KPK Ungkap Kuota Petugas Kesehatan-Administratif Haji Dijualbelikan ke Jemaah

Photo of author

By AdminTekno

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan korupsi serius dalam pengelolaan kuota haji, yang tak hanya meliputi pembagian tambahan kuota haji, tetapi juga merambah ke penyalahgunaan kuota petugas haji khusus pada pelaksanaan ibadah haji tahun 2024. Temuan awal menunjukkan praktik jual beli kuota yang seharusnya diperuntukkan bagi para petugas, namun justru dialihkan kepada calon jemaah.

Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa dugaan jual beli ini terjadi pada kuota haji khusus yang dikelola oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). “Jual beli kuota khusus ini ada di PIHK. Jadi kan beda jalur. Untuk petugas itu masuk di (haji) khusus,” jelas Budi. Keberadaan petugas haji, baik untuk jalur reguler maupun khusus, sangat vital untuk memastikan pelayanan ibadah haji berjalan optimal, termasuk menjaga kesehatan, kebugaran, dan kebutuhan administratif jemaah.

Ironisnya, kuota yang sejatinya dialokasikan untuk menjamin kualitas pelayanan tersebut justru diperjualbelikan. “Dalam perkara ini, penyidik menemukan adanya kuota-kuota yang seharusnya untuk petugas haji ini kemudian diperjualbelikan kepada para calon jemaah,” kata Budi. Praktik ini secara langsung mengurangi jumlah petugas, yang pada akhirnya akan berdampak signifikan pada kualitas pelayanan haji itu sendiri, sehingga jemaah berpotensi tidak mendapatkan pendampingan yang memadai.

Budi menambahkan, PIHK seharusnya memahami ketentuan dan batasan terkait alokasi kuota petugas. Misalnya, rasio jumlah jemaah dengan petugas pendamping, petugas kesehatan, dan petugas layanan lainnya yang sudah diatur. “Namun demikian, keluar dari ketentuan itu. PIHK ini kemudian menjual kuota yang seharusnya khusus untuk petugas haji diperjualbelikan kepada calon jemaah lainnya,” tegasnya, mengindikasikan adanya kesengajaan dalam pelanggaran ini.

Kasus ini berakar dari tambahan kuota haji sebanyak 20.000 yang didapatkan Presiden Jokowi dari Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2023. Namun, alih-alih dialokasikan sesuai regulasi, KPK menduga adanya upaya dari asosiasi travel haji yang melobi Kementerian Agama (Kemenag) agar kuota haji khusus ditetapkan lebih besar dari ketentuan maksimal 8% dari total kuota Indonesia. Diduga kuat, terjadi kesepakatan untuk membagi rata kuota tambahan ini, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Pembagian kontroversial ini kemudian termuat dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) RI Nomor 130 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut, pada 15 Januari 2024. KMA ini mengatur kuota jemaah haji khusus sebanyak 9.222 orang dan kuota petugas haji khusus sejumlah 778 orang, dengan rincian penanggung jawab PIHK (444), pembimbing ibadah (222), dan petugas kesehatan (112). KPK kini mendalami keterkaitan KMA tersebut dengan rapat-rapat yang disinyalir terjadi sebelumnya.

KPK juga menduga adanya praktik “setoran” dari para pihak travel yang menerima kuota haji khusus tambahan. Besaran setoran ini bervariasi antara USD 2.600 hingga 7.000 per kuota, bergantung pada ukuran travel haji. Uang tersebut diduga disalurkan melalui asosiasi haji sebelum akhirnya diterima oleh oknum di Kemenag, termasuk para pejabat hingga pucuk pimpinan.

Dari hasil perhitungan sementara, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Saat ini, KPK tengah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung angka kerugian negara secara pasti. Guna mempercepat penyidikan, KPK telah mencegah tiga orang ke luar negeri: mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas; mantan staf khusus Menag, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex; dan bos travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur.

Serangkaian penggeledahan juga telah dilakukan oleh KPK di berbagai lokasi, mulai dari rumah Gus Yaqut, Kantor Kemenag, tiga kantor asosiasi travel haji, kantor travel Maktour, hingga rumah seorang ASN Kemenag dan kediaman yang diduga milik Gus Alex di Depok. Terkini, KPK telah menyita dua unit rumah di Jakarta Selatan senilai Rp 6,5 miliar yang diduga dibeli dari uang hasil korupsi kuota haji milik seorang ASN Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag. Mengenai hal ini, pengacara Gus Yaqut, Mellisa Anggraini, menyatakan bahwa kliennya menghormati upaya KPK dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan guna mengungkap perkara tersebut.

Leave a Comment