Dua isu krusial menjadi sorotan utama publik dalam laporan kumparanBisnis sepanjang Sabtu (4/10). Pertama, pernyataan penting dari Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, mengenai implementasi bantuan sosial (bansos) berbasis digital yang dijadwalkan mulai bergulir pada tahun 2026. Kedua, respons dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Pertamina terkait polemik pencampuran etanol dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak kalah menyita perhatian.
Berikut adalah ulasan mendalam mengenai kedua berita utama tersebut:
Luhut: Bansos Digital Siap Diluncurkan 2026, Solusi Antikorupsi
Program bansos digital yang digadang-gadang mampu menekan angka korupsi kini memasuki tahap finalisasi. Luhut Binsar Pandjaitan mengonfirmasi bahwa inisiatif strategis ini sedang dimatangkan bersama Kementerian Sosial (Kemensos) dan berbagai lembaga terkait lainnya. Tujuannya adalah untuk segera mengimplementasikannya secara nasional demi efektivitas dan transparansi.
Pemerintah menargetkan bahwa sistem bansos digital ini dapat diterapkan secara bertahap antara Februari hingga April 2026. “Mungkin secara nasional kita akan lakukan, kalau nanti semua ini tahap-tahapan jalan, pada bulan Februari, Maret, April tahun depan (2026) akan diluncurkan,” ungkap Luhut, menegaskan komitmen pemerintah terhadap proyek ini. Ia menambahkan bahwa program inovatif ini akan menjadi pilar penting dalam ekosistem digital nasional yang tengah dibangun dan telah mendapat persetujuan penuh dari Presiden Prabowo Subianto. Dengan sistem digital yang terintegrasi, potensi penyalahgunaan dana bansos diharapkan dapat diminimalisir secara signifikan.
Kementerian ESDM dan Pertamina Jelaskan Pencampuran Etanol di BBM Adalah Praktik Umum
Perbincangan hangat seputar kandungan etanol dalam BBM impor milik PT Pertamina (Persero) telah menjadi perhatian publik belakangan ini. Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, menjelaskan bahwa kadar etanol sebesar 3,5 persen inilah yang menjadi alasan di balik pembatalan pembelian BBM dari Pertamina oleh Vivo dan BP-AKR.
Menanggapi isu tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Dirjen Migas, Laode Sulaiman, angkat bicara. Ia mengonfirmasi bahwa pertemuan lanjutan antara Pertamina Patra Niaga dengan badan usaha swasta telah digelar untuk membahas pasokan BBM impor. Laode juga menegaskan bahwa pasokan BBM, baik dari kilang domestik maupun impor, sejauh ini tetap aman dan terkendali. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa penggunaan etanol dalam BBM sejatinya tidak menyalahi aturan yang berlaku, bahkan merupakan praktik yang sudah lumrah di banyak negara.
“Etanol itu di internasional sudah banyak yang pakai sebenarnya. Jadi tidak mengganggu performa bahkan bagus dengan menggunakan etanol itu,” kata Laode dari kantornya, dikutip Sabtu (4/10). Ia menambahkan, “Negara-negara yang punya industri hulunya etanol besar kayak Brasil gitu mereka sudah pakai malah. Etanol-nya itu sudah di atas 20-an persennya mereka. Jadi nggak ada masalah sih sebenarnya.” Laode juga mencontohkan bahwa di Amerika Serikat, perusahaan sekelas Shell pun telah mengaplikasikan etanol dalam produk BBM mereka, membuktikan bahwa pencampuran etanol dengan bensin tidak serta merta menurunkan kualitas bahan bakar, melainkan dapat meningkatkan performanya.