Ariel Noah ke DPR: Bahas Royalti Musik dengan Komisi XIII

Photo of author

By AdminTekno

Jakarta, IDN Times – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI baru-baru ini menggelar rapat dengar pendapat (RDP) yang krusial, fokus pada isu manajemen royalti serta berbagai permasalahan dalam perlindungan karya cipta dan hak cipta. Pertemuan penting ini turut menghadirkan sejumlah musisi papan atas tanah air, menandakan keseriusan pihak legislatif dalam menanggapi polemik yang meresahkan industri musik.

Rapat dengar pendapat tersebut dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, bertempat di ruangan Komisi XIII DPR RI. Kehadiran Wakil Menteri Hukum, Eddy Hiariej, beserta jajarannya juga menegaskan komitmen pemerintah untuk mencari solusi atas sengkarut royalti yang tak kunjung usai.

1. Rapat Dihadiri Tokoh-tokoh Musik Terkemuka

Dari pantauan IDN Times, sejumlah nama besar dari panggung musik nasional terlihat hadir. Salah satunya adalah vokalis legendaris Noah, Ariel, serta diva pop Vina Panduwinata. Rapat bersejarah ini dilangsungkan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Kamis (21/8/2025).

Ariel Noah, yang tampak mengenakan kemeja batik berwarna hijau, menunjukkan keseriusan luar biasa dalam mengikuti setiap sesi rapat. Ia terlihat fokus mencermati jalannya diskusi antara pemerintah dan DPR RI, demi mengurai benang kusut masalah royalti musik yang telah lama menjadi polemik dan merugikan banyak pihak.

2. Barisan Musisi Lintas Generasi Turut Serta

Selain Ariel dan Vina Panduwinata, deretan musisi kenamaan lainnya juga turut memadati ruang rapat. Mereka antara lain Sammy Simorangkir, Marcell Siahaan, Satrio Yudi Wahono atau lebih dikenal dengan Piyu Padi, serta Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca. Kehadiran mereka menambah bobot dan representasi suara dari berbagai genre musik.

Menariknya, beberapa musisi yang kini telah beralih profesi menjadi wakil rakyat di parlemen juga turut hadir. Di antaranya adalah Ahmad Dhani, Once Mekel, dan Melly Goeslaw, yang semakin memperkaya perspektif dalam pembahasan manajemen royalti dan hak cipta. Menyuarakan aspirasi para seniman, Ariel Noah menegaskan perlunya tindakan konkret. “Perlu ada ketegasan. Sampai saat ini kami ingin meminta pernyataan pemerintah karena yang di MK (Mahkamah Konstitusi) belum kuat,” ujarnya, menekankan pentingnya dasar hukum yang kokoh bagi perlindungan karya cipta.

3. Polemik Royalti Musik yang Tak Kunjung Usai

Isu polemik royalti musik memang sedang hangat diperbincangkan, melibatkan berbagai pihak mulai dari musisi, Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), pelaku usaha, hingga pemerintah. Akar permasalahannya kerap berkisar pada kurangnya transparansi dalam pengelolaan royalti, besaran tarif yang dianggap tidak adil, serta mekanisme distribusi royalti yang dinilai belum optimal bagi para pencipta dan pemilik karya.

Salah satu kasus yang mencuat adalah gugatan undang-undang royalti ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Sammy Simorangkir dan Lesty Kejora. Mereka menggugat aturan yang mewajibkan musisi atau penyanyi membayar royalti kepada pencipta lagu, bahkan ketika mereka membawakan lagu-lagu andalan atau yang biasa mereka nyanyikan. Persoalan hak cipta juga sempat menimpa penyanyi internasional Agnez Mo, yang dituntut membayar royalti sebesar Rp1,5 miliar atas dugaan pelanggaran hak cipta lagu Bilang Saja, yang diciptakan oleh Ari Bias. Kasus-kasus ini menyoroti kompleksitas dan urgensi penataan ulang sistem perlindungan karya cipta di Indonesia.

Daftar Isi

Ringkasan

DPR RI menggelar RDP terkait manajemen royalti dan perlindungan hak cipta, menghadirkan musisi seperti Ariel Noah dan Vina Panduwinata. Rapat ini juga dihadiri oleh Wakil Menteri Hukum dan jajaran, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan masalah royalti yang belum usai. Ariel Noah menekankan perlunya ketegasan dan dasar hukum yang kuat untuk melindungi karya cipta.

Selain Ariel dan Vina Panduwinata, musisi lain seperti Sammy Simorangkir, Marcell Siahaan, dan Piyu Padi juga hadir, serta musisi yang kini menjadi anggota parlemen seperti Ahmad Dhani dan Melly Goeslaw. Polemik royalti musik melibatkan kurangnya transparansi, tarif yang tidak adil, dan mekanisme distribusi yang belum optimal. Gugatan ke MK dan kasus Agnez Mo menyoroti kompleksitas perlindungan karya cipta di Indonesia.

Leave a Comment