Kita Tekno Jakarta – Polda Metro Jaya kini tengah menepis keraguan publik terkait identitas WFT (22), individu yang disebut-sebut sebagai sosok asli peretas Bjorka. Bjorka sendiri dikenal luas sebagai pembobol dan penjual data ilegal di dark web, sebuah isu yang sempat menggemparkan jagat maya Indonesia.
Sebelumnya, pihak kepolisian telah berhasil menangkap WFT (22). Ia diidentifikasi sebagai pemilik akun Bjorka dan @bjorkanesia sejak tahun 2020. Namun, penangkapan ini justru memicu gelombang pertanyaan dan keraguan di kalangan masyarakat, apakah WFT benar-benar dalang di balik nama Bjorka yang selama ini membuat resah.
Menanggapi skeptisisme tersebut, Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, memberikan klarifikasi tegas. Berdasarkan penelusuran jejak digital yang mendalam sejak tahun 2020, ia menegaskan bahwa akun dengan nama Bjorka secara eksklusif hanya dimiliki oleh WFT. “Jadi tahun 2020 tidak ada akun Twitter lain yang bernama Bjorka, cuma punya dia,” ungkap Fian kepada wartawan pada Sabtu, 4 Oktober 2025, menguatkan argumen kepolisian.
Meskipun demikian, AKBP Fian Yunus tidak menampik bahwa pihaknya masih memerlukan bukti-bukti pelengkap untuk secara definitif memastikan WFT adalah Bjorka asli yang sempat menghebohkan. Oleh karena itu, saat ini kepolisian sedang gencar melakukan uji laboratorium forensik terhadap berbagai bukti digital yang telah dikumpulkan.
Proses uji forensik ini menjadi krusial dalam menyelaraskan dan membandingkan semua bukti digital yang ada. “Itu nanti akan kita bandingkan bukti digital yang lagi diproses di labfor ini. Nah, begitu itu kita temukan, baru kita pastikan bahwa dia orang yang sama,” jelas Fian, menegaskan komitmen mereka untuk menghadirkan kepastian hukum.
Sebagai informasi tambahan, WFT diamankan di Minahasa, Sulawesi Utara, pada 23 September 2025. Profil peretas ini terbilang unik; ia diketahui tidak memiliki latar belakang pendidikan formal di bidang teknologi informasi. Bahkan, WFT tidak menamatkan pendidikan sekolah menengah kejuruan dan merupakan seorang pengangguran tanpa pekerjaan tetap.
Fokus utama WFT selama ini adalah melakukan pembobolan data melalui sebuah komunitas yang ia bangun sejak tahun 2020. Dalam pengakuannya, WFT menyatakan telah berhasil meretas sekitar 4,9 juta data nasabah bank swasta. Dari aksi jual beli data ilegal ini, ia mampu meraup keuntungan fantastis, mencapai puluhan juta rupiah hanya dalam sekali transaksi.