Perusahaan Listrik Negara (PLN) membuat klaim seluruh sistem kelistrikan di Aceh telah pulih sejak Kamis dini hari (02/10). Namun, warga mengaku mengalami kerugian buntut listrik padam selama berhari-hari dan menuntut kompensasi.
Seorang warga yang aktif di lembaga antikorupsi menilai pemadaman listrik di hampir seluruh wilayah Aceh sebagai “terburuk sejak konflik dan tsunami Aceh”
General Manager PLN Unit Induk Distribusi (UID) Aceh, Mundhakir melalui keterangan tertulis mengatakan, “PT PLN (Persero) berhasil memulihkan kembali 100 persen sistem kelistrikan Aceh pada Kamis (02/10) pukul 00.07 WIB yang sebelumnya terdampak gangguan di sebagian wilayah”.
“Personel kami tetap bersiaga untuk memastikan pasokan listrik tetap andal, khususnya prioritas pada sektor vital seperti rumah sakit, fasilitas pemerintahan, pusat komunikasi, hingga pusat-pusat pelayanan publik,” ujar Mundhakir dalam keterangan tertulis, Kamis (02/10).
Ia menyampaikan, “permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang sempat dirasakan pelanggan, sekaligus apresiasi atas kesabaran dan pengertian seluruh masyarakat Aceh selama proses pemulihan berlangsung.”
PLN, kata dia, terus melakukan evaluasi menyeluruh guna memperkuat keandalan sistem kelistrikan, sehingga masyarakat dapat menikmati pasokan listrik yang andal sebagaimana biasanya.
‘Ikan sampai busuk di kulkas, tiga hari tidak ada air bersih’
Di Aceh Tengah, beberapa warga mengeluhkan ketiadaan pasokan air bersih akibat terpadamnya aliran listrik di seluruh Aceh, 29 September hingga 1 Oktober 2025.
Diana, 37 tahun, ibu rumah tangga di Aceh Tengah mengaku tak bisa mengakses suplai air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Tawar.
Listrik di rumahnya padam sekitar Pukul 16.00 WIB hingga keesokan harinya Pukul 03.00 WIB dini hari. Listrik sempat mengalir beberapa jam, kemudian kembali padam.
“Pemadaman listrik ini terparah, baru dirasakan dua hingga tiga hari padam, biasanya satu jam sudah nyala kembali,” kata Diana kepada wartawan Iwan Bahagia yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (02/10) di kediamannya.
Akibatnya, peralatan rumah tangga yang bergantung dengan arus listrik tidak bisa digunakan.
“Masak [nasi] saja tidak bisa, pokoknya yang biasanya pakai listrik digantikan dengan alat manual. Ikan sampai busuk di dalam kulkas. Selama tiga hari tidak ada [suplai] air bersih, sama sekali tidak ada, terpaksa beli air,” lanjut Diana yang tinggal di daerah perkotaan di Takengon, Aceh Tengah.
Warga Aceh Tengah lainnya, Mira Octania, 38 tahun merasakan hal serupa. Ia kerepotan dengan urusan rumah tangga karena tidak ada aliran listrik, termasuk putusnya jaringan seluler.
“Kegiatan rumah tangga terganggu, seperti memasak nasi, blender. Termasuk jaringan untuk menelpon tidak ada, biasanya menelpon suami yang kerja di luar, maupun saudara. Kami pakai pompa air listrik, jadi kalau tidak ada listrik, ya tidak ada air, kami sampai tidak mandi selama dua hari,” keluh Mira.
Di Banda Aceh, Askhalani, seorang pegiat antikorupsi di LSM GeRAK Aceh ikut terdampak pemadaman listrik. Menurutnya, pemadaman listrik di sebagian besar wilayah Aceh baru-baru ini “yang paling terburuk dalam sejarah layanan publik bidang energi”.
“Selama pascaKonflik [Aceh] dan bencana [tsunami] ini kejadian luar biasa yang paling menyebabkan perhatian publik, karena sebelumnya kebiasaan down, kemudian interkoneksi itu tidak lebih dari enam jam, 5 jam,” katanya.
Saat periode Konfik Aceh, kata dia, aliran listrik terganggu karena tiang-tiang penyangga sengaja dirobohkan. Ketika tsunami mengguncang Aceh, gangguan aliran listrik juga menjadi persoalan utama.
“Tapi [sekarang] kan ini tidak. Aceh surplus energinya, kemudian daerah penghasil energi, tapi kemudian tiba-tiba down dari listrik. Ini memang terpanjang dalam sejarah,” kata Askhalani.
Ia juga mengaku menelan kerugian hampir Rp10 juta karena usaha kue istrinya tak beroperasi selama tiga hari. Kerugian itu belum termasuk alat-alat elektronik rumahnya yang rusak karena listrik byar pet.
“Karena kebutuhan malam dengan suaca yang begitu panas di AC… Hidup, mati, hidup, mati, hidup, mati. Jadi kemudian yang terjadi apa? Kerusakan juga pada beberapa alat elektronik yang kita pakai itu,” tambahnya.
Kata Askhalani, pemadaman listrik baru-baru ini tidak wajar, karena biasanya listrik pada tak lebih dua jam, terpola sebelum masuk bulan Ramadan dan ada pemberitahuan.
UMKM telan kerugian jutaan rupiah
Pemadaman listrik juga berdampak sektor usaha kecil.
Sajidin, 38 tahun, pengusaha jasa roastery biji kopi di Aceh Tengah, mengaku alami kerugian hingga Rp15 juta, karena padamnya listrik selama tiga hari.
Pria yang diakrab Jidin mengaku, padamnya aliran listrik di Aceh sejak Senin hingga Rabu, merupakan yang terparah sejak usahanya dibangun 2018. Pemadaman arus listrik oleh PLN, tidak pernah sampai sehari penuh.
“Saya punya generator, tetapi sedang rusak. Usaha kami tidak beroperasi selama tiga hari… Karyawan suntuk tidak ada kegiatan, mereka masuk tetap kita bayar,” kata Jidin.
Kerugian juga ditelan para pengusaha binatu yang mengandalkan listrik. Salah satunya, Ahadiyah, 33 tahun. Ia mengaku tidak lagi bisa mencuci pakaian pelanggan karena ketiadaan air sejak PLN memadamkan aliran listriknya di Aceh.
“Kerugian materi ini 300 ribu hingga Rp1 juta,” ungkap Ahadiyah.
Ahadiyah baru mengetahui pemberitahuan resmi PLN dari media sosial setelah pemadaman berlangsung pada Senin pagi.
Tak hanya itu, informasi berkala yang diberikan kepada pelanggan terkait jasa usahanya, juga tidak dapat dilakukan, karena jaringan internet terputus.
“Jadi kami ada informasi terkait kapan pakaian pelanggan kami bisa diambil, atau jasa antar jemput gratis, jadi selama jaringan internet tidak ada, kami tidak bisa menyampaikan,” lanjutnya.
Pemilik usaha binatu di Kampung Kayu Kul, Kecamatan Pegasing itu mengaku, pemadaman ini yang terparah selama usaha yang dibangunnya. Bahkan bersama pelanggan, Ahadiyah harus begadang untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan milik pelanggan selama pemadaman berlangsung.
Warga tuntut kompensasi pemadaman listrik
Semua narasumber yang kami wawancara ini meminta kompensasi dari PLN terkait kerugian yang mereka telan selama berhari-hari.
Ada yang meminta listrik digratiskan selama sebulan sampai menggantikan kerugian sepenuhnya.
Bagaimanapun, kompensasi ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri No. 2/2025 tentang perubahan kedua atas Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2017 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya terkait penyaluran tenaga listrik oleh PLN.
Regulasi ini menjelaskan, dalam hal lama gangguan di atas besaran tingkat mutu pelayanan tenaga listrik selama satu jam per bulan, atau ketentuan menteri ESDM, konsumen berhak memperoleh kompensasi.
Kompensasi diberikan dengan ketentuan:
- 50% dari biaya beban atau rekening minimum apabila Lama Gangguan sampai dengan 2 (dua) jam di atas besaran tingkat mutu pelayanan tenaga listrik;
- 75% dari biaya beban atau rekening minimum apabila Lama Gangguan lebih dari 2 (dua) jam sampai dengan empat jam di atas besaran tingkat mutu pelayanan tenaga listrik;
- 100% dari biaya beban atau rekening minimum apabila Lama Gangguan lebih dari 4 (empat) jam sampai dengan delapan jam di atas besaran tingkat mutu pelayanan tenaga listrik;
- 200% dari biaya beban atau rekening minimum apabila Lama Gangguan lebih dari 8 (delapan) jam sampai dengan 16 jam di atas besaran tingkat mutu pelayanan tenaga listrik;
- 300% dari biaya beban atau rekening minimum apabila Lama Gangguan lebih dari 16 jam sampai dengan 40 jam di atas besaran tingkat mutu pelayanan tenaga listrik; atau
- 500% dari biaya beban atau rekening minimum apabila Lama Gangguan lebih dari 40 jam di atas besaran tingkat mutu pelayanan tenaga listrik.
Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Aisyah Ismail meminta PLN memberikan kompensasi kepada masyarakat Aceh yang sudah tiga hari terdampak pemadaman listrik.
“Kita meminta kompensasi kepada PLN. Karena masyarakat telah dirugikan, baik itu alat elektronik rumah tangga, dan juga dari sisi bisnis,” katanya seperti dikutip kantor berita Antara, Rabu (01/10).
Aisyah menyampaikan hal ini setelah melakukan inspeksi bersama anggota Komisi III DPRA lainnya terkait pemadaman listrik ke PLN UID Aceh di Banda Aceh.
- Setengah juta rumah tangga Indonesia hidup tanpa listrik, bisakah energi bersih jadi solusi?
- Para ilmuwan yang ingin memanen energi listrik dari udara lembab
- Motor listrik jadi jurus China untuk populerkan baterai garam
Ia mendorong PLN melakukan perbaikan karena saat ini Pemerintah Aceh sedang gencar mencari investasi. “Sesuai dengan visi-misi gubernur Aceh yang terus mendorong investasi ke Aceh, maka listriknya juga harus siap,” katanya.
Musdi Fauzi, anggora DPR Aceh kepada BBC News Indonesia mengaku kompensasi sudah sangat layak diberikan PLN. Musababnya, pemadaman dilakukan tanpa pemberitahuan dan berlangsung berjam-jam.
“Seharusnya memang harus dipenuhi, walaupun pihak PLN nggak sengaja. Nggak sengaja, mungkin ada faktor kelalaian,” katanya.
Apa tanggapan PLN?
Manajer Komunikasi dan TJSL PLN UID Aceh, Lukman Hakim, mengatakan, “pemadaman bukan hal yang kita kehendaki”.
Sampai Kamis siang (02/10), Lukman memastikan pihaknya fokus pada “penormalan [listrik] secara bertahap agar bisa menuju 100% normal”.
“Kami pun dalam upaya penormalan juga sembari memohon maaf ya, atas kondisi yang kurang nyaman seperti ini,” katanya.
Lukman menjelaskan, listrik padam pada Senin (29/09) mulai pukul 16.23 WIB. Saat itu terjadi gangguan di sistem PLTU Nagan 3, 2, dan 4.
“Itu melepas atau keluar dari sistem. Di dalam hal yang bersamaan juga, sedang dilakukan penguatan PHT [pemeliharaan dan pemeriksaan rutin] transmisi di jalur Bireuen dan Arun. Sehingga menyebabkan padam di beberapa daerah dan di saat itu kita membutuhkan waktu,” katanya.
Penyebab utamanya sendiri, tambah Lukman, masih diselidiki tim independen dan Kementerian ESDM.
Terkait dengan tuntutan kompensasi, kata dia, “PLN sebagai perusahaan negara pasti akan patuh dan juga akan patuh terhadap aturan yang berlaku”.
“Kami masih menunggu hasil investigasi oleh tim independen dan juga kementerian,” katanya.
Sebagai langkah pencegahan pemadaman listri ke depannya, PLN akan melakukan evaluasi terhadap “pemeliharaan untuk dari hulu ke hilirnya”.
“Begitu juga kita terus berkolaborasi dengan semua pihak agar kelistrikan tetap bisa andal dan bisa dinikmati dan memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat,” kata Lukman.