Operasi pencarian korban yang terjebak di reruntuhan Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, kini telah memasuki hari keempat pada Kamis (2/10). Upaya penyelamatan berlangsung intensif setelah jumlah korban yang masih diperkirakan berada di bawah material bangunan mencapai 59 orang per Rabu malam.
Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dalam siaran persnya mengonfirmasi data terbaru ini. “Data sementara yang dimutakhirkan per Rabu (1/10) pukul 23.00 WIB, ada sebanyak 59 orang masih terjebak di dalam reruntuhan bangunan,” ungkap Muhari, menggambarkan skala bencana yang dihadapi.
Menurut pihak BNPB, angka 59 korban tersebut didapatkan dari kombinasi daftar absensi resmi yang dirilis oleh pihak pondok pesantren, serta laporan kehilangan yang disampaikan langsung oleh keluarga korban kepada tim penolong. Dinamika data yang berubah-ubah ini, lanjut Muhari, disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah adanya korban selamat yang sebenarnya tidak berada di lokasi kejadian saat insiden nahas itu terjadi atau mereka yang berhasil keluar namun belum melaporkan diri.
Pada hari Rabu hingga pukul 22.00 WIB, tim gabungan penyelamat berhasil mengevakuasi lima orang dari reruntuhan dalam kondisi masih hidup. Meskipun demikian, salah satu dari penyintas tersebut dilaporkan dalam keadaan kritis dan membutuhkan penanganan medis khusus. Seluruh korban yang berhasil diselamatkan segera dilarikan ke RSUD Sidoarjo untuk mendapatkan perawatan intensif.
Di tengah kabar baik evakuasi korban selamat, tim SAR gabungan juga menemukan dua korban dalam kondisi tidak bernyawa. Penemuan tragis ini menambah data jumlah korban meninggal dunia akibat insiden kegagalan konstruksi tersebut menjadi lima orang. Setelah ditemukan, jenazah para korban langsung dibawa ke RS Siti Hajar untuk proses identifikasi lebih lanjut.
Tanda-Tanda Kehidupan
Pada Rabu malam, fokus operasi pencarian kembali diarahkan pada upaya krusial. Tim SAR gabungan melakukan asesmen ulang untuk memastikan kembali apakah masih terdapat tanda-tanda kehidupan terhadap satu dari enam orang yang sebelumnya diketahui terjebak di balik reruntuhan gedung dalam keadaan masih hidup. Ini adalah momen genting yang penuh harap dan ketegangan.
Muhari menjelaskan bahwa jika memang masih ditemukan tanda-tanda kehidupan, maka tim akan memaksimalkan pencarian dengan langkah-langkah yang harus diperhitungkan secara matang. “Lokasi korban yang terakhir ini terdeteksi berada di posisi yang cukup sulit dan menantang, sehingga selain keahlian tentunya juga dibutuhkan strategi khusus agar korban maupun tim yang bertugas semuanya dapat selamat dalam operasi ini,” tegasnya, menyoroti kompleksitas medan dan risiko yang dihadapi.
Dalam kondisi bangunan yang sangat labil dan rawan guncangan, penggunaan alat berat menjadi sebuah pertimbangan serius. Muhari menggarisbawahi potensi risiko yang semakin tinggi jika alat berat dipaksakan saat ini. “Apabila dipaksakan, dikhawatirkan justru mengancam nyawa,” katanya, menekankan pentingnya kehati-hatian demi keselamatan semua pihak.
Selanjutnya, Muhari menambahkan, apabila tidak lagi ditemukan adanya tanda-tanda kehidupan, maka BNPB bersama Basarnas dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, akan mengajak keluarga korban untuk kembali bermusyawarah. Pertemuan ini bertujuan untuk memohon kesediaan mereka dalam menghadapi segala kemungkinan yang ada, mengingat beratnya situasi.
“Adapun harapannya, babak baru dalam operasi SAR menggunakan alat berat dapat segera dilaksanakan guna mengangkat seluruh korban dengan berbagai kondisi,” pungkas Muhari, mengutarakan harapan agar proses evakuasi total dapat segera terlaksana, meskipun dengan segala tantangan dan kesedihan yang menyertainya.