KSPI Soroti Program Magang Nasional, Said Iqbal: Penghinaan terhadap Sarjana

Photo of author

By AdminTekno

Kita Tekno JAKARTA. Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyampaikan kritik tajam terhadap program pemagangan nasional yang digagas oleh pemerintah, khususnya melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Ketenagakerjaan. Menurutnya, inisiatif ini dinilai tidak sejalan dengan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku dan berpotensi merendahkan martabat para lulusan perguruan tinggi.

Inti masalah, menurut Said, terletak pada peruntukan program magang itu sendiri. “Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia, baik itu Undang-Undang Cipta Kerja maupun putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2024, magang itu ditujukan bagi siswa atau mahasiswa yang masih menempuh pendidikan, bukan bagi sarjana yang sudah lulus,” tegas Said dalam konferensi pers pada Senin (13/10/2025). Dengan demikian, program ini dianggap menyalahi landasan hukum yang ada.

Tidak hanya soal regulasi, Said juga mengemukakan bahwa program pemagangan ini seolah “menghina” para sarjana. Sorotan utama diarahkan pada alokasi anggaran sekitar Rp 389 miliar yang disebutkan oleh Menko Perekonomian Airlangga untuk 20.000 peserta magang dengan durasi enam bulan. Apabila dihitung secara merata, setiap peserta akan menerima sekitar Rp 2,5 juta per bulan.

Ketidaksesuaian ini semakin diperparah ketika angka tersebut dibandingkan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Said menjelaskan bahwa nominal UMP, yang dijanjikan sebagai standar upah bagi pemagang, tidak seragam di setiap daerah dan bahkan mayoritas jauh melampaui angka Rp 2,5 juta tersebut. Terlebih lagi, nominal ini dianggap tidak sebanding dengan investasi besar yang telah dikeluarkan para sarjana selama menempuh pendidikan tinggi. “Masuk ke kampus-kampus negeri ataupun swasta itu susah. Mahal. Setelah lulus, dikasih upah segitu. Jadi ini menghina, dalam tanda petik ya, menghina sarjana,” imbuhnya.

Selain aspek finansial, keadilan bagi peserta magang juga menjadi pertimbangan penting. Said mempertanyakan bagaimana peserta magang di perusahaan besar, yang tugasnya berpotensi lebih kompleks, akan menerima gaji yang sama selama enam bulan masa magang. Dalam pandangannya, skema ini justru lebih banyak menguntungkan pihak perusahaan, yang mendapatkan tenaga kerja dengan biaya yang relatif rendah.

Menyikapi berbagai permasalahan tersebut, Said Iqbal mendesak pemerintah untuk meninjau ulang program pemagangan nasional. Ia menekankan pentingnya memastikan bahwa setiap kebijakan ketenagakerjaan tidak merugikan para pekerja, khususnya bagi para lulusan baru yang hendak memasuki dunia kerja. “Bersyukur pemerintah memberi kesempatan kerja, tapi jangan melanggar undang-undang. Upah dan pelatihan harus proporsional dan meningkatkan keterampilan, bukan sekadar menekan biaya tenaga kerja,” pungkas Said, menyerukan agar program ini benar-benar menjadi sarana peningkatan kualitas SDM, bukan eksploitasi.

Leave a Comment