Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa perusahaan swasta di sektor energi kini secara serius mempertimbangkan untuk membangun kilang minyak di Indonesia. Pertimbangan strategis ini muncul menyusul dua kali kelangkaan pasokan BBM yang melanda berbagai SPBU swasta; pertama di awal tahun dan kemudian kembali terjadi secara signifikan sejak akhir Agustus 2025. Situasi ini menggarisbawahi urgensi peningkatan kapasitas pengolahan domestik demi kemandirian energi.
Kelangkaan tersebut terjadi karena total kuota impor BBM untuk badan usaha swasta pada tahun 2025 telah sepenuhnya habis. Bahkan penambahan kuota sebesar 10 persen dari total alokasi impor yang ditetapkan pada tahun 2024 pun tidak mampu mengimbangi lonjakan permintaan BBM yang terus meningkat pesat. Ini menciptakan tekanan besar pada ketersediaan bahan bakar di SPBU yang dioperasikan swasta.
Menyikapi kondisi yang mendesak ini, Bahlil telah memastikan bahwa empat pemain besar SPBU swasta, yaitu Shell Indonesia, BP-AKR, Vivo, dan ExxonMobil, telah mencapai kesepakatan penting. Mereka akan membeli BBM murni atau base fuel dari sisa kuota impor yang dimiliki Pertamina. Langkah ini menjadi solusi jangka pendek untuk mengatasi krisis pasokan. Namun, untuk jangka panjang, Bahlil secara tegas mendesak badan usaha swasta untuk mengambil inisiatif membangun kilang pengolahan BBM mereka sendiri, meskipun rincian lebih lanjut mengenai wacana tersebut belum dijelaskan secara mendetail.
“Ini adalah langkah kedua yang strategis, dan saya sangat yakin bahwa para pengusaha kita sudah mulai secara serius mempertimbangkan untuk membangun kilang sendiri, sebagai tambahan dari kilang yang sudah dimiliki Pertamina,” ujar Bahlil dalam konferensi pers di kantor Kementerian ESDM pada Jumat (19/9). Pernyataan ini menunjukkan visi pemerintah untuk mendiversifikasi kepemilikan dan meningkatkan kemandirian energi nasional.
Data dari Kementerian ESDM mengindikasikan adanya tren peningkatan signifikan pada pangsa pasar BBM nonsubsidi di SPBU swasta. Pada tahun 2024, pangsa pasar ini tumbuh sebesar 11 persen dan terus melonjak hingga mencapai sekitar 15 persen per Juli 2025. Peningkatan permintaan yang substansial ini secara langsung berkontribusi pada cepat habisnya kuota impor yang tersedia.
Di sisi lain, Pertamina Patra Niaga masih memiliki cadangan kuota impor sebesar 34 persen, atau sekitar 7,52 juta kiloliter. Jumlah ini lebih dari cukup untuk menopang kebutuhan tambahan alokasi bagi SPBU swasta hingga Desember 2025, dengan estimasi sekitar 571.748 kiloliter. Ketersediaan ini memberikan ruang napas penting bagi sektor swasta di tengah tantangan pasokan.
Pengaturan ketat dalam impor BBM memiliki tujuan fundamental: mengendalikan proporsinya agar selaras dengan kondisi perdagangan nasional dan untuk menjaga cadangan strategis nasional. Kebijakan ini merupakan implementasi dari Pasal 14 ayat (1) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas. Aturan tersebut secara eksplisit memberikan kewenangan kepada Menteri atau Kepala Lembaga sebagai pembina sektor untuk menetapkan rencana kebutuhan komoditas.
Bahlil juga menekankan bahwa BBM yang akan dibeli dari Pertamina adalah base fuel, yaitu BBM murni yang belum dicampur dengan zat aditif atau pewarna. Untuk memastikan standar kualitas yang sesuai dengan kebutuhan spesifik setiap badan usaha swasta, akan diadakan joint surveyor. Hal ini menjamin bahwa meskipun BBM berasal dari Pertamina, kualitasnya tetap memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan oleh Shell, BP-AKR, Vivo, dan ExxonMobil.
“Dapat dipastikan bahwa, mengingat pasokan Pertamina yang saat ini sudah dicampur, maka kemungkinan besar yang akan diimpor adalah impor baru yang bersifat base fuel,” tegas Bahlil, menjelaskan mekanisme penyediaan BBM murni tersebut.
Saat ini, catatan Kementerian ESDM menunjukkan bahwa Indonesia hanya memiliki beberapa kilang minyak milik swasta, yaitu Kilang PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan PT Tri Wahana Universal (TWU). Sebagian besar kilang lainnya dimiliki dan dioperasikan oleh PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), yang menyoroti dominasi Pertamina dalam infrastruktur pengolahan minyak di tanah air.
Secara keseluruhan, Pertamina mengelola enam unit kilang utama yang tersebar di berbagai wilayah strategis, meliputi Refinery Unit (RU) II Dumai, RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU V Balikpapan, RU VI Balongan, dan RU VII Kasim. Kondisi ini memperkuat urgensi dorongan pemerintah agar badan usaha swasta turut berinvestasi dalam pembangunan kilang untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan kapasitas produksi domestik yang berkelanjutan.
Ringkasan
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mendorong perusahaan SPBU swasta untuk membangun kilang minyak sendiri menyusul kelangkaan BBM akibat habisnya kuota impor. Kelangkaan terjadi karena peningkatan pangsa pasar BBM nonsubsidi di SPBU swasta yang signifikan, sementara kuota impor badan usaha swasta telah habis bahkan setelah penambahan.
Sebagai solusi jangka pendek, empat SPBU swasta (Shell, BP-AKR, Vivo, dan ExxonMobil) akan membeli base fuel dari sisa kuota impor Pertamina. Bahlil menegaskan pentingnya pembangunan kilang swasta untuk meningkatkan kemandirian energi, mengingat Indonesia saat ini hanya memiliki sedikit kilang swasta selain kilang Pertamina.