Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan dugaan praktik serius dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2024, yakni adanya penyalahgunaan dan jual-beli kuota petugas haji. Kuota yang semestinya dialokasikan untuk personel kunci pendukung layanan haji ini, diduga kuat justru diperjualbelikan kepada calon jemaah reguler.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Selasa (7/10), membeberkan bahwa penyidik menemukan indikasi kuat bahwa kuota yang seharusnya diperuntukkan bagi petugas pendamping, petugas kesehatan, pengawas, dan administrasi, justru dialihkan melalui praktik jual-beli kepada calon jemaah. “Tentu ini menyalahi ketentuan dan secara langsung mengurangi kualitas pelayanan haji,” tegas Budi. Ia menambahkan, dampak paling terasa adalah berkurangnya jumlah personel penting, misalnya petugas kesehatan yang seharusnya memfasilitasi kebutuhan medis jemaah, kini jatahnya berpindah tangan. Dugaan ini, termasuk nominal harga kuota petugas haji yang diperjualbelikan, masih terus didalami oleh KPK.
Modus penyalahgunaan kuota haji ini menambah daftar panjang permasalahan dalam tata kelola haji. Sebelumnya, Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, pada Kamis (2/10), juga pernah mengindikasikan adanya praktik di mana kuota petugas haji khusus yang tidak terpakai kerap disalurkan kembali kepada jemaah. Meskipun konteksnya sedikit berbeda, kedua temuan ini sama-sama menyoroti kerentanan dalam sistem alokasi kuota yang berpotensi merugikan pelayanan bagi para jemaah.
Penyidikan perkara korupsi kuota haji 2024 yang dilakukan KPK saat ini memiliki akar yang lebih dalam. Kasus ini bermula pada tahun 2023, ketika Presiden Joko Widodo berhasil memperoleh tambahan 20.000 kuota haji dari Pemerintah Arab Saudi. Informasi mengenai tambahan kuota ini diduga memicu gerak asosiasi travel haji untuk segera menghubungi Kementerian Agama (Kemenag) guna membahas pembagian jatah yang krusial ini.
Asosiasi travel haji diduga kuat berupaya agar alokasi kuota haji khusus ditetapkan jauh lebih besar dari ketentuan maksimal 8% dari total kuota haji Indonesia. Dari hasil penyelidikan sementara, terungkap adanya dugaan rapat yang menyepakati pembagian kuota tambahan tersebut secara merata, yaitu 50% untuk haji khusus dan 50% untuk haji reguler. Kesepakatan ini, yang menyalahi aturan, diduga kemudian dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024. SK ini ditandatangani oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut), dan KPK kini tengah mendalami keterkaitan SK tersebut dengan rapat-rapat yang disinyalir telah dilakukan sebelumnya.
Tidak berhenti pada penyimpangan alokasi, KPK juga mengungkap dugaan adanya setoran finansial dari pihak travel yang menerima jatah kuota haji khusus tambahan kepada oknum di lingkungan Kemenag. Setoran tersebut bervariasi, berkisar antara USD 2.600 hingga 7.000 per kuota, bergantung pada skala operasional travel haji. Modusnya, uang ini diduga disalurkan oleh travel melalui asosiasi haji, yang kemudian meneruskannya kepada para oknum di Kemenag. KPK mengindikasikan bahwa aliran dana haram ini bahkan sampai ke tangan para pejabat, termasuk pucuk pimpinan di Kementerian Agama.
Korupsi kuota haji ini diperkirakan telah menimbulkan kerugian negara sementara yang fantastis, mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Untuk mengkalkulasi angka pasti, KPK tengah bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebagai langkah investigasi, KPK telah mengajukan pencegahan ke luar negeri terhadap tiga tokoh penting, yaitu mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khusus Menag Ishfah Abidal Aziz (Gus Alex), serta bos travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur. Serangkaian penggeledahan juga telah dilakukan di berbagai lokasi, meliputi kediaman Gus Yaqut, Kantor Kemenag, tiga kantor asosiasi travel haji, kantor travel Maktour, rumah ASN Kemenag, hingga kediaman yang diduga milik Gus Alex di Depok.
Perkembangan terbaru menunjukkan KPK telah menyita dua unit rumah di kawasan Jakarta Selatan senilai Rp 6,5 miliar. Aset ini dimiliki oleh seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag dan diduga kuat dibeli dari dana hasil korupsi kuota haji. Menanggapi upaya penegakan hukum ini, melalui kuasa hukumnya, Mellisa Anggraini, Yaqut Cholil Qoumas menyatakan menghormati langkah KPK dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan demi mengungkap tuntas perkara ini.