Eropa diguncang serangan siber pada Sabtu (20/9) yang menargetkan sistem vital di beberapa bandara di benua tersebut. Insiden ini secara langsung mengganggu layanan check-in dan boarding, mengakibatkan penundaan dan pembatalan sejumlah penerbangan, memicu kekacauan di sejumlah titik transportasi udara.
Target utama serangan siber tersebut adalah perangkat lunak MUSE, sebuah sistem check-in dan boarding yang dikembangkan oleh Collins Aerospace dan digunakan luas di berbagai bandara global. Menanggapi insiden ini, RTX (RTX.N), perusahaan induk Collins Aerospace, mengonfirmasi telah menerima laporan gangguan siber pada perangkat lunak mereka di beberapa bandara. Mereka menyatakan, “Dampaknya terbatas pada proses check-in elektronik dan penyerahan bagasi otomatis pelanggan, yang dapat diatasi melalui operasi check-in manual,” demikian pernyataan RTX seperti dikutip dari Reuters pada Minggu (21/9).
Dampak dari insiden ini meluas ke beberapa bandara utama di Eropa. Di antara yang terdampak adalah Bandara Heathrow di London, salah satu pusat penerbangan tersibuk di dunia, serta Bandara Brussels, Bandara Berlin, Bandara Dublin, dan Bandara Cork.
Gangguan operasional ini memicu pembatalan yang signifikan. Hingga pukul 11.30 GMT, sebanyak 29 penerbangan, baik keberangkatan maupun kedatangan, telah dibatalkan di Heathrow, Berlin, dan Brussels. Jumlah ini cukup mengkhawatirkan mengingat total jadwal keberangkatan yang padat: 651 dari Heathrow, 228 dari Brussels, dan 226 dari Berlin. Khusus di Bandara Brussels, pejabat melaporkan adanya empat pengalihan penerbangan dan penundaan yang meluas untuk sebagian besar keberangkatan. Untuk mengelola situasi dan mencegah antrean panjang serta pembatalan yang terlambat, Bandara Brussels bahkan meminta maskapai untuk membatalkan separuh jadwal keberangkatan penerbangan mereka pada hari tersebut.
Sementara itu, Komisi Eropa masih terus melakukan penyelidikan mendalam untuk mengidentifikasi pemicu di balik serangan siber ini. Insiden serupa bukan kali pertama terjadi, mengingatkan pada serangan siber yang sebelumnya melumpuhkan perusahaan mobil mewah Jaguar Land Rover, yang bahkan memaksa penghentian sementara produksi mereka.