Populer: UU BUMN Disahkan; Respons Bahlil soal Vivo Batal Beli BBM Pertamina

Photo of author

By AdminTekno

Dua kabar utama berhasil mencuri perhatian publik di ranah bisnis, sebagaimana dilaporkan oleh kumparanBisnis. Pertama, disahkannya Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) oleh DPR, yang kini mengubah nomenklatur Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN. Kedua, respons tegas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia terkait pembatalan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh SPBU swasta, yakni Vivo dan BP-AKR, dari Pertamina. Berikut adalah rangkuman mendalam dari kedua peristiwa penting tersebut:

DPR Sahkan UU BUMN, Kementerian BUMN Resmi Berubah Status Jadi Badan Pengaturan

Pada Kamis, 2 Oktober 2025, suasana Sidang Paripurna DPR menjadi saksi bisu penetapan tonggak sejarah baru dalam regulasi negara. Dewan Perwakilan Rakyat secara resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang kini sah menjadi Undang-Undang BUMN. Keputusan krusial ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco, dengan kehadiran 426 anggota dewan.

“Selanjutnya, kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota. Apakah Rancangan Undang-Undang tentang perubahan keempat atas undang-undang Nomor 19 tahun 2023 tentang BUMN dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang? Terima kasih,” tutur Dasco sembari mengetuk palu, menandai pengesahan di Sidang Paripurna DPR.

Pengesahan UU BUMN ini membawa dampak signifikan, terutama pada struktur kelembagaan negara. Salah satu poin sentral adalah perubahan nomenklatur dari Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN. Pergeseran ini diharapkan dapat membawa efisiensi dan fokus yang lebih jelas dalam pengelolaan serta pengawasan perusahaan-perusahaan milik negara.

Di sisi lain, perdebatan sengit juga terjadi di sektor energi nasional, menyangkut pasokan dan kualitas BBM. Berikut adalah ringkasan isu tersebut:

Vivo dan BP-AKR Batal Beli BBM dari Pertamina, Bahlil Minta Dikomunikasikan Lagi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia baru-baru ini angkat bicara mengenai keputusan mengejutkan dari SPBU swasta, Vivo Energy Indonesia dan BP-AKR, yang menunda pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) dari PT Pertamina (Persero). Sebelumnya, kedua perusahaan tersebut membatalkan niat membeli BBM dari Pertamina lantaran keberadaan kandungan etanol sebesar 3,5 persen, yang dinilai terlalu tinggi bagi mereka.

Menanggapi hal ini, Bahlil menegaskan bahwa rencana penundaan ini masih dalam tahap komunikasi business to business (B2B). “B2B-nya lagi dikomunikasikan. Saya kan udah katakan bahwa B2B-nya itu kolaborasi antara swasta dengan swasta,” jelas Bahlil usai peresmian perubahan logo BPH Migas di Jakarta Selatan, Kamis (2/10).

Bahlil juga memberikan jaminan mengenai keamanan stok BBM nasional. Ia memastikan bahwa pasokan bensin dengan berbagai varian, baik RON 92, RON 95, RON 98, maupun Pertalite, mencukupi untuk kebutuhan 18 hingga 21 hari ke depan. “Stok BBM kita, mau RON 92, RON 95, RON 98, ataupun Pertalite itu cukup untuk 18-21 hari. Kewajiban pemerintah memastikan bahwa stok BBM kita cukup,” tegasnya. Lebih lanjut, ia menegaskan tidak ada alasan untuk khawatir ketersediaan BBM menipis, sebab stok dan kuota impor telah terpenuhi sesuai ketentuan. Oleh karena itu, keputusan B2B sepenuhnya diserahkan kepada perusahaan swasta. “B2B-nya silakan. Kami hanya memberikan guidance. Selebihnya diatur,” imbuh Bahlil.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, turut memberikan penjelasan. Ia mengungkapkan adanya perbedaan pandangan antar Badan Usaha terkait spesifikasi kandungan etanol dalam BBM. Menurutnya, ini adalah preferensi masing-masing pihak yang tidak ingin menggunakan BBM dengan etanol. “Itu kan spesifikasi yang ada di mereka sendiri (Vivo dan BP-AKR), tidak mau menggunakan yang mengandung etanol. Jadi badan usaha ini ada yang kalau mengandung etanol enggak mau seperti itu. Tapi bukan berarti tidak berada di dalam toleransi,” terang Laode.

Laode menambahkan bahwa etanol merupakan jenis biofuel yang telah banyak diimplementasikan di berbagai negara. Meskipun demikian, di Indonesia penerapannya baru sebatas biodiesel dan belum sepenuhnya menggarap bioetanol. Ia juga memastikan bahwa dugaan kandungan etanol di semua produk Pertamax maupun Pertalite saat ini belum terbukti, kecuali pada temuan dari impor tertentu oleh Pertamina yang memang sudah dikonfirmasi. “Sejauh ini kita baru menemukan yang kemarin. Jadi kalau yang sebelum-sebelumnya kita tidak konfirmasi seperti itu,” tuturnya.

Sebelum insiden pembatalan ini, Vivo dan SPBU BP-AKR sejatinya telah menyatakan kesediaannya untuk membeli BBM jenis base fuel, tanpa pewarna (dyes), dan zat aditif dari Pertamina. Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, bahkan menyebutkan bahwa pada 26 September 2025, Vivo telah menyepakati pembelian 40 ribu barel (MB) base fuel.

Namun, di malam yang sama pada 26 September 2025, situasi berubah drastis. Baik Vivo maupun BP-AKR secara mengejutkan memutuskan untuk membatalkan pembelian base fuel dari Pertamina. Sementara itu, Shell memilih untuk tidak melanjutkan proses negosiasi karena alasan administrasi internal. Achmad Muchtasyar kembali menjelaskan bahwa alasan utama pembatalan oleh Vivo dan BP-AKR adalah terkait kandungan etanol 3,5 persen pada BBM impor Pertamina. Ironisnya, angka tersebut masih jauh di bawah ambang batas yang diperbolehkan pemerintah, yakni 20 persen. Meskipun demikian, badan usaha swasta tersebut tetap kukuh pada keputusannya untuk tidak membeli.

Leave a Comment