OTODRIVER – Era insentif bagi mobil listrik yang diimpor secara utuh atau Completely Built Up (CBU) akan segera berakhir pada 31 Desember 2025. Kebijakan ini menandai babak baru bagi industri otomotif listrik di Indonesia, mendorong produsen untuk segera melakukan lokalisasi produksi.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, dengan tegas menyatakan bahwa izin impor CBU yang disertai dengan beragam fasilitas insentif hanya akan berlaku hingga tahun ini. Pernyataan tersebut mengukuhkan komitmen pemerintah untuk mempercepat investasi dan produksi kendaraan listrik di dalam negeri.
“Tahun ini, Insya Allah tidak akan lagi kami keluarkan izin CBU dalam konteks skema investasi dengan mendapatkan manfaat,” ujar Agus dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (11/9/2025). Penegasan ini memberikan kepastian bagi pelaku industri mengenai arah kebijakan pemerintah ke depan.
Selama ini, insentif yang diberikan kepada produsen mobil listrik CBU sangat menggiurkan, meliputi pembebasan bea masuk, keringanan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kendaraan listrik berbasis baterai. Fasilitas ini dirancang untuk menarik investasi awal dan mempercepat adopsi kendaraan ramah lingkungan di Indonesia.
Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, setidaknya ada enam produsen yang telah memanfaatkan skema insentif impor ini. Mereka adalah perusahaan yang mengimpor mobil listriknya ke Indonesia dengan menikmati insentif bea masuk, di antaranya:
- PT National Assemblers (membawa merek Citroen, AION, Maxus, dan VW)
- PT BYD Auto Indonesia (untuk merek BYD)
- PT Geely Motor Indonesia (untuk merek Geely)
- PT VinFast Automobile Indonesia (untuk merek VinFast)
- PT Era Industri Otomotif (untuk merek Xpeng)
- Inchcape Indomobil Energi (untuk merek Great Wall Motor Ora)
Enam perusahaan tersebut memiliki kewajiban penting setelah masa insentif CBU berakhir. Mereka diwajibkan untuk memulai produksi mobil di Indonesia mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027. Jumlah produksi yang harus dicapai setara dengan kuota impor CBU yang telah mereka manfaatkan, mengikuti skema rasio 1:1 yang ketat.
Skema 1:1 ini berarti bahwa setiap satu unit mobil listrik utuh CBU yang telah mereka impor, produsen wajib memproduksi satu unit kendaraan listrik di Indonesia. Kebijakan ini dirancang untuk memastikan adanya transfer teknologi dan penyerapan tenaga kerja lokal, bukan sekadar menjadi pasar bagi produk impor.
Tidak hanya itu, para produsen mobil listrik ini juga harus mematuhi dan menyesuaikan diri dengan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang telah ditetapkan pemerintah. Kepatuhan terhadap TKDN menjadi kunci utama dalam membangun ekosistem industri kendaraan listrik yang mandiri dan berkelanjutan.
Regulasi mengenai TKDN mobil listrik secara rinci termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023, yang merupakan perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 55 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Menurut peraturan tersebut, kewajiban TKDN untuk mobil listrik produksi lokal ditetapkan secara bertahap: mencapai 40 persen pada periode 2022-2026, kemudian meningkat menjadi 60 persen pada 2027-2029, dan puncaknya 80 persen mulai tahun 2030. Kebijakan ini menegaskan komitmen Indonesia untuk tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga pemain penting dalam rantai pasok global kendaraan listrik. (SS)