Kita Tekno – , JAKARTA — Baru-baru ini Anggota DPR kembali membuat ramai dengan pernyataan usulan Nashim Khan, Anggota DPR Komisi VI DPR RI untuk menyediakan gerbong khusus merokok.
Hal ini bak menjauh dari upaya menghentikan penduduk Indonesia yang merokok, mengingat Indonesia juga menjadi negara nomor satu dengan perokok terbanyak di dunia.
Alih-alih gerbong khusus perokok, salah satu kebijakan yang dinantikan masyarakat Indonesia adalah penerapan aturan-aturan teknis Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan, salah satunya adalah aturan teknis kemasan standar.
: Usulan DPR Soal Gerbong Khusus Merokok Disebut Sebagai Kemunduran
Sejumlah negara yang telah menerapkan kebijakan kemasan rokok standar terbukti mampu mengurangi daya tarik produk tembakau sehingga berhasil menurunkan angka perokok baru.
Kebijakan standarisasi kemasan rokok ini seharusnya segera diberlakukan Indonesia karena telah diatur dalam PP No. 28 Tahun 2024, di mana kemasan rokok tidak diperbolehkan lagi menampilkan logo, warna, atau desain merek, dan hanya mencantumkan nama merek dalam format standar disertai peringatan kesehatan bergambar yang dominan.
: : Kemenhub Dukung Keputusan KAI Soal Gerbong Khusus Merokok di Kereta
“Namun, upaya penerapan kebijakan ini tidak lepas dari hambatan. Industri rokok berulang kali berusaha menunda bahkan melemahkan regulasi yang sejatinya ditujukan untuk kepentingan kesehatan masyarakat, terutama generasi muda,” ungkap Mouhamad Bigwanto, Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Bigwanto, menambahkan bahwa, kemasan rokok bukan sekadar wadah produk, tetapi alat pemasaran yang efektif untuk menarik konsumen, khususnya anak muda.
: : KAI Tolak Usulan DPR Soal Gerbong Khusus Merokok di Kereta
“Dengan desain visual yang menarik, rokok dipersepsikan lebih positif dan mendorong keinginan mencoba,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Bigwanto menekankan, bahwa berdasarkan hasil penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa penerapan kemasan standar efektif menurunkan minat anak muda untuk mulai merokok, meningkatkan keterlihatan peringatan kesehatan, serta mengurangi kesalahpahaman tentang bahaya produk tembakau.
“Bukti dari Australia dan Prancis jelas menunjukkan kebijakan ini berdampak positif pada kesehatan masyarakat. Selain itu, tidak ada kaitannya antara kemasan standar dengan rokok ilegal,” tegasnya.
Sementara itu, Nina Samidi, Program Manager Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), mengingatkan adanya upaya sistematis dari industri rokok untuk menunda pengesahan regulasi turunan PP 28/2024.
“Sejak awal penyusunan rancangan Permenkes tentang kemasan standar, kita melihat industri rokok terus menggunakan berbagai cara untuk menolak aturan ini, mulai dari mendesak atau melobi melalui surat penolakan dan audiensi kepada Presiden dan Menteri Kesehatan hingga mengerahkan demo pekerja dan kampanye di media. Ini menunjukkan betapa besar pengaruh industri yang mencoba menghalangi kebijakan kesehatan publik,” ungkapnya.
Sebagai informasi, PP No. 28 Tahun 2024 diterbitkan pada Juli 2024. Sebulan kemudian, Kementerian Kesehatan mulai menyusun rancangan Permenkes (RPMK) tentang Kemasan Standar.
Namun, sudah setahun berlalu, aturan turunan tersebut belum juga disahkan.
“Pemerintah tidak boleh tunduk pada tekanan industri, karena yang dipertaruhkan adalah kesehatan masyarakat, khususnya generasi muda. Jika negara tetangga, seperti Singapura, bisa tegas mengambil keputusan untuk melindungi warganya, Indonesia juga harus berani menegakkan kebijakan kemasan standar tanpa menunda lagi,” tegas Nina.
Dengan penerapan standardisasi kemasan, Pemerintah dan masyarakat Indonesia diharapkan bisa mengambil langkah tegas dalam melindungi kesehatan publik, menurunkan daya tarik rokok, serta mencegah lahirnya generasi baru perokok, alih-alih memberikan perlindungan dan dukungan.