Kita Tekno – , JAKARTA — Tim kuasa hukum Silfester Matutina, terpidana dalam kasus penyebaran fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengungkapkan bahwa alasan utama pengajuan sidang Pengajuan Kembali (PK) adalah harapan untuk mencapai perdamaian. Hal ini disampaikan oleh kuasa hukum Silfester, Triyono Haryanto, kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada hari Rabu.
Menurut Triyono, kliennya memiliki keyakinan kuat bahwa perdamaian dapat terwujud sebelum putusan hukum final. Oleh karena itu, jika permohonan PK tidak digugurkan, pihak Silfester Matutina berencana untuk secara aktif mengajukan proses damai dalam persidangan. “Makanya saya dan pemohon membuat memori tambahan yang banyak, tadi tak sempat karena memang ditutup,” jelas Triyono, merujuk pada upaya mereka dalam menyusun argumen tambahan untuk mendukung permohonan tersebut.
Meskipun demikian, upaya perdamaian ini menghadapi hambatan signifikan setelah hakim PN Jaksel sebelumnya memutuskan untuk menggugurkan permohonan PK yang diajukan oleh Silfester Matutina. Keputusan tersebut didasarkan pada penilaian hakim bahwa surat pernyataan dari rumah sakit mengenai kondisi kesehatan Silfester yang masih menjalani perawatan tidak dapat diterima. Hakim menegaskan bahwa sejumlah pertanyaan penting terkait keterangan dalam surat tersebut tidak terjawab dengan memadai dan jelas.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjadwalkan ulang sidang lanjutan permohonan PK Silfester Matutina pada Rabu siang pukul 13.00 WIB di ruang sidang utama. Penjadwalan ulang ini dilakukan setelah sidang PK sempat ditunda hingga tanggal 20 Agustus 2025. Penundaan sebelumnya terjadi lantaran Silfester Matutina dilaporkan mengalami nyeri dada dan memerlukan istirahat total selama lima hari.
Sebagai informasi mengenai latar belakang kasus, Silfester Matutina merupakan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet). Ia menjadi terpidana dalam kasus penyebaran fitnah yang diduga menargetkan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dugaan tindak pidana tersebut berawal dari orasinya pada tahun 2017. Atas perbuatannya, Silfester divonis satu tahun penjara pada tingkat pengadilan pertama. Setelah mengajukan banding, vonis hukumannya justru diperberat menjadi 1,5 tahun penjara pada tingkat kasasi.