonisasi,” ujarnya ketika ditanya mengenai perkembangan regulasi tersebut.
Mu’ti tidak menjelaskan lebih jauh isi aturan tersebut, namun memastikan proses penyelarasan regulasi terus berjalan. Aturan tersebut adalah Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Sebelumnya, Mu’ti memimpin diskusi guna mengevaluasi aturan tersebut di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (19/11). Evaluasi ini dilakukan sebagai langkah awal penyempurnaan regulasi untuk menciptakan budaya sekolah yang lebih aman dan nyaman.
Mu’ti menegaskan urgensi penanganan kekerasan di sekolah, terutama menyusul meningkatnya kasus bullying dan kekerasan digital. “Kekerasan dalam berbagai bentuk di berbagai tempat memang angkanya sangat tinggi. Termasuk juga ragam kekerasan yang sangat bervariasi,” kata dia.
Menurutnya, banyak aksi kekerasan bermula dari tantangan di media sosial sebelum berujung ke dunia nyata.
“Yang dampak dari kekerasan di dunia maya, dunia digital itu kemudian juga diikuti dengan kekerasan yang ada di dunia nyata. Jadi banyak proses tantang-menantang itu dimulai dari medsos, kemudian aksinya dilakukan di tempat yang disepakati oleh mereka,” tutur Mu’ti.

Terkait regulasi yang berlaku saat ini, Mu’ti menyebut implementasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 masih belum maksimal.
“Semangatnya sangat bagus, tetapi pelaksanaannya belum maksimal. Mungkin karena baru 2 tahun ya, 2023. Tetapi dari materinya saya melihat memang terlalu struktural dan birocratic-heavy,” ujar Mu’ti.
“Terlalu struktural dan sangat menekankan unsur birokrasinya, yang karena sangat struktural dan birokratis itu kemudian pelaksanaannya belum maksimal. Koordinasi antar pihak terkait juga belum terjalin dengan baik,” sambung dia.
Oleh karena itu, Kemendikdasmen berencana menyempurnakan aturan tersebut dengan pendekatan yang lebih humanis, komprehensif, dan partisipatif.
“Kita perlu menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah untuk membangun budaya sekolah yang aman dan nyaman,” tutup Mu’ti.