Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengagendakan pemeriksaan terhadap Tauhid Hamdi, mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri). Pemanggilan ini merupakan bagian integral dari penyidikan kasus dugaan korupsi terkait kuota haji, sebuah perkara yang terus menjadi sorotan publik.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Selasa (7/10) mengonfirmasi bahwa pemeriksaan ini menyasar “dugaan tindak pidana korupsi (TPK) terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tahun 2023-2024.” Ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengusut tuntas dugaan penyimpangan dalam alokasi kuota suci tersebut.
Tidak hanya Tauhid Hamdi, KPK juga memanggil sejumlah saksi lain yang dianggap relevan dalam kasus ini. Mereka adalah Supratman Abdul Rahman, Direktur PT Sindo Wisata Travel; Artha Hanif, Direktur Utama PT Thayiba Tora; serta M. Iqbal Muhajir, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggaraan Haji Umrah dan In-Bound Indonesia (Asphurindo). Keterangan dari berbagai pihak ini diharapkan dapat mengurai benang kusut dalam dugaan kasus korupsi.
Meskipun demikian, Budi Prasetyo belum dapat memberikan perincian mengenai kehadiran para saksi yang dijadwalkan hari ini. Informasi mengenai materi pemeriksaan yang akan digali dari mereka pun masih dirahasiakan oleh lembaga antirasuah tersebut. Semua pemeriksaan ini berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, pusat operasi utama lembaga tersebut.
Sebelumnya, Tauhid Hamdi telah dua kali menjalani pemeriksaan oleh KPK, yakni pada Jumat (19/9) dan Kamis (25/9). Dalam pemeriksaan pertamanya, penyidik fokus pada tugas dan fungsinya selama menjabat sebagai Bendahara Amphuri. Sementara pada pemeriksaan kedua, Tauhid Hamdi mengungkapkan bahwa ia dicecar mengenai pertemuannya dengan mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang diduga membahas pembagian kuota haji tambahan.
Korupsi Kuota Haji
Kasus yang tengah disidik KPK saat ini berpusat pada perkara kuota haji tahun 2024. Perkara ini bermula pada tahun 2023 ketika Presiden Jokowi bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi dan berhasil mendapatkan tambahan 20 ribu kuota haji bagi Indonesia. Informasi mengenai kuota tambahan ini kemudian diduga memicu serangkaian tindakan tak pantas.
KPK menduga, asosiasi travel haji yang mendengar kabar tersebut lantas menghubungi pihak Kementerian Agama (Kemenag) untuk membahas mekanisme pembagian kuota haji. Dalam proses ini, mereka diduga berupaya keras agar jatah kuota haji khusus ditetapkan lebih besar dari ketentuan yang berlaku. Padahal, kuota haji khusus seharusnya hanya diperbolehkan maksimal 8 persen dari total kuota haji Indonesia.
Indikasi kuat menunjukkan adanya sebuah rapat yang menyepakati pembagian kuota haji tambahan secara merata, yakni 50% untuk haji khusus dan 50% untuk haji reguler. Keputusan kontroversial ini kemudian diduga tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Yaqut Cholil Qoumas, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agama atau akrab disapa Gus Yaqut. KPK masih mendalami eratnya keterkaitan antara SK tersebut dengan rapat yang disinyalir digelar sebelumnya.
Selain itu, dalam penyelidikannya, KPK juga menemukan adanya dugaan setoran yang diberikan oleh para pihak travel yang mendapatkan jatah kuota haji khusus tambahan kepada oknum di lingkungan Kemenag. Besaran setoran yang dibayarkan bervariasi, berkisar antara USD 2.600 hingga USD 7.000 per kuota, bergantung pada skala atau besar kecilnya travel haji yang bersangkutan.
Uang haram itu diduga disetorkan oleh pihak travel melalui asosiasi haji, yang kemudian akan meneruskannya kepada oknum di Kemenag. KPK menyebutkan bahwa aliran uang tersebut diterima oleh berbagai pejabat, bahkan hingga pucuk pimpinan di Kementerian Agama, menunjukkan jaringan yang terstruktur dan masif.
Dari hasil penghitungan sementara, kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus dugaan korupsi ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Saat ini, KPK tengah berkolaborasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung secara pasti nilai kerugian negara tersebut, sebuah langkah krusial untuk mengungkap skala penuh kejahatan ini.
Dalam rangka penyidikan kasus sensitif ini, KPK juga telah menerapkan pencegahan ke luar negeri terhadap tiga orang. Mereka adalah mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas; mantan Staf Khusus Menteri Agama, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex; dan pemilik travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur, guna memastikan proses hukum berjalan lancar tanpa hambatan.
KPK juga telah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi strategis. Mulai dari rumah pribadi Gus Yaqut, Kantor Kementerian Agama, tiga kantor asosiasi travel haji, kantor travel Maktour, rumah salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenag, hingga sebuah rumah di Depok yang diduga merupakan kediaman Gus Alex. Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang relevan.
Terbaru, KPK berhasil menyita dua unit rumah mewah di kawasan Jakarta Selatan yang ditaksir senilai Rp 6,5 miliar. Rumah-rumah ini disita dari seorang ASN Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kemenag, dan diduga kuat dibeli menggunakan uang hasil korupsi kuota haji, menambah daftar aset yang terindikasi dari kejahatan ini.
Melalui kuasa hukumnya, Mellisa Anggraini, Gus Yaqut menyatakan penghormatannya terhadap upaya KPK dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan guna mengungkap perkara korupsi kuota haji ini, menegaskan sikap kooperatif dalam menghadapi proses hukum yang sedang berjalan.
Ringkasan
KPK kembali memeriksa mantan Bendahara Amphuri, Tauhid Hamdi, terkait dugaan korupsi kuota haji tahun 2023-2024. Pemeriksaan ini merupakan bagian dari penyidikan kasus dugaan penyimpangan dalam alokasi kuota haji yang melibatkan beberapa saksi lain, termasuk direktur PT Sindo Wisata Travel, PT Thayiba Tora, dan Sekretaris Jenderal Asphurindo.
Kasus ini berpusat pada dugaan korupsi terkait penambahan kuota haji yang diperoleh dari Pemerintah Arab Saudi. KPK menduga adanya upaya dari asosiasi travel haji untuk mendapatkan jatah kuota haji khusus lebih besar dari ketentuan, serta adanya setoran dari pihak travel ke oknum di Kemenag dengan perkiraan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Beberapa pihak, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, telah dicegah ke luar negeri dan KPK juga menyita aset terkait kasus ini.