KUPANG, NTT – Mantan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumatmadja, menghadapi tuntutan pidana yang sangat berat yakni 20 tahun penjara. Tuntutan ini diajukan dalam kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak yang menjeratnya. Sidang pembacaan tuntutan telah dilaksanakan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Senin (22/9) silam.
Tuntutan tegas tersebut dibacakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang terdiri dari Arwin Adinata, Kadek Widiantari, Samsu Jusnan Efendi Banu, dan Sunoto. Konfirmasi mengenai lamanya tuntutan disampaikan oleh Kasi Penkum Kejati NTT, Anak Agung Raka Putra Dharmana. “Tuntutannya 20 tahun penjara,” tegas Raka.
Fajar Widyadharma Lukman Sumatmadja didakwa dengan dakwaan kombinasi atau alternatif kumulatif yang mencakup beberapa undang-undang. Di antaranya adalah Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 17 Tahun 2016, juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Hal ini menegaskan seriusnya pelanggaran terhadap hak-hak anak yang dilindungi hukum.
Lebih lanjut, dakwaan juga mencakup Pasal 82 Ayat (1) juncto Pasal 76E dan Ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2016. Terdakwa juga dijerat dengan Pasal 6 juncto Pasal 15 Ayat (1) huruf E dan huruf G UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), menunjukkan komitmen negara dalam memberantas kejahatan seksual.
Tak hanya itu, Fajar Widyadharma Lukman Sumatmadja juga didakwa berdasarkan Pasal 45 Ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang telah diubah terakhir dengan UU Nomor 1 Tahun 2024, juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Pasal ini menegaskan bahwa penggunaan teknologi untuk tindak pidana juga akan dipertanggungjawabkan secara hukum. Berdasarkan hasil pembuktian di persidangan, JPU menyatakan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur pidana sesuai dakwaan Pasal 81 Ayat (2) juncto Pasal 65 KUHP serta Pasal 45 Ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) UU ITE juncto Pasal 64 KUHP.
Denda Rp 5 Miliar dan Restitusi untuk Korban
Selain pidana penjara, JPU turut menuntut Fajar Widyadharma Lukman Sumatmadja dengan pidana denda sebesar Rp 5 miliar. Apabila denda tidak dapat dibayarkan, maka terdakwa diancam pidana subsider selama 1 tahun 4 bulan kurungan. Tak hanya itu, JPU juga menuntut agar terdakwa membayarkan restitusi kepada korban senilai Rp 359 juta, sesuai dengan hasil penilaian yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Raka juga menjelaskan bahwa barang bukti penting seperti pakaian, handphone, laptop, dan rekaman video telah dirampas untuk dimusnahkan. Sementara itu, barang-barang milik korban dikembalikan guna menghindari pengulangan trauma dan menjaga hak-hak korban.
Dalam pertimbangannya, Jaksa Penuntut Umum membeberkan sejumlah hal yang memberatkan terdakwa Fajar Widyadharma Lukman Sumatmadja. Ia dinilai tidak mengakui perbuatannya dan tidak menunjukkan sedikit pun penyesalan atas kejahatan yang dilakukannya. Perbuatannya juga terbukti menimbulkan trauma mendalam bagi korban, sebuah dampak psikologis yang sangat serius.
“Perbuatan terdakwa tidak hanya merusak citra Polri, tetapi juga nama baik bangsa di mata internasional. Selain itu, tindakan ini secara nyata tidak mendukung program pemerintah dalam upaya perlindungan anak,” pungkas Raka. Dengan demikian, tidak ditemukan satu pun hal yang dapat meringankan hukuman bagi mantan Kapolres Ngada tersebut, menegaskan bahwa kejahatan kekerasan seksual terhadap anak adalah pelanggaran serius yang harus ditindak tegas tanpa kompromi.