KPK Terus Usut Kasus Korupsi Kuota Haji: Apakah Perintah Kuota 50%-50% Top-Down?

Photo of author

By AdminTekno

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan pemeriksaan terhadap Saiful Mujab, mantan Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kementerian Agama (Kemenag), terkait dugaan korupsi kuota haji di lingkungan Kemenag. Pemeriksaan krusial ini berlangsung pada Rabu (8/10).

Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa dalam pemeriksaan itu, penyidik mendalami peran Saiful terkait jabatannya sebelumnya dalam penyelenggaraan ibadah haji reguler. Pendalaman ini menjadi krusial lantaran haji reguler merupakan salah satu segmen yang terdampak langsung oleh diskresi pembagian kuota haji tambahan.

Indonesia diketahui memperoleh tambahan 20 ribu kuota haji dari Pemerintah Arab Saudi. Idealnya, pembagian kuota ini mengikuti aturan yang berlaku, yakni 92% dialokasikan untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, dalam kasus ini, kuota tambahan tersebut justru dibagi rata, yakni masing-masing 50% untuk haji reguler dan haji khusus.

“Mengapa ini penting, karena ini juga salah satu yang terdampak atau terakses dari adanya diskresi pembagian kuota tambahan,” ujar Budi, menegaskan alasan penyidik fokus pada penyelenggaraan haji reguler.

Selain fokus pada haji reguler, penyidik juga mencecar Saiful Mujab mengenai mekanisme pembagian kuota haji tambahan yang akhirnya menjadi 50%-50%. “Penyidik juga mendalami terkait dengan mekanisme pembagian dari kuota haji tambahan tersebut menjadi 50-50 itu seperti apa,” imbuh Budi. Keterangan dari para saksi, termasuk Saiful, sangat penting untuk menggali informasi ini secara komprehensif.

Lebih lanjut, Budi Prasetyo juga mengungkapkan bahwa pihaknya masih mendalami asal-muasal perintah pembagian kuota 50%-50% tersebut. Penyelidikan ini mencakup dugaan aliran uang dari asosiasi travel atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) kepada oknum di Kemenag.

Penyidik tengah menelusuri apakah dugaan aliran uang ini memiliki kaitan dengan diskresi pembagian kuota menjadi 50-50. “Oleh karena itu, ini terus kami dalami apakah ini diskresinya top-down dari Kementerian Agama murni atau ada inisiatif, ada dorongan juga dari bawah,” jelas Budi, mengisyaratkan kemungkinan adanya keterlibatan dari berbagai pihak.

Dugaan ini diperkuat oleh fakta bahwa pihak asosiasi travel maupun PIHK diduga meraup keuntungan signifikan akibat peningkatan kuota haji khusus. “Yang sebelumnya kalau kita merujuk ke ketentuan, plottingnya adalah 8%, tapi kemudian dengan adanya diskresi itu menjadi mendapatkan jatah kuota 50% atau 10 ribu,” pungkas Budi, menyoroti dampak langsung dari diskresi tersebut terhadap jatah kuota haji khusus.

Korupsi Kuota Haji

Kasus korupsi kuota haji yang kini tengah disidik oleh KPK pada dasarnya bermula dari momen penting saat Presiden Joko Widodo bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2023. Dari pertemuan tersebut, Indonesia berhasil memperoleh tambahan 20 ribu kuota haji.

Namun, informasi mengenai kuota tambahan ini diduga dimanfaatkan oleh asosiasi travel haji. Mereka lantas menghubungi pihak Kementerian Agama (Kemenag) untuk membahas pembagian kuota, dengan dugaan upaya agar jatah kuota haji khusus ditetapkan lebih besar dari ketentuan yang berlaku. Seharusnya, kuota haji khusus hanya diperbolehkan maksimal 8 persen dari total kuota haji Indonesia.

Dalam perkembangannya, KPK menduga adanya rapat yang menyepakati pembagian kuota haji tambahan secara merata, yakni 50% untuk haji khusus dan 50% untuk haji reguler. Keputusan kontroversial ini kemudian dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut. Penyidik kini masih mendalami keterkaitan antara SK tersebut dengan rapat yang diduga digelar sebelumnya.

Selain itu, KPK juga menemukan adanya dugaan setoran yang diberikan oleh para pihak travel yang mendapatkan kuota haji khusus tambahan kepada oknum-oknum di Kemenag. Besaran setoran ini bervariasi, berkisar antara USD 2.600 hingga 7.000 per kuota, bergantung pada skala dan besar kecilnya travel haji tersebut.

Uang setoran tersebut diduga disalurkan oleh para travel melalui asosiasi haji, yang kemudian meneruskannya kepada oknum-oknum di Kemenag. KPK menyebutkan bahwa aliran uang ini diduga diterima oleh berbagai pejabat, bahkan hingga pucuk pimpinan di lingkungan Kementerian Agama.

Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus ini ditaksir mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Untuk memastikan angka pasti, KPK saat ini tengah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna melakukan penghitungan kerugian negara secara menyeluruh.

Dalam upaya pengungkapan kasus ini, KPK telah melakukan sejumlah tindakan tegas. Tiga orang telah dicegah ke luar negeri, yaitu mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; mantan staf khusus Menag Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex; dan bos travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur.

Sejumlah lokasi juga telah digeledah sebagai bagian dari pengumpulan bukti. Lokasi-lokasi tersebut meliputi rumah Gus Yaqut, Kantor Kemenag, tiga kantor asosiasi travel haji, kantor travel Maktour, rumah seorang ASN Kemenag, hingga rumah di Depok yang diduga merupakan kediaman Gus Alex. Langkah-langkah ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengusut tuntas perkara ini.

Terkini, KPK juga telah menyita dua unit rumah mewah di kawasan Jakarta Selatan senilai Rp 6,5 miliar dari seorang ASN Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag. Diduga kuat, aset tersebut dibeli menggunakan uang hasil korupsi kuota haji yang sedang diselidiki.

Menanggapi tindakan KPK ini, Yaqut Cholil Qoumas melalui pengacaranya, Mellisa Anggraini, menyatakan penghormatannya terhadap upaya KPK dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan guna mengungkap fakta-fakta terkait perkara ini secara transparan.

Leave a Comment